LINTAS NASIONAL – BIREUEN, Ketua Asosiasi Kepala Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Bireuen, Bahrul Fazal M. Puteh menilai Pemkab Bireuen telah mengeluarkan pernyataan yang keliru, menyesatkan dan bertentangan dengan regulasi yang berlaku serta melakukan pembodohan publik.
Hal itu disampaikan Bahrul Fazal Menanggapi pernyataan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Bireuen, Zamri SE yang dimuat pada Harian Serambi Indonesia, Kamis, 12 November 2020, menurutnya, alasan ketiadaan DAU Tambahan Siltap Kepala Desa dan Perangkat Desa merupakan alasan yang dibuat-buat oleh Pemkab Bireuen.
Menurut Keuchik Cot Bada tersebut, dalam ketentuan PP 43 Tahun 2014 sebagaimana telah diubah dengan PP 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 dijelaskan Penghasilan tetap diberikan kepada kepala desa, sekretaris Desa dan perangkat Desa lainnya dianggarkan dalam APBDesa yang bersumber dari ADD.
“Dalam PP 11 Tahun 2019 tersebut secara jelas disebutkan sumbernya dari ADD/ADG, bukan DAU Tambahan,” kata Bahrul pada Jumat 13 November 2020 melalui keterangan tertulisnya.
Artinya, lanjut Bahrul, bukan kewajiban dan kewenangan pemerintah pusat, tetapi kewajiban pemerintah Kabupaten/Kota sesuai pasal 72 UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan pasal 96 PP Nomor 43 Tahun 2014, yang menyebutkan bahwa Alokasi Dana Desa (ADD) “paling sedikit 10% dari dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah setelah dikurangi dana alokasi khusus.
“Bukan 10%, tetapi paling sedikit 10%. Jika alokasi 10% tidak cukup maka Pemkab Bireuen wajib menaikan persentase ADG sehingga memenuhi ketentuan PP 11 tahun 2019,” tegas Bahrul.
Menurut Bahrul, jika alasan Pemkab Bireuen memotong Siltap Keuchik dan aparatur Gampong karena tidak ada lagi DAU Tambahan, hal tersebut merupakan alasan mengada-ada. PP 11 Tahun 2019 telah menetapkan batasan minimal Siltap Keuchik yang wajib dipenuhi oleh Pemkab Bireuen tanpa menyebutkan sumber anggarannya dari DAU Tambahan, tetapi dari ADD/ADG.
“Alokasi DAU Tambahan untuk Siltap tahun 2020, tambah Bahrul, dialokasikan sebagai bantuan yang bersifat sementara untuk memenuhi celah fiskal dalam penyetaraan Siltap. Begitu kapasitas fiskal Pemkab Bireuen dianggap cukup maka alokasi tersebut ditiadakan,” lanjutnya
Bahrul menambahkan, dari sisi fiskal daerah, penerimaan DAU tahun 2020 setelah refocussing sesuai PMK 35 tahun 2020 adalah Rp. 819,5 Milyar, yang terdiri dari DAU Formula sejumlah Rp. 750,5 Milyar dan DAU Tambahan Rp. 68,9 Milyar (PPPK & Bantuan Penyetaraan Siltap). Sedangkan di tahun 2021, Pemkab Bireuen menerima DAU sejumlah Rp. 827,7 Milyar. Artinya, dari sisi fiskal, penerimaan DAU tahun 2021 justru meningkat 8,1 Milyar tanpa DAU Tambahan Siltap. Untuk penerimaan DBH hanya berkurang 3,2 Milyar dari tahun 2020, lanjutnya.
“Ini sangat aneh, jika tahun 2020 Pemkab Bireuen mampu mengalokasikan kebutuhan Siltap dalam ADG sesuai PP 11 Tahun 2019, kenapa tahun 2021 tidak mampu,” ketusnya
APDESI menganggap Pemkab Bireuen sedang berupaya melawan kebijakan pemerintah pusat dengan menciptakan alasan yang sembrono.
“Jika tahun 2021 Siltap Keuchik dan aparatur Gampong dipotong secara semena-mena, maka tahun-tahun berikutnya tentu akan terus terjadi pemotongan karena PP 11 tahun 2019 tidak lagi menjadi garis demarkasi,” pungkas Bahrul Fazal (Red)