LINTAS NASIONAL – BANDA ACEH, Status hukum dana pokir (pokok pikiran) yang sebelumnya disebut dana aspirasi anggota dewan ikut dibahas dalam Muzakarah Ulama Pidie, yang berlangsung di Oproom Kantor Bupati setempat, Rabu 25 November 2020.
Pimpinan Lembaga Pendidikan Islam (LPI) Dayah Raudhatul Ma’arif Al-Aziziyah, Gampong Cot Trueng, Kecamatan Muara Batu, Aceh Utara, Tgk H Muhammad Amin Daud, yang menjadi salah seorang pemateri dalam acara tersebut antara lain mengatakan, pengambilan fee dari dana pokir yang ditempatkan di dayah atau masjid hukumnya haram.
Hal itu disampaikan Ayah Cot Trueng sapaan akrab Tgk H Muhammad Amin Daud menanggapi Wakil Ketua Majelis Ulama (MPU) Pidie, Drs Tgk Ilyas Abdullah, yang menanyakan soal status pengambilan persen dana pokir dewan yang ditempatkan di dayah atau masjid.
“Selama ini, anggota dewan mengambil fee dari dana pokirnya dengan besaran bervariasi antara 10 hingga 20 persen. Bagaimana status fee yang diambil tersebut, apakah dibenarkan dalam ajaran Islam,” tanya Tgk Ilyas Abdullah.
Menanggapi pertanyaan tersebut, Ayah Cot Trueng menjelaskan, dana pokir anggota dewan merupakan anggaran pemerintah. Karena itu, menurut Tgk Muhammad Amin, dana tersebut yang dialokasikan atau diberikan untuk masjid atau dayah harus utuh dan tidak boleh diambil fee. Misalnya, sebut Ayah Cot Trueng, dana pokir sebesar Rp 100 juta, maka jumlah yang harus diterima oleh pihak masjid atau dayah juga sebesar Rp 100 juta.
“Tapi, jika dana pokir Rp 100 juta, tapi yang diterima oleh masjid atau dayah Rp 80 juta dan sisanya Rp 20 juta lagi diambil untuk fee, maka fee tersebut hukumnya haram,” tegas Abu Cot Trueng yang mengiyakan pertanyaan moderator. Kecuali, lanjut Ayah Cot Trueng, pihak dayah atau masji hanya menandatangani jumlah bantuan Rp 80 juta dan 20 juta lagi diteken oleh anggota dewan yang memberikan dana pokir. “Kalau begitu, saya rasa tidak masalah,” timpalnya.
Tapi, lanjut Ayah Cot Trueng, kalau pihak dayah atau masjid menandatangani berita acara Rp 100 juta, sementara anggota dewan yang memberikan dana pokir mengambil fee namun ia tidak mau menandatangani berita acara, itu tidak boleh.
“Jika pihak dayah atau masjid harus mengambil jatah dana dayah atau masjid untuk fee anggota dewan, maka yang memberi dan menerima uang tersebut dua-duanya pencuri,” pungkas Ayah Cot Trueng yang menjadi narasumber bersama seorang dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry, Banda Aceh.
Muzakarah yang mengusung tema ‘Penguatan Sistem Pengelolaan Dana Kemaslahatan Masjid dan Pengkajian Tentang Tradisi Mengucapkan Selamat Melalui Papan Bunga Ditinjau dari Perpektif Islam’ itu dibuka Bupati Pidie, Roni Ahmad SE atau lebih dikenal dengan sebutan Abusyik. Acara yang berlangsung sehari itu diikuti 80 peserta yang terdiri atas khatib masjid, pimpinan dayah, dan tokoh agama se-Kabupaten Pidie.
Bupati Pidie, Roni Ahmad atau Abusyik, dalam sambutannya saat membuka acara menjelaskan, muzakarah ulama ini hendaknya menjadi momen silaturahmi antarpimpinan dayah yang ada di Pidie serta untuk menjawab tantangan zaman dan hendaknya mendukung program prioritas pemerintah.
Kecuali itu, tambah Abusyik, kegiatan ini juga sebagai upaya untuk menyatukan langkah dan persepsi dalam rangka memperkuat keberadaan MPU.
“Tugas MPU yang lain adalah menyelesaikan masalah yang terjadi di masyarakat. MPU hendaknya harus terus mengawal agar Kabupaten Pidie terhindar dari segala kegiatan yang dapat merusak akidah masyarakat,” jelas Abusyik. (Red)
Sumber: serambi Indonesia