Gerilyawan GAM Dilarang Batuk

@Fauzan Azima

Oleh: Fauzan Azima

“Uhuk uhuk… ehm. Uhuk… uhuk… uhuk… ehm ehm” suara batuk saya bersahutan seperti bunyi petasan yang dimainkan anak-anak, bukanlah saya buat-buat. Salah satu derita radang amandel adalah tidak kuasa menahan batuk.

Sejak kecil saya mudah terserang penyakit radang amandel atau tonsilitis yang menyebabkan sulit menelan, suara serak, demam, nyeri otot, batuk, pilek atau flu dan sakit telinga.

Penyakit pembengkakan pada amandel sudah rutin terjadi pada saya. Apalagi kalau sudah tidak teratur makan, istirahat kurang, cuaca ekstrem, udara yang kotor yang dapat menurunkan kekebalan tubuh, minum es saat kondisi tubuh tidak fit serta mengkonsumsi makanan dan minuman yang terlalu manis.

Dalam situasi normal, pengobatan radang amandel dapat dilakukan dengan memberikan antibiotik apabila disebabkan bakteri. Selain itu, pemulihan dapat ditunjang dengan istirahat yang cukup serta makan makanan yang lunak, minum air putih hangat, minum obat, atau bahkan tindakan operasi.

Bisa dibayangkan sakit dalam suasana perang, apalagi pada awal Darurat Militer (DM) diberlakukan di Aceh pada bulan Mei dan Juni 2003, tekanan militer Indonesia menyebabkan pasukan GAM harus menyingkir ke semak-semak di pinggiran kampung. Jangankan untuk obat-obatan, makan pun sulit didapat karena salah satu tujuan pemberlakuan DM memisahkan masyarakat dengan GAM.

Pada saat-saat genting itulah saya sedang menderita penyakit radang amandel. Tidak begitu bermasalah kalau sekedar sakit sendi atau lemah tubuh, bisa dipapah oleh pasukan, masalahnya saya juga tidak bisa menahan batuk terus menerus. Sehingga di manapun kami bersembunyi pasukan mengeluh dan tidak jarang marah.

Saya pun maklum dengan sikap pasukan karena prinsip bergerilya kalau musuh sedang menyerang tidak boleh melakukan perlawanan secara terbuka dan sedapat mungkin bersembunyi. Biarkan musuh berlalu menyelesaikan penyisirannya ke kampung-kampung.

Dalam keadaan genting itulah, saya batuk tidak henti-henti. Semakin saya menahan batuk, semakin sakit dan keras suara batuk saya.

Semula pasukan Pase dan Linge berkumpul di belakang Keude Alue Papeun, Nisam. Jumlahnya diperkirakan lebih seribu pasukan. Pada masa itu, wartawan Asal Amerika, Williem Nessen alias Abu Bili juga ikut bergerilya bersama kami sambil merekam keadaan pasukan GAM dan beberapa pertempuran dengan militer Indonesia.

Seluruh pasukan Wilayah Pase mulai memisahkan diri dengan pasukan Wilayah Linge. Juga beberapa pasukan Wilayah Linge sudah mulai berpisah dengam saya. Akhirnya hanya beberapa pasukan saja yang masih mau menemani saya.

Saya pun tidak berharap lagi kesetiaan pasukan. Mereka juga perlu menyelamatkan nyawanya. Jangan karena saya batuk mereka menjadi korban.

Anehnya, setiap saya batuk musuh tidak mendengar saya. Pernah satu peleton TNI kami lihat menyisir perkebunan kelapa sawit di daerah Nisam, tetapi tidak mendengar saya batuk, padahal jaraknya hanya lima baris batang sawit.

Siang malam batuk saya tidak pernah berhenti. Saya terus berusaha menahannya, lagi-lagi semakin saya tahan, semakin sakit dan semakin keras batuknya.

Pernah terjadi perang besar di belakang Keude Alue Papeun, Nisam Antara. Selama saya bergerilya, pada hari itulah perang terbesar yang pernah saya alami. Perang itu melibatkan hampir seluruh pasukan D1 Pase dan sebagian pasukan Wilayah Linge.

Pada kesempatan itu, saya manfaatkan batuk yang sekeras-kerasnya. Puas rasanya melepas batuk yang sudah saya tahan hampir sepuluh hari. Walaupun setelah perang usai, saya masih juga batuk.

Di tengah rintangan musuh, kami berusaha untuk kembali ke Wilayah Linge karena tidak ada lagi satu kampung pun yang berdaulat di Wilayah Pase pada waktu itu.

Setelah beberapa hari, akhirnya kami bisa menembus kaki Gunung Goh Pase, kawasan hutan belantara yang jauh dari pemukiman. Kami berhenti sejenak di aliran Sungai Wih Pasee.

“Ehm..ehm…ehm…” saya berusaha untuk mendehem agar batuk. Saya ingin batuk sekeras-kerasnya karena dipastikan jauh dari jangkauan musuh, tetapi tidak juga mau batuk. Saya baru sadar telah sembuh dari batuk dan radang amandel. Alhamdulilah!

Penulis merupakan Eks Panglima GAM Wilayah Linge