Ketua Ikadin Aceh Gugat Bank Mandiri, BRI dan BCA

 

Ketua Ikadin Aceh, Safaruddin SH (Ist)

LINTAS NASIONAL – JAKARTA, Ketua Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) Provinsi Aceh, Safaruddin SH, melayangkan gugatan kepada Bank Mandiri, BCA dan BRI di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Kamis 3 Desember 2020.

Gugatan tersebut terkait dengan kebijakan Bank Mandiri, BCA dan BRI yang akan menutup seluruh oprasionalnya di Aceh sehingga dirinya dan masyarakat Aceh sebagai Nasabah Bank Mandiri, BCA dan BRI konvensional terkendala jika ingin melakukan transaksi dan mengakses fasilitas perbankan lainnya di Bank Mandiri, BCA dan BRI.

Penutupan Bank Konvensional di Aceh menurut Bank Mandiri, BCA dan BRI dilakukan karena mengikuti regulasi lokal, yaitu Qanun No 11 tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS) sehingga seluruh bank Konvensional harus tutup di Aceh.

Hal ini disampaiakan oleh Mandiri, BCA dan BRI kepada Safar ketika ditawarkan agar mengalihkan rekeningnya dari Bank Konvensional ke Syariah, bahkan BCA dan BRI secara resmi juga telah memberi penjelasan dalam menjawab surat somasi yang di kirimkan Safar ke Mandiri, BRI dan BCA.

Sedangkan Mandiri kata Safar meminta ditandatangani surat pernyataan yang telah disiapkan yang isinya bahwa ia setuju rekeningnya dipindahkan ke area luar Aceh karena tidak bersedia mengalihkan rekeningnya ke Syariah.

“Saya sudah sampaikan kepada Bank Mandiri, BCA dan BRI bahwa tidak ada landasan hukum untuk melakukan penutupan bank konvensional, dan langkah tersebut akan merugikan nasabah konvensional lain di Aceh,” kata Safaruddin yang juga Ketua YARA Aceh tersebut kepada awak media.

Menurut Safaruddin mereka tetap menjalankan proses tersebut dengan alasan langkah yang dilakukan mengikuti Qanun No 11 tahun 2018 tentang LKS.

“Padahal dalam Qanun tersebut tidak ada satupun pasal dan ayat yang memerintahakan penutupan bank Konvensional, karena Qanun LKS dibuat untuk penguatan LKS di Aceh dalam rangka penguatan keistimewaan Aceh untuk menjalankan syariat Islam seperti yang disebut dalam pasal 21 Qanun No 8 tahun 2014 tentang Pokok Pokok Syariat Islam, oleh karena perbedaan pandangan tersebut dan tidak ada titik temu makanya kita akan selesaikan lewat lembaga peradilan supaya ada payung hukumnya yang jelas” ungkap Safar.

Menurut Safar, Qanun LKS dibuat untuk meningkatkan kesejahteraann masyarakat Aceh dengan semangat bahwa setiap Bank konvensional yang beroprasional di Aceh harus membuka unit usaha Syariah sebagaimana di tegaskan dalam pasal 21 ayat (2) Qanun No 8 tahun 2014, yang kemudian dikembangkan dalam Qanun No 11 tahun 2018.

Safar juga telah mendapat jawaban dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) Provinsi Aceh, kedua instansi tersebut menjelaskan tidak memberikan perintah untuk melakukan konversi nasabah ke Syariah dan juga penutupan bank konvensional di Aceh, pun demikian proses penutupan bank konvensional tetap berjalan sampai saat ini.

Oleh karena itu Safar mendaftarkan gugatan ke Pengeadilan Negeri Jakarja Pusat karena merasa dirugikan dan menganggap penutupan bank konvensional di Aceh ini adalah perbuatan yang melanggar hukum dan bertentangan dengan sila ke lima pancasila yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, perkara di daftarkan pada hari kamis, 3/12 dengan register Perkara Nomor 718/Pdt.G/2020/PN.Jkt.Pst

Safaruddin menjelaskan, semangat dari Qanun LKS adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Aceh, makanya dalam pasal 21 Qanun No 8 tahun 2014 disebutkan bahwa setiap bank konvensional yang sudah dan akan beroprasional di Aceh harus membuka unit usaha syariah, disitulah letak istimewanya Aceh karena semua lembaga keuangan konvensional harus membuka unit usaha syariah, dan tentu akan banyak lembaga keuangan di Aceh misalnya di  provinsi lain ada 10 perbankan, maka di Aceh ada 20 karena tambahan syariahnya 10 lagi, dan dengan banyaknya lembaga keuangan tentu akan membuka lebih banyak lapangan kerja, perputaran modal, dan masyarakat Aceh lebih leluasa dalam memilih produk perbankan mana yang akan di pilih, namun Qanun LKS ini juga mewajibkan Pemerintah Aceh. Kabupaten dan Kota untuk melakukan penguatan Bank Syariah dengan mewajibkan seluruh transaksi keuangan pemerintah di Bank Syariah.

“Jadi pemahaman tentang Qanun LKS ini dengan melakukan konversi nasabah konvensional ke syariah dan penutupan bank koanvensional di Aceh adalah keliru, dan saya sudah sampaikan itu ke OJK, BI, DPRA dan beberapa bank konvensional termasuk mandiri, BCA dan BRI, namun sampai saat ini tidak ada tindakan apapun malah proses penutupan bank konvensional tetap berjalan, oleh karena ini saya minta ke pengadilan untuk menghentikan proses penutupan bank konvensional ini karena akan merugikan saya dan juga masayarakat Aceh yang merupakan nasabah konvensional,” jelas Safar saat mendaftarkan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang di dampingi oleh Sekjen JARI, Suhaimi. (Red)