
Oleh: Fauzan Azima
Awal kebangkitan GAM, pasca jatuhnya Soeharto dari kursi kepresiden pada tahun 1998, Wilayah Linge meliputi Aceh Tengah, Bener Meriah, Gayo Lues, Aceh Tenggara dan Tanah Karo.
Menjelang Darurat Militer pada 19 Mei 2003 Wilayah Linge dimekarkan menjadi tiga wilayah, yaitu; Wilayah Linge meliputi Aceh Tengah dan Bener Meriah, Wilayah Gayo Lues, Wilayah Alas dan Tanah Karo.
Panglima Wilayah Linge, Fauzan Azima dan Tengku Husni Jalil sebagai gubernur, Wilayah Gayo Lues sebagai Panglima, Tengku Nada Jamil dan Gubernur Tengku Sur Pining, serta Wilayah Alas dan Tanah Karo dipimpin Panglima Tengku Win KK dan Tengku Haliyan sebagai gubernur.
Dibandingkan Wilayah Linge dan Gayo Lues, Wilayah Alas dan Tanah Karo relatif aman. Bahkan pada saat Darurat Militer dan Darurat Sipil, pasukan GAM di sana masih bisa memasok peluru dan senjata.
Ketika pasukan Wilayah Linge terkepung oleh pasukan Indonesia, yang menyebabkan pasokan logistik sulit didapat, maka pilihannya adalah hijrah ke Wilayah Alas dan Tanah Karo yang berdaulat.
Medio November 2004, Tengku Junaidi atau Pang Genancing memimpin pasukan bergerilya sampai ke Tanah Karo, yakni kawasan Bukit Lawang, Bahorok, dengan pasukan beranggotakan; Tengku Salihin atau Pang Gegur, Pang Iguana, Pang Baju Panas, Pang Donat, Pang Leo dan pasukan GAM Wilayah Gayo Lues.
Pada saat itu, pasukan GAM tidak mengetahui ada operasi rutin TNI di lembah Mardinding. Ketika pasukan GAM melintasi kawasan itu langsung terjadi kontak tembak yang menyebabkan Pang Gegur yang berasal dari Samarkilang tertembak.
Pasukan mundur ke tengah hutan sambil menggendong bergantian Pang Gegur yang sudah tidak bisa berjalan lagi. Setelah merasa aman dari kepungan TNI, pasukan bermalam di tengah hutan.
Pada keesokan harinya, Pang Gegur syahid karena terlalu banyak kehilangan darah. Dengan penuh duka, pasukan GAM menguburkan Pang Gegur di tengah hutan.
Beberapa hari kemudian, pasukan GAM bertemu dengan masyarakat Karo di sana, yang menyambutnya sebagai saudara satu keturunan, yakni sama-sama berasal dari Linge. Dari informasi mereka, pasukan mengetahui bahwa anggota TNI yang gugur dalam perang itu berjumlah 9 orang.
Ketika damai RI dan GAM, pasukan dan pihak keluarga Pang Gegur berencana memindahkan jenazahnya ke Samarkilang, tetapi masyarakat Karo tetap bersikukuh agar tidak dipindahkan makamnya. Mereka beranggapan bahwa Pang Gegur adalah pahlawan mereka.
Syahidnya Pang Gegur seperti mengulang sejarah, syahidnya Abu Bakar Aman Dimot yang gugur pada tanggal 30 Juli 1949 dan dimakamkan di daerah Tiga Binanga, Tanah Karo. Mereka juga tidak mengizinkan jenazahnya dipindahkan dari sana.
Mendale, Sabtu, 13 Juni 2020
Penulis Merupakan mantan Panglima GAM Wilayah Linge