Iklan DPRK Aceh Utara untuk JMSI

Iklan Lintas Nasional

Kondisi Memanas, Ini Titah Prabowo Tentang Ancaman Perang di Laut China Selatan

LINTAS NASIONAL – JAKARTA, Situasi di Laut China Selatan (LCS) memanas. Klaim China yang menguasai 80% LCS atau 2.000 km area dan latihan militer pekan lalu, mengundang AS masuk ke perairan.

Sama dengan China, AS juga mengoptimalkan militernya dari Pasifik. Menjaga kebebasan, digaungkan AS di kawasan ini.

Pekan lalu bomber B-52H dan dua kapal induk Nimitz dan USS Ronald Reagon melakukan latihan perang di kawasan. Sedangkan China, yang juga melakukan latihan serupa lebih dulu, menyiagakan militer di Kepulauan Paracels dan menyiagakan senjata anti pesawat terbang, DF-21D dan DF-26.

Ketegangan yang terus meningkat dalam beberapa waktu terakhir membuat ramalan perang kedua negara di LCS makin nyata.

“Meski konflik bersenjata antara AS-China sangat kecil secara perhitungan, kami melihat aset militer mereka beroperasi secara teratur dan tinggi di wilayah maritim yang sama,” kata Collin Koh Swee, seorang peneliti dari Singapura, ditulis Bloomberg.

Interaksi dari aset-aset kedua pihak yang bersaing ini bisa menciptakan peluang … sengaja atau tidak sengaja yang berpotensi membakar dan meningkatkan eskalasi. Ini adalah risiko yang tak bisa didiskon.”

Sikap RI

Dilansir dari cnbcindonesia, Kementerian Pertahanan menegaskan Indonesia tidak akan memihak siapapun jika perang terjadi antar kedua negara. Pernyataan itu disampaikan oleh Juru Bicara Kementerian Pertahanan, Dahnil Anzar Simajuntak saat dikonfirmasi CNBC Indonesia dalam wawancara Squawk Box.

“Itu merujuk dan berpijak pada konstitusi kita, yaitu terlibat dalam ketertiban umum kemudian ketertiban dunia, kemudian menjaga perdamaian abadi, kemudian menghormati kemerdekaan. Itu posisi kita,” tegas Dahnil.

“Kemudian kedua, tentu posisi kita juga adalah posisi bebas aktif. Kita kan tidak terkait dengan Pakta Pertahanan manapun. Kita tidak pernah bergabung dengan Pakta Pertahanan manapun sehingga posisi kita tentu adalah menjaga jarak yang sama, kedekatan yang sama, dengan semua negara di dunia.”

Lebih lanjut, Dahnil mengatakan bahwa Indonesia sendiri sudah cukup siaga untuk mengantisipasi jika terjadi konflik yang lebih mendalam antara berbagai negara di perairan yang menjadi salah satu jalur utama perdagangan dunia itu.

“Terkait dengan misalnya makin panasnya Laut China Selatan, untuk menjaga, secara teknis kedaulatan kita tentu angkatan laut, angkatan udara sudah terus berjaga di Laut Natuna. Itu upaya berjaga-jaga. Tapi kemudian posisi kita tentu adalah posisi peace maker,” jelasnya pada Kamis 7 Juli 2020

Dahnil juga menegaskan bahwa Menteri Pertahanan (menhan) Prabowo Subianto telah secara aktif melakukan komunikasi, baik langsung ataupun via telepon, dengan menhan negara-negara kawasan, seperti Filipina, Malaysia dan Australia. Prabowo juga telah berkomunikasi dengan menhan Amerika, Jepang dan Rusia.

“Terakhir ini masa Covid-19 semuanya beliau telepon, semuanya bicara tentang kita harus menjaga perdamaian. Kenapa? Karena situasi Covid-19,” tegasnya.

“Kami pahami sekarang makin panas Laut China Selatan, Australia sudah ikutan, misalnya mengirim kapal perang mereka. Kemudian India dengan China makin panas, kemudian Amerika apalagi dengan China juga makin panas, kemudian negara-negara di kawasan itu semuanya bersiap dan sebagainya.”

“Nah yang ingin disampaikan oleh Indonesia melalui Pak Menhan, semuanya harus menjaga diri dan kita di kawasan, Pak Menhan selalu menyatakan jangan sampai kemudian kawasan kita di sekitar Laut China Selatan kemudian jadi battle ground begitu. Yang bertempur negaranya tidak di situ, tapi kemudian itu jadi battle ground kita seperti di Timur Tengah dan sebagainya. Jadi posisi kita tentu adalah posisi peace maker.”

Sementara itu, saat menjawab isu yang menyebut bahwa Indonesia mungkin akan memihak pada China karena negara yang dipimpin Presiden Xi Jinping itu banyak menyuntikkan dana investasi ke Indonesia, Dahnil mengatakan bahwa hal itu tidak akan mempengaruhi posisi RI.

“Saya pikir tidak ada kaitannya dengan itu. Amerika juga adalah sahabat strategis kita. Juga kemudian apakah kemudian kita berpihak kepada Amerika? Itu tidak ada posisi terkait dengan itu.” paparnya.

“Yang jelas kita selalu kembali kepada konstitusi kita dan upaya kita melakukan diplomasi perdamaian kita maksimalkan. Apakah kita didengar? Apakah hasilnya bagaimana nantinya, setidaknya upaya-upaya ini terus kita lakukan.”

LCS memiliki banyak kekayaan alam termasuk cadangan migas yang besar, ikan hingga logam tanah jarang atau Rare Earth Element (REE) yang aplikasinya banyak untuk industri hilir berteknologi tinggi.
Menurut Council for Foreign Relations (CFR), di LCS ada sekitar 900 triliun kaki kubik gas alam.

Angka ini tentunya sangat fantastis. Jika memang benar cadangan gas yang ada mencapai sebanyak itu, maka LCS memang wilayah yang kaya sumber daya alamnya.

Sumber lain dari American Security Project menyebutkan bahwa cadangan gas di LCS mencapai 266 triliun kaki kubik dan menyumbang 60% – 70% dari total cadangan hidrokarbon teritori tersebut. Tak hanya estimasi cadangan gas saja yang beragam, tetapi juga berlaku untuk cadangan minyaknya.

Ada yang memperkirakan cadangan minyak LCS mencapai 7,7 miliar barel. Sementara estimasi lainnya memperkirakan jumlahnya mencapai 213 miliar barel atau hampir 80% dari cadangan minyak Arab Saudi, tapi info ini di tahun 2012. (cnbc)