LINTAS NASIONAL – MALAYSIA, Banyak dari jutaan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ilegal di Malaysia menghadapi kesulitan di tengah pandemi Covid-19, sementara Kedutaan Besar RI di Kuala Lumpur dianggap tidak memberikan bantuan maksimal untuk mereka.
Pernyataan tersebut dikatakan oleh Migrant Care, sebuah LSM yang bergerak dalam masalah perlindungan pekerja migran Indonesia.
Dalam percakapan dengan ABC Indonesia pada Rabu 15 Juli 2020, Alex Ong Perwakilan Migrant Care di Malaysia mengatakan, perekonomian di Malaysia masih sulit, meski sekarang pembatasan pergerakan orang di Malaysia sudah dicabut menyusul situasi Covid-19 yang terkendali.
“Banyak pekerja migran yang masih tidak bisa bekerja. Anak-anak, mereka yang sakit dan lansia adalah yang paling rentan,” kata Alex.
“KBRI tidak begitu responsif terhadap kesusahan para warga Indonesia yang sedang menghadapi krisis,” tambahnya.
Tidak diketahui persis berapa jumlah pekerja migran Indonesia yang tidak memiliki dokumen sah di “Negeri Jiran”.
Namun angka yang disepakati oleh Migrant Care dan KBRI Kuala Lumpur ada sekitar 2,5 juta-3 juta orang, sementara pekerja migran resmi sekitar 1,2 juta orang.
“Banyak yang kehilangan pekerjaan. Bantuan makanan sudah dihentikan. Banyak perusahaan yang tutup dan tidak memenuhi kewajiban membayar gaji sebelumnya,” katanya.
“Banyak hotel juga tutup dan pekerja migran di industri ini karenanya ikut merasakan akibatnya.”
Alex mempertanyakan peranan KBRI Kuala Lumpur dalam membantu migran mengalami kesulitan saat ini.
“Kehadiran pemerintah Indonesia di tengah krisis ini lebih bersifat birokratis. Layanan imigrasi online sempat dihentikan selama 52 hari, sehingga pekerja migran yang harus memperbarui dokumen mereka menghadapi masalah,” katanya.
“KBRI terlihat sibuk, mereka seperti rumah yang bergerak aktif namun tidak membuat banyak kemajuan guna melindungi pekerja migran,” tambahnya.
Mempertanyakan empati perwakilan RI di luar negeri
Direktur Eksekutif Migrant Care di Jakarta, Wahyu Susilo, juga menyerukan agar perhatian lebih banyak diberikan kepada pekerja migran dan pejabat Indonesia di luar negeri menunjukkan simpati kepada mereka.
Kepada ABC Indonesia Wahyu Susilo mengatakan, memberikan pembelaan dan perlindungan kepada pekerja migran seharusnya menjadi bagian tak perpisahkan dari kegiatan diplomasi para diplomat dan pekerja perwakilan Indonesia di luar negeri.
“Jangan anggap kerja untuk pembelaan pekerja migran adalah pekerjaan menerima sampah,” tegasnya.
“Dan jangan pernah memandang rendah pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan pekerja migran sehingga memberi implikasi diskriminasi dengan memperlakukan mereka,” kata Wahyu.
Sebelumnya ia mengaku “tensi saya meninggi” setelah mendengar pernyataan para perwakilan RI yang tidak memiliki empati pada pekerja migran Indonesia di masa pandemi Covid-19 yang disampaikan dalam dua webinar.
“Mereka cenderung selalu menyalahkan para pekerja migran Indonesia yang tidak berdokumen, sementara mereka tidak sadar bahwa semasa Covid-19 kantor perwakilan RI mengurangi durasi waktu layanan dokumen,” tulisnya di akun Facebok miliknya.
Wahyu menilai kantor perwakilan RI yang sebenarnya menjadi masalah dalam keterlambatan pengurusan dokumen para pekerja migran.
Kondisi menyedihkan terutama perempuan dan anak-anak
Dari Migrant Care Malaysia, ABC Indonesia menerima beberapa foto yang menunjukkan keadaan sejumlah pekerja migran asal Indonesia, terutama perempuan, yang hidup dalam situasi memprihatinkan.
Kepada ABC Indonesia, Yani asal Indonesia menceritakan suaminya yang sekarang bekerja di Kuala Lumpur dan tak memiliki dokumen.
“Sekarang suami saya sebagai sopir truk muatan pasir setelah pindah dari bos yang sebelumnya,” kata Yani.
“Itu pun dengan gaji yang belum tahu kejelasannya.”
Yani mengaku jika suaminya harus berhenti dari pekerjaan sebelumnya karena tidak bisa memberikan kelengkapan dokumen surat kesehatan yang dibutuhkan.
“Statusnya gelap karena usianya yang sudah 52 tahun, sehingga kesulitan membuat permit (izin) di sana,” kata Yani.
“Dulu dia sudah pernah bikin permit, tiga kali menjalani prosedur di sana, tapi selalu gagal.” tambahnya.
Ketika ditanya apakah suaminya pernah dan sudah mendapat bantuan dari KBRI Kuala Lumpur, Yani mengatakan suaminya belum mendapat bantuan apapun.
“Dia pernah minta bantuan ke KBRI soal sembako. Sebenarnya dari KBRI sudah menginformasikan untuk mengambilnya.”
“Namun karena waktu dan jarak tempuh yang tidak memunngkinkan untuk mengambil hari itu, akhirnya bantuan tersebut tidak diambil,” jelasnya kepada ABC Indonesia.
KBRI Malaysia sudah memberikan bantuan
KBRI Kuala Lumpur mengatakan kepada ABC Indonesia jika mereka sudah melakukan berbagai hal untuk membantu TKI yang tak memiliki dokumen tersebut.
Sementara itu, Koordinator fungsi Pensosbud KBRI Kuala Lumpur Agung Cahaya Sumirat merinci beberapa hal yang sudah dilakukan untuk membantu warga Indonesia selama pandemi Covid-19.
“Sejauh ini peran KBRI dalam membantu warga antara lain memberikan keringanan biaya rumah sakit bagi yang sakit, menampung perempuan WNI yang perlu perlindungan di shelter (penampungan),” kata Agung.
“Kita juga membantu kepulangan mereka yang selesai kasus, membantu mengurus masalah terkait hak tenaga kerja, membantu mediasi dengan agen dan majikan.”
Agung juga mengatakan, KBRI Kuala Lumpur sudah membantu untuk mengontak keluarga pekerja migran, meminta keringanan untuk denda imigrasi, serta memverifikasi status kewarganegaraan bagi yang tak memiliki dokumen.
Untuk bantuan makanan, Agung mengaku jika KBRI Kuala Lumpur sejauh ini sudah mendistribusikan hampir 140.000 paket sembako kepada warga yang membutuhkan.
“Untuk saat ini operasi dalam skala besar kita hentikan sementara karena situasi yang relatif membaik,” tambahnya.
Sementara bagi pekerja migran yang hendak pulang ke Indonesia, Agung mengatakan KBRI Kuala Lumpur telah menerbitkan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP).
Agung mengatakan ada 1.900 SPLP yang sudah dikeluarkan KBRI Kuala Lumpur selama pandemi virus corona.
“Bagi yang akan pulang, KBRI mengingatkan kalau sudah pulang ke Indonesia, akan sulit kembali bekerja di Malaysia, mengingat kebijakan pengetatan perbatasan Pemerintah Malaysia saat ini.” (kompas.com.)