LINTAS NASIONAL – BANDA ACEH, Kekosongan Wakil Gubernur Aceh pendamping Nova Iriansyah periode 2020-2022 sisa 20 bulan lagi masa jabatan kembali mendapat sorotan publik.
Pengamat kebijakan publik dan politik Aceh Usman Lamreung mengatakan diwaktu tinggal sedikit lagi seharusnya posisi wakil Gubernur Aceh sudah mendapat titik temu serta kesepakatan dengan Partai pengusung
“Masalah penentuan Wagub harus segera diselesaikan dan pemerintahan Nova Iriansyah bisa fokus bekerja maksimal merealisasikan sisa program kerja yang sudah ditetapkan RPJM Aceh,” kata Usman
Kerena Usman menilai posisi Wagub sangat besar peranan dalam membantu Gubernur dalam menjalankan tugasnya, masih sangat banyak PR yang belum terselesaikan dan di implementasikan seperti masalah kemiskinan, pengelolaan APBA 16 Triliun tahun ini, berbagai turunan UUPA belum terealisasikan yang butuh negosiasi politik dengan Jakarta.
“Sangat banyak masalah yang urgent yang harus segera diswlesaikan ditambah lagi bencana alam dan non alam, seperti banjir, pandemi Covid-19, berbagai masalah lainnya, tentu Gubernur membutuhkan posisi Wakil Gubernur,” tegas Usman yang juga akademisi Universitas Abuyatama tersebut.
Namun kata Usman sangat disayangkan hingga saat saat ini Nova Iriansyah dan partai pengusung belum menentukan calon, ia menilai Gubernur Aceh Nova sengaja mengulur-ngulur waktu,
“Patut diduga beliau sepertinya tak rela ada pendamping, padahal sangat penting segera mungkin mengisi posisi wagub Aceh dalam sisa waktu 20 bulan lagi, pengisian posisi Wakil Gubernur adalah perintah undang-undang yang harus dilaksanakan oleh Gubernur dan DPRA,” ketus Usman
Seperti yang telah diatur dalam Pasal 176 Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No.1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang-Undang.
Usman menjelaskan ketentuan yang mengatur jabatan Wakil Gubernur diatur dalam UU Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Pasal 63 ayat 1 menyebutkan kepala daerah dibantu oleh wakil kepala daerah
“Bila ini tidak segera dilaksanakan, untuk mengisi kokosongan Wakil Gubernur, berati Gubernur Aceh melakukan pengangkangan regulasi dan mencederai keadilan rakyat, jangan terus bergulat pada dinamika politik elit, perdebatan yang tak ada kesudahan di ruang publik, pada akhirnya publik semakin tidak lagi percaya pada elit, eksekutif dan legislatif kalau Gubernur serius dan konsisten menjalankan perintah UU, mungkin masalah Wagub sudah selesai dan Januari ini sudah bisa bekerja,” lanjut lulusan S2 ilmu politik UGM tersebut
Menurutnya, Wagub Aceh berbeda dengan fungsi Wagub daerah lain, decara umum Wagub memang membantu tugas Gubernur, diluar tugas bidang Kesra (Pendidikan, Kesehatan, Sosial, Pemuda, Agama dan lainnya) yang umum, yang saat ini kurang dapat dikelola Nova, juga ada tugas yang selalu diemban Wagub yaitu terkait kekhususan Aceh sebagai Daerah penyandang Syariat Islam dan kekhususan Aceh lainnya, termasulk mengawal perdamaian Aceh dan Realisasi MoU Helsinki.
“Berdasarkan kekhususan Aceh, secara faktual Nova secara kapasitas perlu pendamping menjalankan pemerintahan terkhusus rumpun Kesra, begitu juga DPRA, harus juga berperan mendorong pemerintah Aceh, untuk segera melaksanakan perintah Undang-Undang, jangan hanya menunggu. DPRA juga bertanggung jawab, dan meminta pemerintah Aceh segera menyerahkan nama calon Wagub Aceh, fungsi yang ada seharusnya digunakan sebaiknya,” kata Usman lebih lanjut
Katanya, jika DPRA diam dan tidak melakukan tindakan apapun terhadap sikap Gubernur yang belum mengeluarkan surat resmi pemberitahuan perihal kekosongan Wagub, ia menduga, DPRA secara sadar turut melakukan pembangkangan regulasi bersama Gubernur.
“DPRA bukan semata bertugas memilih Wagub, tetapi turut mendorong Gubernur mengeluarkan surat dimaksud. Bisa menyurati langsung Gubernur atau melalui mendagri, jangan-jangan DPRA “tersandera”, sehingga takut bertindak,” pungkas Usman Lamreueng (Red)