LINTAS NASIONAL – BANDA ACEH, Elemen masyarakat sipil yang terdiri dari Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh, Relawan Perempuan Untuk Kemanusiaan (RPuK), KontraS Aceh dan Komunitas Tikar Pandan telah melakukan penelusuran rekam jejak terhadap calon komisioner Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh periode 2021-2026.
Hal itu disampaikan Syahrul selaku Direktur LBH Banda Aceh dalam Realesenya kepada lintasnasional.com Jum’at 29 Oktober 2021.
Menurut Syahrul, penelusuran rekam jejak ini dilakukan atas dasar Pasal 12 ayat (4) huruf d Qanun Nomor 17 Tahun 2013 tentang KKR Aceh yang membuka ruang partisipasi publik dalam penjaringan calon komisioner.
Syahrul mengatakan, pertimbangan lain yang menjadi penelusuran rekam jejak ini adalah; pertama, mendorong proses rekruitmen calon komisioner KKR Aceh periode 2021-2026 secara terbuka, jujur, dan objektif.
Kedua, untuk menyampaikan masukan kepada panitia Seleksi serta Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh terkait rekam jejak calon Komisioner KKR Aceh periode 2021-2026, dan untuk mendapatkan calon komisioner yang berkualitas dan berintegritas.
Penelusuran rekam jejak itu, sebut Syahrul, telah dilakukan sejak 10 sampai 25 Oktober 2021 dengan menelusuri aspek-aspek ketaatan hukum, integritas personal, sensitivitas gender dan kelompok minoritas, serta kapabilitasnya.
“Aspek lain yang juga ditelusuri adalah soal relasi calon dengan Partai Politik/Ormas/dan kelompok yang terlibat dalam konflik bersenjata, berikut juga tentang kinerja dalam lingkup tanggung jawabnya dan lingkungan sosial,” katanya.
Selain itu, Syahrul juga menyebutkan, metode penelusurannya dengan cara investigasi dan wawancara dengan para pihak. Di samping juga dilakukan dengan menelusuri jejak digital secara daring.
“Sejauh penelusuran yang dilakukan banyak ditemukan bahwa ada sejumlah calon komisioner yang mendaftar, namun sama sekali tidak bersinggungan dengan isu terkait kerja-kerja KKR,” imbuhnya.
Sementara itu, Syahrul menjelaskan, ditemukan pula para calon yang bermasalah secara integritas dan profesionalitas pada tempat kerja sebelumnya.
Temuan berserta sejumlah rekomendasi tersebut, menurutnya, telah diserahkan kepada Pansel Calon Komisioner KKR Aceh 2021-2026 pada 29 Oktober 2021 di Ruang Banggar DPRA.
“Temuan ini diterima langsung oleh Ketua Pansel beserta anggota. Setelah penyerahan temuan elemen masyarakat sipil mendiskusikan temuan-temuan yang ada dan berharap ia menjadi bahan pertimbangan dan jadi bahan awal untuk dapat didalami lagi pada proses wawancara,” paparnya.
Ada pun rekomendasi dimaksud antara lain, meskipun kinerja Komisi Kebenaran Dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh periode 2021-2026 saat ini dinilai kurang progresif, tetapi dipandang penting untuk tetap memilih minimal satu calon yang berasal dari incumbent untuk disampaikan ke DPRA dalam 21 nama calon untuk mengikuti uji kelayakan dan kepatutan.
Hal ini, sebut Syahrul, penting, mengingat keberlanjutan program-program kerja KKR periode sebelumnya. Hal penting lainnya untuk menghindari “gagap proses” dalam melaksanakan proses kerja-kerja KKR baik secara administratif maupun subtansi.
Selanjutnya ia menjelaskan, dalam proses wawancara, pastikan salah satu hal yang krusial terkait dengan kesediaan bekerja penuh waktu. Karena selama ini, ada Komisioner yang jelas tidak bekerja penuh waktu, totalitas dengan kewajibannya sebagai Komisioner.
Bersebab itulah, lanjut Syahrul, penting untuk mempertegas hal ini sehingga tidak ada kerja sampingan atau aktivitas lainnya yang juga menyita waktu sebagaimana diatur dalam pasal 11 huruf o Qanun Aceh No. 17 Tahun 2013 tentang KKR Aceh.
“Hal tersebut juga dipertegas dengan meminta calon menandatangani kesediaan bekerja penuh waktu saat melakukan pendaftaran,” terangnya.
Sementara itu, ia juga menyebutkan, pertimbangan keterwakilan menjadi kunci. Dari sejumlah nama calon perempuan, panitia seleksi harus benar-benar melihat kapasitas dan integritas yang baik. Pula hal yang sama juga berlaku bagi calon laki-laki.
Ia berharap, tetap ada minimal dua calon perempuan terpilih kedepan, sehingga diharapkan panitia seleksi dapat calon perempuan diatas angka minimal tersebut untuk mengikuti tahapan selanjutanya di DPRA.
“Pansel KKR Aceh jilid II diharapkan benar-benar berani untuk memilih kandidat yang berintegritas dan bebas dari intervensi politik. Hal demikian diperlukan untuk melahirkan para kandidat yang ideal untuk dipilih oleh DPRA melalui fit & propertest,” tutupnya. (Adam Zainal)