Oleh: Fauzan Azima
Ketiadaan dana sangat berpengaruh terhadap pergerakan pasukan. Kemp yang dihuni ratusan pasukan perlu dana untuk keperluan pangan, sandang, rokok, peluru dan senjata. Pimpinan perlu bijak dalam menyikapi hal yang berkaitan dengan keuangan.
Citra gerilyawan yang santun harus dijaga untuk mendapatkan simpati dari masyarakat luas. Kalau pun harus bertindak harus membuat kamuflase seolah yang berbuat adalah musuh. Walaupun masyarakat sangat mudah mengidentifikasi bahwa siapa pelaku sebenarnya.
Teungku Salman alias Pang Singa bersama Teungku Win Kaka, Teungku Syafi’i alias Pang Tapa dan pasukan lainnya menginisiasi untuk mencari dana dengan sasaran Truck Tangki Pertamina. Besar harapan para pemilik truck itu akan membayar uang tebusan, seperti yang dilakukan oleh pasukan di wilayah lain.
Pasukan dengan penuh semangat bergerak menuju sasaran. Mereka mendapatkan informasi dari “kaki tangan” yang berada di Pasar Simpang Tiga, bahwa jalan KKA di kawasan Kampung Bale Atu (sebelum dibangun Bandara Rembele sekarang) menjadi lintasan hilir mudik truck tangki minyak Pertamina. “Kaki tangan” itu sangat serius meyakinkan pasukan.
Sangat mudah mengidentifikasi truck itu dengan dua mata yang normal. Truck warna merah membawa jenis binsin, sedang yang berwarna biru membawa minyak jenis solar dan masing-masing dengan jelas pada tangkinya atau pada kaca depan tertulis “Pertamina”. Sedangkan truck tangki warna hijau tua sudah dipastikan milik TNI.
“Manakah dari ketiga truck tangki yang biasa lewat di sana?” tanya pasukan untuk memastikan jangan sampai salah sweeping truck tangki yang berwarna hijau tua.
“Pokoknya truck tangki yang membawa minyak bukan milik TNI” tegas kaki tangan itu meyakinkan pasukan.
Pasukan pun mengatur strategi, “kaki tangan” diberi tugas; siapa melakukan apa? Dan pada posisi di mana dia bereaksi? Mereka masing-masing dibekali radio HT. Sebagian dari mereka memberikan informasi pergerakan truck tangki itu dan sekelompok lagi bertugas untuk menyetop dan mengarahkan ke tempat yang sudah ditunggu pasukan pimpinan Teungku Salman.
Pada sore hari yang cerah itu, pasukan mendapatkan berita yang menggembirakan bahwa “informan” mengabarkan dari arah Pasar Simpang Tiga sebuah Truck Tangki minyak sudah mengarah ke kawasan kampung Kampung Bale Atu. “Kaki tangan” dengan percaya diri turun ke jalan, tanpa senjata menyetop truck tangki itu dan meminta kepada sopirnya untuk mengarahkan truck itu ke semak-semak yang sudah ditunggu oleh pasukan.
Berdasarkan informasi, sopir itu juga telah menjual minyaknya dan membawa uang cash. Artinya, tidak perlu meminta tebusan kepada “tokenya”. Cukup membawa uang hasil penjualan minyak itu, yang diperkirakan mencapai ratusan juta rupiah.
Tentu saja pasukan sangat senang mendengar deru mesin truck itu mengarah ke tempatnya, tetapi begitu melihat truck berwarna kuning dan bertuliskan “Tangki Tinja” senyum pasukan menjadi kecut. Pasukan antara marah dan tertawa dengan ketidakpahaman “kaki tangan” itu dalam membedakan “tangki minyak” dengan “tangki tinja.”
Pasukan pun sangat kesal, kembali ke Kemp dengan langkah lunglai, namun kadang-kadang tertawa geli kalau mengingat “kasus mal sweeping” itu.
Kasus “mis informasi” juga terjadi di Blangkejeren. Pasukan Pang Ganir, Pang Bram, Pang Lane dan lainnya mendapatkan berita bahwa sebuah truck membawa uang, pada kaca depannya bertuliskan “Allahu Akbar” akan melintas ke arah pasukan.
Pasukan pun bersiap untuk menyetopnya, tetapi untung mereka sangat awas, ternyata truck reo akan melintas, yang pada bagian atap depannya sudah siap dengan senjata minimi siap tembak. Pasukan pun segera sembunyi bertiarap dan membiarkan truck reo itu lewat.
Penulis Merupakan Eks Panglima GAM Wilayah Linge
(Mendale, 31 Desember 2021)