LINTAS NASIONAL – ACEH BESAR, Sejak peresmian Krueng Aceh di era Gubernur Ibrahim Hasan pada era 1990-an, masyarakat yang berdekatan dengan Daerah Aliran Sungai (DAS) Krueng Aceh dari Alue Naga Banda Aceh hingga Indrapuri Aceh Besar diberikan hak guna untuk mengelola lahan tersebut menjadi lahan produktif yang dapat menggerakkan urat nadi pendapatan keluarga.
Dengan diberikan izin hak mengelola lahan di DAS Krueng Aceh oleh pemerintah melalui lembaga terkait, masyarakat mengelola lahan tersebut seperti bertani, berternak, membuka berbagi usaha dan lainnya.
“Dampaknya adalah sejumlah keluarga yang gigih dalam berusaha dalam mencari nafkah di sepanjang DAS itu terangkat kesejahteraannya. Para pemimpin dulu sangat pro rakyat kecil. Terasa aneh kalau sekarang ada elite negeri di Aceh Besar yang mau hancurkan ekonomi mereka,” kata Usman Lamreung, akademisi Universitas Abulyatama Aceh Besar, kepada awak media, Rabu 19 Agustus 2020.
Usman menambahkan, setelah sekian waktu berjalan, dan DAS bantaran Krueng Aceh memberikan dampak positif pada masyarakat sekitar dengan mulai berkembangnya berbagai usaha kecil-kecilan, masyarakat seputaran DAS Krueng Aceh tiba-tiba dikejutkan dengan keluar kebijakan Pemerintah Aceh dan Pemerinta Kabupaten Aceh Besar melalui surat No.614/2804, tanggal 06 Juli 2020, tentang Pembongkaran dan Pemebersihan Bantaran Sungai Krueng Aceh.
Menurut Usman, pengelolaan DAS oleh masyarakat Aceh Besar tidak menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan seperti banjir, kebakaran dll.
“Pasca Tsunami 2004, bukankah banjir yang terjadi di Banda Aceh dan Aceh Besar tidak disebabkan karena meluapnya air Krueng Aceh. Dan bukankah selama ini berkurangnya debit air Krueng Aceh bukan karena adanya seratusan kandang sapi dan sejumlah bangunan itu?,” Usman bertanya.
“Banjir selama ini karena gorong-gorong yang bermasalah, tidak tersedia tempat penampungan sampah di pemukiman dan kurangnya debit air karena pengrusakan di hulu oleh oknum,” lanjut Usman.
Seharus pemerintah bersama dengan masyarakat mengelola DAS Bantaran Krueng Aceh sebagai salah tempat parawisata, dengan mempetimbangkan dan pengelolaan bantaran tersebut sesuai dengan aturan yang sudah ditetapkan. Ini adalah peluang besar untuk menambah kesempatan kerja masyarakat sekitar, bukan melakukan pembongkaran dan pembersihan ketika masyarakat sudah merasakan mamfaat DAS bantaran Krueng Aceh.
Maka sudah sepatutnya pemerintah menunda untuk sementara waktu pembongkaran dan pembersihan tersebut dan mencari jalan alternatif agar dampak sosial dan ekonomi saat pembongkaran ada kebijakan program, sebagai antisipasi dampak sosial ekonomi.
Dari wawancara Usman dengan beberapa warga Lamreung, pengguna lahan tersebut selama ini, DAS bantaran Krueng Aceh tersebut selama ini memberikan mamfaat yang besar buat mereka, berdampak pada peningkatan pendapatan diantaranya bertani dan berternak sapi.
Masyarakat seputaran Kemukiman Lamreung dulu memang sudah pernah disosialisaikan bahwa DAS Bantaran Krueng Aceh boleh digunakan asal tidak membangun bangunan permanen, dan berharap pada pemerintah bilapun bantaran tersebut dibongkar dan dibersihkan, berharap masih bisa digunakan, karena dampak sosial ekonomi untuk mereka sangat besar.
Usman Lamreung yang mantan volunteer BRR Aceh – Nias (2005-2009) itu menyoroti upaya penutupan sebuah cafe di Cot Iri dan berkesimpulan:
1. Cafe di Cot Iri banyak sejahterakan orang Aceh Besar seperti pedagang kopi, mi, martabak, nasi kuah beulangong, lontong, nasi guri, bulukat selai dlk.
“Kalau cafe itu dipaksa tutup, maka mereka akan jadi penganggur dan beban sosial,” Usman mengingatkan.
2. Kawasan Cot Iri jadi indah berkat ada cafe, tertata rapi dan bersih dan tdk seram dan kumuh seperti dulu.
“Dulu kawasan DAS di Cot Iri menakutkan, sering ada kriminal. Sekarang mau dimundurkan lagi? Ini kan gila,” kata dia.
3. Kawasan Cot menjadi kawasan wisata berkat cafe, banyak orang kota Banda Aceh, bahkan dari daerah lain untuk menikmati kuliner di Cot Iri.
“Apa sekarang rela kita dimundurkan pariwisata Aceh Besar? Seharusnya Pemkab Aceh Besar membantu membimbing mereka, memberikan stimulus, bukan malah hendak menghancurkan,” kata dosen yang dikenal kritis ini. (Red)