LINTAS NASIONAL – JAKARTA, OIC Youth Indonesia menanti langkah nyata pemerintah Indonesia untuk mengambil peran mendamaikan negara-negara muslim yang berkonflik seperti Kashmir (India – Pakistan), Rohingya (Myanmar) dan Nagorno-Karabakh (Armenia-Azerbaijan), selain Palestina tentunya.
Sekretaris Jenderal OIC Youth Indonesia, Astrid Nadya Rizqita menyayangkan peran Indonesia yang masih sangat minim dalam masalah sejenis. Padahal keanggotaan Indonesia sebagai DK PBB terbilang singkat yang hanya sampai 2020 dari 2018.
“Indonesia harusnya turun tangan sebagai solusi perdamaian, Sehingga ketegangan tidak berlarut-larut sebagaimana agresi oleh Armenia terhadap Azerbaijan pada Juli 2020 lalu,” katanya pada Rabu 30 Agustus 2020.
Sejauh ini imbauan pemerintah, sebagaimana tercermin dari pidato Presiden Jokowi yang hendak menjadi jembatan perdamaian dan keamanaan jangan sampai hanya berakhir menjadi sekedar slogan. Misalnya konflik Azerbaijan dan Armenia di Nagorno Karabakh yang pecah pada 27 September 2020, Indonesia penting bersikap karena sangat jelas bahwa wilayah tersebut milik Azerbaijan yang memang diakui dunia internasional sejak 1993.
“Diplomasi RI, yang saat ini dipimpin Presiden Joko Widodo dan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi perlu peta jalan yang terukur agar tidak bersikap abu-abu terhadap sesuatu yang jelas. Indonesia harusnya bersikap tegas pada Armenia, kalau perlu tinjau hubungan diplomatik dengan negara ini,” lanjut Astrid.
Padahal secara hukum intenasional, jelasnya Armenia telah melangar kesepakatan internasional, hukum humaniter internasional, terutam Konvensi Jeneva 1949 dan resolusi DK PBB 822, 853, 874, 884 tahun 1993. Maka wajar, Azerbaijan berusaha melindungi kedaulatannya dengan menerapkan counter offensive.
“Apalagi sebagai bagian dari Gerakan Non Blok (GNB), untuk bersikap tegas mendukun Azerbaijan sesuai hukum yang berlaku, dan tentu akan menguntungkan Indonesia karena dipandang kredibel dalam menegakan prinsip yang berlaku dalam pergaulan internasional,” ujar Astrid.
Sebagai bagian dari organisasi kerja sama Islam (OKI) berdasarkan pengamatan dari OIC Youth Indonesia, diplomasi Indonesia masih belum optimal. Khususnya diplomasi di dunia muslim. Organisasi ini yang menghimpun berbagai organisasi kepemudaan Islam, dalam konteks kasus tersebut merujuk pada kerangka kampanye “Justice for Khojaly” International Awareness Campaign oleh Pemuda OKI Dunia (ICYF) yang diluncurkan tahun 2008.
Hal tersebut demi memperingati sejumlah tragedi kemanusiaan yang tragedi sejak 26 Februari 1992. Berdasarkan catatan, sekitar 161 nyawa melayang sia-sia. OIC Youth Indonesia berkabung atas peristiwa tersebut yang dilaksanakan di Masjid Istiqlal, Bundaran HI, berbagai sekolah dan universitas. (Red)