LINTAS NASIONAL- BIREUEN, Konflik Gajah dengan manusia terus menerus terjadi di Aceh secara umum, dan khususnya di hutan perbatasan kabupaten Bireuen dan Bener Meriah.
Dari lanscape Daerah Aliran Sungai (DAS) Krueung Peusangan khususnya, konflik antara gajah dan manusia akan terus terjadi bila penanganannya tidak dilakukan secara konperehensif.
Hal itu diungkapkan Suhaimi Hamid, Wakil ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Bireuen kepada lintasnasional.com, Senin 11 Oktober 2021, selepas menyerahkan Mercon untuk warga Suka Tani, Kecamatan Juli, Kabupaten Bireuen.
Mercon tersebut, sebut pria yang akrab disapa Abu Suhai itu, untuk menghalau gajah yang masuk ke kebun dan lahan-lahan warga setempat dalam beberapa hari belakangan ini.
“Ini adalah bagian dari penanganan sesaat yang bisa dilakukan oleh masyarakat petani,” ujar Politisi PNA itu.
Menurut Abu Suhai, sudah saatnya pemerintah menghilangkan egosektoral masing-masing untuk duduk bersama memikirkan adanya satu kawasan untuk koridor Satwa di Aceh.
“Itu yang harus dimasukkan dalam RT-RW Aceh, agar ada penanganan secara permanen dan berkelanjutan terhadap konflik tersebut,” kata Abu Suhai.
Selain itu, Menurut informasi dari Imum Mukim Juli Selatan, kata Abu Suhai, penyebab gajah mengganggu kebun masyarakat karena maraknya penebangan ilegal.
“Sekarang ini sedang maraknya penebangan ilegal untuk kebutuhan kayu rumah dhuafa di kawasan tersebut,” imbuh Abu Suhai.
Dari Informasi warga setempat, tambah Abu Suhai, setiap hari ada suara mesin Chainsaw dalam hutan, sehingga terjadi kebisingan, gara-gara suara bising tersebut gajah masuk ke perkampungan penduduk dan mengobrak-abrik kebun warga.
“Solusinya ya harus ada ruang khusus untuk satwa, dan penegakan hukum untuk perusak hutan,” tutupnya. (Adam Zainal)