Oleh: Dr Taqwaddin Husin
Apa yang dijelaskan di bawah ini saya kutip dari respon bapak Irwandi Tgk Agam Yusuf pada FB Pak Nab Bahany. Setelah membaca isinya, saya percaya bahwa catatan tersebut dibawah ini berasal dari beliau, karena nuansa pengetahuan tentang kedokteran kental sekali dalam tulisan di bawah. Saya pikir hanya orang yang pernah kuliah kedokteran, termasuk kedokteran hewan, yang bisa menjelaskan secara gamblang terkait penularan virus dari jenazah.
Saya (Dr Taqwaddin) terus terang saja, tidak memiliki kompetensi ilmu menjelaskan perihal perlakuan jenazah Covid-19 segamblang ini. Makanya, saya mengutip pendapat Drh Irwandi Yusuf, MSc, teman dosen sekampus saya, yang kemudian menjadi Gubernur Aceh. Dibawah ini, tulisan beliau seutuhnya yang saya beri tanda dua kutip. Silakan membaca, semoga bermanfaat.
“Ini saya kasih penjelasan sedikit tentang apa yang dilakukan oleh petugas medis terhadap jenazah penderita Covid 19.
Setelah penderita meninggal, jenazah dari semua agama dibersihkan dengan desinfektan dan dibasuh dengan air termasuk juga dengan disinfektan. Bagi jenazah muslim/muslimat telah dilakukan fardhu kifayahnya di RS termasuk penguburan dilakukan oleh pihak RS.
Jenazah penderita Covid-19 yang meninggal di RS sebenarnya sudah relatif steril pada bagian luar tubuhnya. Sedangkan bagian dalam tubuh, misalnya paru dan saluran cerna tentu tidak steril.
Ketika tubuh telah mati, maka sel-sel tubuh juga akan hancur dalam waktu tertentu. Virus membutuhkan sel hidup untuk berkembang biak dengan cara dekoding dalam sel hidup, tentu replikasi tidak bisa lagi berlangsung di dalam sel yang tidak lagi berfungsi, sebab replikasi rNA gak bisa lagi berlangsung dalam sel mati. Apakah dgn demikian virusnya akan serta merta mati? TIDAK.
Partikel virus tidak akan hancur sebelum sel tubuh hancur. Sel tubuh orang yang mati karena apapun mulai rusak semenjak peredaran darah terhenti. Enzim2 penghancur milik sel sendiri akan keluar utk menghancurkan sel itu. Enzym tersebut juga menghancurkan partikel virus, Berapa lama waktu yg diperlukan utk proses penghancuran jaringan tubuh secara total maka selama itulah partikel virus masih eksis dalam tubuh mayat. Bisa sampai berbulan-bulan. Jenazah yang disimpan dalam ruang beku dapat bertahan lama sekali, demikian juga virus dalam tubuh jenazah itu.
Oleh karena itu berbahaya sekali bila mayat orang yang meninggal karena penyakit menular diutak-atik oleh orang awam atau orang yang tidak punya pengetahuan tentang mikro organisme.
Kembali kepada kasus jenazah penderita Covid-19 yang dibawa lari oleh keluarga utk difardhu kifayahkan (dimandikan, dikafankan, dishalatkan, dan dikuburkan).
1. Jika mayat tersebut telah dilakukan desinfeksi oleh pihak rumah sakit, maka dapat dikatakan tubuh bagian luar mayat relatif aman. Tapi tidak dijamin aman 100%. Namun jika petugas RS tidak melakukan desinfeksi thd mayat, maka penularan virus tetap sama seperti dari orang hidup.
2. Dalam proses pensucian terhadap jenazah, dalam prosedurnya termasuk menekan-nekan tubuh jenazah untuk mengeluarkan kotoran yang harus keluar, seperti material dan cairan dari perut yg keluar dari anus dan mungkin juga lewat mulut dan hidung. Demikian juga cairan dari rongga pernapasan yg akan keluar lewat hidung dan mulut.
Material dan cairan ini sangat menular.
Jika tempat dan sekitaran terkontaminasi dengan material dan cairan dari tubuh mayat tsb maka tempat itu akan menjadi sumber penularan baru. Orang2 yg memandikan mayat jika tidak melakukannya sesuai prosedur spt di RS (menggunakan APD) pasti terkontaminasi dan menjadi sumber penularan kepada orang lain.
3. Peluang tertular virus berikutnya adalah saat pengkafanan.
Bila dalam pengfardhukifayahan itu dilakukan sesuai dengan standard protokol Covid-19 dalam penanganan jenasah, maka dapat dikatakan penularannya sangat minim sekali.
Tetapi bagaimana jika tidak mengikuti protokol dimaksud? Jika terjadi penularan akibat kecerobohan ini, maka tanggung jawab di dunia dan akhirat ada pada orang2 yang melakukan perampasan jenazah.
Saya mengerti ikatan batin dan perasaan pihak keluarga, tapi saya harus mengatakan pendapat saya sesuai dgn kapasitas ilmu yang dititipkan Allah kepada saya.
Mohon maaf sebesar-besarnya, karena pendapat saya ini belum tentu sesuai dgn pendapat saudara-saudara yang lain”.
Catatan dalam dua tanda kutip di atas, adalah tulisan Pak Irwandi Bin Yusuf atau Irwandi Tengku Agam Yusuf. Hemat saya, penjelasan yang beliau berikan di atas bermanfaat untuk kita semua, dalam memperlakukan jenazah Covid-19.
Penulis merupakan Kepala Ombudsman RI Perwakilan Aceh.