LINTAS NASIONAL – BANDA ACEH, Direktur Eksekutif Lembaga Emirates Development Research (EDR) Usman Lamreung mempertanyakan kesiapan Pemkab Aceh Timur terkait rencana pengembangan gas tahap II oleh PT Medco EP Malaka dengan melakukan pengeboran pada tiga sumur tambahan yang terletak di Kecamatan Indra Makmur dan Kecamatan Nurussalam.
Hal itu disampaikan Usman dalam rangka menjaga iklim investasi dan harapan masyarakat lingkar tambang karena proyek pengembangan gas BLOK A tahap satu (2016), mulai produksi (2018), dan tahap dua (2022) sebesar US$ 76,8 juta, adalah investasi padat modal (capital intensive), yang tentunya akan membawa dampak terhadap aspek lingkungan, serta sosial, khususnya disekitar lokasi proyek migas.
Menurut Direktur Eksekutif EDR itu kegiatan eksploitasi serta pengolahan gas bumi yang berlangsung di Kabupaten Aceh Timur, diharapkan dapat meningkatkan pendapatan asli daerah, peluang tenaga kerja, dan pelaku usaha untuk dapat ikut serta berperan, tumbuh, dan berkembang.
“Karena fakta sebelumnya pada proyek pengembangan gas tahap satu (2016), dari fase konstruksi sampai produksi, warga lingkar tambang merasa ditinggalkan, sampai melakukan protes, sehingga menyebabkan “delaynya” kegiatan kontruksi saat itu,” sebut Usman
Berbagai permasalahan dan hambatan dalam pelaksanaan kegiatan eksploitasi kata Usman semata-mata disebabkan belum adanya upaya yang sungguh-sungguh dari pemerintah Kabupaten Aceh Timur dan BPMA dengan kewenangan yang dimilikinya untuk mengatur tentang tatacara pelibatan dan pemberdayaan tenaga kerja dan pengusaha lokal khususnya sekitar wilayah operasi proyek pengembangan gas BLOK A.
Ditengah gencarnya eksploitasi Migas di daerahnya, Bupati yang dipilih rakyat, hendaknya memprioritaskan kepentingan rakyatnya, melalui peraturan daerah yang mengharuskan keterlibatan operator dan kontraktor dengan melibatkan “konten lokal” pada kegiatan-kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang dapat diupayakan oleh masyarakat lokal.
“Potensi gejolak sosial dapat diminimalisir, dan resiko lainnya dapat diantisipasi, apabila operator dan kontraktor dengan diberikan ruang dan kesempatan kepada warga serta perusahaan lokal untuk memperkuat kompetensi dan alih kemampuan” ujar Usman Lamreung.
Selain pemerintah Aceh Timur, BPMA sebagai Badan Pengelolaan Migas Aceh, juga bertanggung jawab mendorong PT Medco, agar melibatkan perusahan lokal, sebagai bagian upaya peningkatan ekonomi dengan terbuka lebar kesempatan kerja. Ini adalah salah satu pengelolaan managemen konflik sosial masyarakat lokal dengan perusahaan migas, yang selama ini acap sekali terjadi.
“BPMA punya mandat besar, sumberdaya alam Aceh begitu besar, sudah sepatutnya BPMA harus mendorong perusahaan migas yang berada di Aceh membuka ruang yang seluas-luasnya bagi masyarakat, untuk mengurangi pengangguran baik di wikayah Aceh Timur dan Aceh secara umum,” pungkas Akademisi Universitas Abulyatama itu (Red)