LINTAS NASIONAL – BANDA ACEH, Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banda Aceh diminta menghadirkan sejumlah saksi kunci perkara korupsi penjualan telur ayam di UPTD BTNR milik Dinas Peternakan Aceh di Saree, Aceh Besar.
Permintaan tersebut disampaikan Junaidi, penasihat hukum terdakwa Muhammad Nasir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banda Aceh di Banda Aceh, Kamis 9 Juli 2020.
“Kami minta majelis hakim memerintahkan jaksa penuntut umum menghadirkan mantan Kepala Dinas Peternakan Aceh yang merupakan atasan langsung kedua terdakwa,” kata Junaidi.
Kedua terdakwa korupsi penjualan telur ayam tersebut yakni Ramli Hasan dan Muhammad Nasir. Terdakwa Ramli Hasan merupakan Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah Balai Ternak Non Ruminansia (UPTD BTNR) Dinas Peternakan Aceh di Saree, Aceh Besar, pada 2016-2018. Sedangkan terdakwa Muhammad Nasir merupakan asisten bendahara UPTD BTNR yang juga bawahan terdakwa Ramli Hasan.
Junaidi menyebutkan ada dua Kepala Dinas Peternakan dalam rentang waktu tindak pidana korupsi penjualan telur ayam di UPTD BTNR Saree antara 2016 hingga 2018. Kehadiran keduanya dianggap penting karena mereka merupakan atasan langsung kedua terdakwa.
“Selaku atasan langsung klien kami, terdakwa Muhamamd Nasir, mereka patut dimintai pertanggungjawaban terkait kebijakan pengadaan pakan ternak di UPTD BTNR Saree,” kata Junaidi.
Junaidi menyebutkan kliennya dijadikan terdakwa karena menggunakan uang hasil penjualan telur ayam untuk membeli pakan. Hal itu dilakukan terdakwa Muhammad Nasir selaku pelaksana di lapangan karena tidak ada anggaran pakan.
Selain dua mantan kepala dinas, Junaidi juga meminta majelis hakim menghadirkan saksi Cut Meutia dari Badan Pengelola Keuangan Aceh. Sebab, kesaksian yang bersangkutan bisa mengungkap apakah yang dilakukan terdakwa merupakan hal yang biasa.
“Kami menilai keterangan bersangkutan penting karena apakah ada kebijakan serupa di UPTD lain, menggunakan pendapatan untuk membiayai operasional,” kata Junaidi.
Atas permintaan penasihat hukum terdakwa tersebut, majelis hakim memerintahkan jaksa penuntut umum menghadirkan dua mantan kepala Dinas Peternakan Aceh yang merupakan atasan langsung terdakwa serta saksi Cut Mutia, pejabat Badan Pengelola Keuangan Aceh.
Majelis hakim melanjutkan persidangan pada Jumat 10 Juli 2020 dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dan saksi ahli.
Terdakwa Ramli Hasan dan terdakwa Muhammad Nasir didakwa korupsi telur hasil produksi peternakan telur dengan kerugian negara mencapai Rp2,6 miliar.
JPU Ronald Reagan menyebutkan tindak pidana korupsi yang dilakukan kedua terdakwa tidak menyetorkan uang hasil produksi peternakan ayam ke kas daerah dalam rentang waktu 2016 hingga 2018.
“Seharusnya, uang hasil penjualan telur masuk sebagai pendapatan daerah. Tapi ini tidak dilakukan terdakwa. Akibat perbuatan terdakwa, negara dirugikan mencapai Rp2,6 miliar lebih,” kata JPU Ronald Reagan.
JPU Ronald Reagan menyebutkan berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Aceh, penerimaan hasil penjualan telur pada 2016 Rp846 juta. Namun, yang disetor ke kas negara Rp85 juta.
Kemudian pada 2017, uang hasil penjualan telur Rp668 juta, tetapi yang disetor ke kas negara Rp60 juta. Serta pada 2018, uang hasil penjualan telur Rp11,72 miliar dan yang disetor ke kas negara Rp9,775 miliar.
JPU mendakwa kedua terdakwa secara berlapis, yakni prima melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Ayat (1) huruf a, b, Ayat (2) dan (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
Kemudian, dakwaan subsidair melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 Ayat (1) huruf a, b, Ayat (2) dan (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
Serta lebih subsidair melanggar Pasal 8 Ayat (1) jo Pasal 18 Ayat (1) huruf a, b, Ayat (2) dan (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP. (antara)