LINTAS NASIONAL – BIREUEN, Rencana pemotongan jerih Aparatur Desa di seluruh Kabupaten Bireuen mulai tahun 2021, menuai reaksi dan terjadi penolakan keras dari berbagai kalangan.
Ketua DPC Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Kabupaten Bireuen, Bahrul Fazal menolak keras rencana pemangkasan jerih perangkat desa yang akan diberlakukan sejak Januari tahun depan.
“Aparatur Desa menolak dengan tegas jika terjadi diskriminasi terhadap aparatur gampong, dengan upaya mengurangi hak para perangkat desa ini,” kata Keuchik Bahrul pada Rabu 4 November 2020.
Mewakili Keuchik dan perangkat Desa di Bireuen Ia berharap Eksekutif dan Legislatif bisa bertindak rasional, serta menghargai jerih payah perangkat desa yang selama ini melayani masyarakat di pedesaan, selaku unsur ujung tombak pemerintahan.
“Kami sangat kecewa dengan rencana pemotongan jerih Keuchik ini, atas nama APDESI kami menolak tegas wacana tersebut,” tegasnya
Sesuai hasil pertemuan APDESI di Oproom Kantor Pemerintahan Kabupaten Bireuen pada Selasa 3 November 2020 yang diikuti ketua dan anggota DPRK, serta beberapa pejabat teras pemkab. Diketahui, penghasilan tetap (siltap) para perangkat desa akan diturunkan mulai TA 2021.
Menurutnya, adapun aparatur yang terancam pemotongan jerih rata-rata berjumlah sembilan orang per desa yakni keuchik, sekdes, kadus, kaur serta kasi.
Saat ini sebutnya, sesuai PP Nomor 11 tahun 2019 tentang perubahan kedua atas peraturan pemerintah nomor 43 tahun 2014 tentang peraturan pelaksanaan Undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, kisaran besaran siltap kepala desa senilai 2,4 juta, sekdes 2,2 juta dan perangkat desa lain 2 juta.
“Jika terjadi pemotongan bisa berkisar hingga 50 persen. Ini yang menjadi dasar keberatan bagi kami,” tandasnya.
Bahrul yang didampingi Ketua Bidang Organisasi dan Kelembagaan DPC APDESI BIREUEN, Teuku Johan Moeda menyebutkan, persoalan tersebut mencuat akibat Pemerintah pusat tidak lagi mengucurkan DAU tambahan pada tahun 2021. Sehingga, menuai polemik dan kontroversi terhadap siltap aparatur desa. Karena tahun 2020 ini, masih ada DAU tambahan untuk siltap sebesar Rp 64 miliar, namun tahun depan tidak lagi dikucurkan.
“Jadi agar dapat memenuhi kebutuhan ini, perlu kebijakan pemerintah daerah dalam menyesuaikan kekurangan tersebut,” lanjutnya
Mengingat persoalan ini menyangkut nasib 5 ribu lebih aparatur desa, maka sangat diharapkan Bupati dan DPRK dapat lebih bijak menyiasati persoalan itu, supaya tidak menimbulkan polemik yang berimplikasi buruk terhadap masyarakat di seluruh pelosok desa.
Sementara itu Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah (DPKKD), Zamri SE yang dikonfirmasi terkait persoalan ini mengaku, kondisi itu terjadi akibat DAU tambahan untuk siltap perangkat desa TA 2021 tidak ada seperti tahun 2020 ini. Sehingga, anggaran untuk kebutuhan itu mengalami kekurangan sekitar Rp 64 miliar.
Menurutnya, sesuai PP nomor 11 tahun tahun 2019 apabila tidak mencukupi, maka dapat diambil dari sumber lain dari APBDes.
“Kami masih mengupayakan untuk mencari solusi yang tepat, supaya masalah ini dapat diselesaikan secara arif dan bijaksana,” jelasnya,” (Red)