Thailand Membara, Warga Tuntut Raja Lengser Karena Suka Main Perempuan

Thailand Membara, Warga Tuntut Raja Lengser Karena Suka Main Perempuan

LINTAS NASIONAL – BANGKOK, Raja Thailand, Vajiralongkorn diketahui mengasingkan diri agar aman dari corona ke sebuah hotel di Jerman.

Ia juga diketahui membawa selir-selir hingga permaisurinya ke hotel untuk menemaninya bersenang-senang.

Sementara itu warga Thailand dipaksa bergulat antara hidup dan mati menghadapi corona.

Warga Thailand marah melihat kelakuan rajanya yang tak tahu diri itu dan menilai Vajiralongkorn suka main perempuan dengan bersenang-senang dengan selirnya

Rakyat Thailand muak, maka tanpa rasa takut lagi mereka mengadakan unjuk rasa menuntut Vajiralongkorn lengser dari kekuasaan.

Unjuk rasa ini ditanggapi keras oleh pemerintah Thailand dimana Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha menerapkan keadaan darurat di Bangkok, Kamis 16 Oktober 2020.

Perdana Menteri Thailand mengumumkan keadaan darurat yang terjadi di Ibu kota semalaman.

Polisi Thailand lantas menangkap lebih dari 20 orang pengunjuk rasa termasuk pemimpin mahasiswa pro-demokrasi Thailand.

Penangkapan para aktivis ini membuat unjuk rasa semakin kuat dimana demonstran meneriakkan “bebaskan teman-teman kami” dan menyebut polisi sebagai “budak kediktatoran”.

Demonstran menuntut agar anggaran kerajaan dikurangi dan dana pribadi raja dipisahkan dari aset mahkota karena ditakutkan akan dipergunakan tak semestinya oleh Raja.

Belum cukup, rakyat Thailand juga menuntut dihapuskannya UU yang melarang mengkritik kerajaan hingga pelengseran Vajiralongkorn dan PM Prayuth.

“Kami tidak akan mundur. Kami tidak akan lari. Kami tidak akan pergi ke mana-mana,” kata Panupon Jadnok, salah seorang pemimpin unjuk rasa, seperti dikutip dari The Guardian pada Jumat 16 Oktober 2020

Pengunjuk rasa penentang kerajaan Thailand yang ditangkap ialah aktivis HAM Anon Nampa, aktivis Prasit Krutharot, dan pemimpin mahasiswa Parit Chiwarak.

Human Rights Watch dalam laporannya mengatakan jika aktivis yang ditahan oleh aparat Thailand tak bisa didampingi oleh pengacara.

“Hak atas kebebasan berbicara dan mengadakan pertemuan publik secara damai berada di ujung tanduk dari pemerintah yang sekarang menunjukkan sifatnya yang benar-benar diktator,” kata Phil Robertson, wakil direktur divisi Asia di Human Rights Watch. (Zonaj)