LINTAS NASIONAL – JAKARTA, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta berhasil mengumpulkan uang sebanyak Rp2,4 miliar dari hasil operasi tertib masker sejak Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diberlakukan karena Pandemi COVID-19.
Uang sebanyak itu dihasilkan dari 164 ribu pelanggar yang tidak memakai masker, yang diberi hukuman denda.
“Kami sangat concern melakukan operasi tertib masker dan hasilnya lebih dari 164 ribu orang kami jangkau untuk mendapatkan upaya pendisiplinan,” ujar Kepala Satpol PP DKI, Arifin, dalam konferensi virtual BNPB bertema ‘Mencari Formal Ideal Disiplin Protokol Kesehatan Saat Pandemi Covid-19’, Kamis 17 September 2020 lalu.
Untuk sanksi denda yang diberikan, kata Arifin maksimal Rp250 ribu tergantung jenis pelanggarannya. Selain denda uang, pelanggar juga diberi pilihan sanksi lainnya, yakni berupa kerja sosial yakni bersih-bersih jalan dan sarana dan prasarana umum.
“Denda dibayarkan melalui bank, jadi bukan uang cash,” katanya.
Fakta ini menjadi ironi bagi sisi lain kehidupan di tengah Pandemi COVID-19, ketika korban pemutusan hubungan kerja (PHK) maupun orang-orang lainnya yang semakin kesulitan secara ekonomi, makin hari terus bertambah jumlahnya.
Pada Mei lalu saja, Suku Dinas Ketenagakerjaan, Transmigrasi, dan Energi Jakarta Pusat mencatat sebanyak 16.699 karyawan di Jakarta Pusat berada dalam status dirumahkan ataupun terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat pandemi COVID-19.
“Dampaknya memang besar, sangat banyak sekali. Hingga ribuan itu, kami sudah catat, itu kami dapat dari Dinas, Dinas pun dapat dari Kementerian (Ketenagakerjaan RI),” ujar Kepala Suku Dinas Ketenagakerjaan, Transmigrasi, dan Energi Jakarta Pusat, Fidiyah Rokhim, seperti dari Antara, Rabu 23 September 2020.
Berdasarkan data yang dihimpun Sudin Nakertrans dan Energi Jakarta Pusat, didapatkan karyawan yang bekerja di sektor formal seperti perusahaan ataupun korporasi paling banyak menerima kabar dirumahkan ataupun PHK dengan jumlah 11.792 orang.
Sementara itu, dari sektor informal seperti usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) ataupun toko-toko tercatat sebanyak 4.907 orang terkena dampak sistem dirumahkan atau PHK.
Dari kedua jenis status pekerjaan, tenaga kerja yang bekerja di Jakarta Pusat mendapatkan status dirumahkan dibandingkan PHK.
Ada sebanyak 13.949 orang harus dirumahkan akibat perusahaan tempatnya bekerja tutup dan tidak beroperasi selama COVID-19 menyerang Ibu Kota, sedangkan sebanyak 2.750 orang harus menjadi korban PHK.
Para pekerja yang terkena dampak paling banyak dengan status dirumahkan atau PHK itu pun berasal dari Provinsi DKI Jakarta dengan total 11.393 orang, sementara untuk pegawai dari luar DKI Jakarta yang terkena dampak berjumlah 5.306 orang. (IDZ)