22 Tahun Lalu, Mengenang Kekejaman Militer Indonesia Dalam Tragedi Simpang KKA

 

LINTAS NASIONAL, 3 Mei 1999 merupakan sejarah kelam yang sangat menyakitkan bagi Rakyat Aceh, meskipun sudah 22 Tahun Tragedi Simpang KKA adalah kenangan buruk akan kekejaman Tentara Nasional Indonesia di masa konflik dulu.

Puluhan nyawa melayang dan ratusan korban luka-luka hanya dalam hitungan menit, kejadian tersebut masih menyisakan trauma yang mendalam dan terngiang di ingatan korban yang masih hidup.

Melihat sejarahnya diambil dari berbagai sumber, tragedi simpang KAA terjadi saat warga berdemo memprotes penganiayaan warga yang terjadi pada tanggal 30 April di Cot Murong, Lhokseumawe. Kala itu, Jumat 30 April 1999 malam hari, warga Desa Cot Murong mengadakan rapat besar untuk memperingati tahun baru Islam 1 Muharam. Rapat ini dianggap ceramah Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

Bersamaan dengan rapat tersebut, muncul kabar seorang anggota TNI dari kesatuan Den Rudal 001/Pulo Rungkom yang berpangkat sersan hilang saat melakukan penyusupan di tengah kegiatan ceramah. Namun informasi itu belum jelas kebenarannya, dan malam itu tidak terjadi apa-apa di Desa Cot Murong.

Besoknya sebuah truk militer berputar-puter di sekitar Desa Cot Murong, kemudian mereka kembali ke markas. Minggu pagi pasukan Den Rudal 001/Pulo Rungkom datang ke Desa untuk mencari anggotanya yang hilang. Saat itu warga tengah melakukan persiapan kenduri untuk memperingati 1 Muharam.

Saat melakukan penyisiran ke rumah-rumah, sebanyak 20 warga dianiaya anggota TNI. Disebutkan juga pasukan militer itu mengancam akan menembak warga bila anggotanya tak ditemukan. Namun mereka tak berhasil menemukan anggotanya yang hilang. Kondisi semakin mencemaskan itu mendorong warga Desa Cot Murong berkumpul untuk membahas masalah ini. Warga desa kemudian mengirim utusan ke komandan TNI setempat untuk bernegosiasi. Komandan TNI berjanji aksi ini tidak akan terulang lagi dan TNI tidak akan datang lagi ke desa.

Tanggal 3 Mei 1999 pagi hari 4 truk pasukan TNI datang ke Desa Lancang Barat yang bersebelahan dengan Desa Cot Murong. TNI melanggar kesepakatan untuk tidak kembali datang ke desa. Warga berunjuk rasa di Simpang KKA, mereka memprotes penganiayaan yang dilakukan TNI. Aksi warga dibalas tembakan oleh aparat TNI satuan Detasmen Rudal 001/Lilawangsa dan Yonif 113/Jaya Sakti.

Selain melakukan tembakan ke arah masa, TNI juga mengarahkan tembakan ke rumah-rumah penduduk, sehingga banyak warga yang sedang di dalam rumah juga menjadi korban. Koalisi NGO HAM Aceh mencatat sedikitnya 46 warga sipil tewas, 156 mengalami luka tembak, dan 10 orang hilang dalam peristiwa itu. Tujuh dari korban tewas adalah anak-anak.

Kesimpulan Komnas HAM

Sedangkan kesimpulan Tim Ad Hoc Komnas HAM menyebutkan dalam peristiwa itu telah terjadi kejahatan kemanusiaan yaitu:

a. Pembunuhan

Penduduk sipil yang menjadi korban pembunuhan sebagai akibat dari tindakan aparat TNI yang terjadi di Simpang KKA sekurang-kurangnya sebanyak 23 (dua puluh tiga) orang sebagai akibat penembakan.

b. Penganiayaan (Persekusi)
Penduduk sipil yang menjadi korban penganiayaan (persekusi) sebagai akibat tindakan yang dilakukan oleh aparat negara yang terjadi di Simpang KKA tercatat sekurang-kurangnya sebanyak 30 (tiga puluh) orang.

Komnas HAM merinci individu/komandan militer yang yang dapat dimintai pertanggungjawabannya yaitu:

A.1 Komandan pembuat kebijakan

a. TNI pada saat Peristiwa Simpang KKA 1999
b. Pangdam I/Bukit Barisan pada saat Peristiwa Simpang KKA 1999.

A.2. Komandan yang memiliki kemampuan kontrol secara efektif (duty of control) terhadap anak buahnya

a. Danrem 011 / Lilawangsa pada saat Peristiwa Simpang KKA 1999.

b. Dandim 0103/Aceh Utara pada Peristiwa Simpang KKA 1999.

c. Komandan Batalyon Infantri 113/JS pada saat Peristiwa Simpang KKA 1999.

d. Komandan Detasemen Arhanud Rudal 001/Pulo Rungkom pada saat Peristiwa Simpang KKA 1999.

e. Danramil Dewantara Kodim 0103/Aceh Utara

B. Individu/Komandan/Anggota Kesatuan Yang Dapat Dimintai Pertanggungjawaban Sebagai Pelaku Lapangan

a. Anggota Detasemen Arhanud Rudal 001/Pulo Rungkom
b. Anggota Yonif 113/JS pada saat kejadian

Tragedi Simpang KKA, juga dikenal dengan nama Insiden Dewantara atau Tragedi Krueng Geukueh, adalah sebuah peristiwa yang berlangsung saat konflik Aceh pada tanggal 3 Mei 1999.

Penulis: Khairol