Iklan DPRK Aceh Utara untuk JMSI

Iklan Lintas Nasional

Membaca Nalar Analisis DPRK Bireuen Terhadap LKPD dan LHP BPK Tahun 2020

Dok, (Ist)

LINTAS NASIONAL – BIREUEN, Pasca diterimanya Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) Anggaran Pendapatan Belanja Kabupaten (APBK) Bireuen Tahun Anggaran 2020 oleh Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Bireuen, nuansa kemesraan antara Eksekutif dan legislatif seakan tak lekang lagi.

Namun, Lintasnasional.com pada 20 sampai 23 Agustus mencoba mengkonfirmasi beberapa anggota DPRK menanyakan perkembangan dari LPJ yang telah diterima, dan akhirnya mendapatkan hasil dari buah analisis DPRK terkait Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kabupaten Bireuen Tahun Anggaran 2020.

Sebagaimana diketahui sebelumnya, Lintasnasional.com telah berulangkali dan secara kontinu memberitakan terkait temuan-temuan dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) Perwakilan Aceh.

Lintasnasional.com kembali mendapat informasi dari beberapa orang dalam (Internal DPRK-red). terkait analisis DPRK pasca diterimanya LPJ APBK Tahun Anggaran 2020.

Berdasarkan LHP BPK-RI, temuan-temuan pada Tahun Anggaran 2020 menjadi bahan dan acuan analisis yang serius dilakukan, diantaranya terkait penggunaan Dana Refocusing di Rumah Sakit Umum Dr Fauziah, dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), serta kekurangan volume pekerjaan dibeberapa Dinas terkait. Bahkan yang parahnya keterlanjuran pembayaran gaji 13 PNS yang tersandung hukum.

Belum lagi ditambah dengan bantuan dana Hibah untuk 17 Masjid di Bireuen, dan satu ormas. Ditambah dengan bobroknya penatausahaan aset-aset Pemda, serta terkait Pendapat Asli Daerah.

Sementara hasil analisis DPRK yang didapatkan Lintasnasional.com, DPRK Bireuen lebih condong menganalisis tentang opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)  yang saban Tahun didapatkan oleh Pemerintah Bireuen dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) Perwakilan Aceh.

Demikian disampaikan dalam analisis DRPK terkait Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kabupaten Bireuen Tahun Anggaran 2020.

Namun, menurut analisis DPRK tanggung jawab atas penyusunan dan penyajian wajar LKPD sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) dan pengendalian internal yang memadai berada pada Pemda Kabupaten Bireuen, termasuk salah saji material yang terjadi karena kesalahan maupun kecurangan.

“Opini WTP yang diberikan oleh BPK RI terhadap LKPD Kabupaten Bireuen tidak menjamin bahwa tidak terjadi korupsi dalam pengelolaan keuangan di Kabupaten Bireuen. Opini BPK RI dan praktik korupsi merupakan dua hal yang berbeda, meski pun memiliki irisan dan hubungan secara tidak langsung,”

Analisis DPRK tersebut terbagi dalam dua bagian. Pertama, analisis terhadap informasi keuangan yang tersaji dalam LKPD Kabupaten Bireuen untuk tahun 2020 dan, kedua, analisis dan rekomendasi atas temuan-temuan yang dicantumkan dalam LHP BPK-RI.

Kedua bagian ini sangat penting dicermati oleh Pimpinan dan Anggota DPRK Bireuen sebagai bahan untuk melaksanakan fungsi pengawasan dewan dan melakukan perbaikan kebijakan dalam pengelolaan keuangan daerah di Kabupaten Bireuen.

Di samping itu, dalam analisis tersebut DPRK juga menyorot terkait kewajiban Pemda Bireuen yang terdiri dari Kewajiban Jangka Pendek dan Kewajiban Jangka Panjang.

Kewajiban Jangka Pendek pada akhir tahun 2020 berjumlah Rp59,28 M dan Kewajiban Jangka Panjang berjumlah Rp6,82 M, sehingga total kewajiban berjumlah Rp66,091 M.

Dengan itu, penjelasan terkait kewajiban jangka pendek dibutuhkan untuk memastikan bahwa Pemda Bireuen telah memenuhi kewajiban sesuai dengan keputusan dan peraturan yang telah ditetapkan.

Salah satu persoalan penting adalah komponen kewajiban jangka pendek berupa Utang Perhitungan Pihak Ketiga (PPK) sebesar Rp25,42 M.

Berdasarkan hasil pemeriksaan Inspektorat Daerah Kabupaten Bireuen, pembebanan sebagian dari tanggung jawab untuk menyelesaikan masalah ini telah ditetapkan kepada mantan Kuasa BUD Kabupaten Bireuen berinisial MS dan mantan Bupati Bireuen berinisial MG.

“Bupati harus memberikan penjelasan tentang strategi untuk menyelesaikan Utang Pemda Bireuen ini, sehingga tidak menjadi temuan terus menerus dalam LHP BPK. Seharusnya dibuatkan Roadmap yang jelas oleh BPKD untuk menuntaskan masalah ini.

Sejauh ini, Utang Belanja Jasa Listrik di BPKD berjumlah Rp1,57 M, menurun sedikit jika dibanding tahun 2019. Jumlah ini cukup besar jika pembayaran listrik dilakukan secara rutin.

“Mengapa utang Belanja Jasa Listrik ini begitu besar di BPKD? Apakah juga meliputi belanja listrik di beberapa SKPD lain?”

Lebih lanjut, DPRK juga meminta Bupati memerintahkan Kepala Dinas PUPR, BPBD, Dinas Syariat Islam, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Dinas Lingkungan Hidup, serta Dinas Pendidikan dan Kebudayaan sebagai atasan langsung untuk memproses kelebihan pembayaran sebesar Rp33.991.500,00 serta Majelis Penyelesaian Tuntutan Ganti Rugi untuk segera memproses realisasi gaji dan tunjangan yang terlanjur dibayarkan sebesar Rp916.162.350,00 kepada pegawai yang terkena kasus hukum.

Penagihan atas piutang kepada pihak ketiga dan pegawai atau PNS didasarkan pada peraturan dan keputusan Bupati. Jika aturannya sudah ada, maka ketika tidak dieksekusi atau dilaksanakan oleh petugas yang telah ditetapkan, berarti petugas dimaksud melakukan pembangkangan terhadap perintah Bupati.

Penulis: Adam Zainal