LINTAS NASIONAL – ACEH TIMUR, Aktivis Pemerhati Sosial soroti Keberadaan dua instansi dalam menangani masalah pertanian di Kabupaten Aceh Timur yaitu Dinas Ketahanan Pangan dan Dinas Pertanian dan Holtikultura dalam peningkatan produksi pertanian dan kesejahteraan petani bukan semakin baik, tapi semakin jauh dari target dalam menciptakan Aceh Timur lumbung pangan, Bupati Aceh Timur harus lakukan evaluasi kedua Satuan Kerja Perangkat Kabupaten (SKPK) tersebut.
Hal itu diungkapkan Masri, SP Aktivis Pemerhati Sosial di Aceh Timur, kepada media lintasnasional.com Selasa, 22 September 2020.
Menurut Masri Akibat dualisme instansi yang menangani masalah pertanian saat ini bukan semakin baik dan tingkat produksi petani di Aceh Timur menurun.
“Kita melihat tidak ada peningkatan secara signifikan, untuk melakukan optimalisasi dan revitalisasi pertanian hal ini mutlak yang harus dilakukan,” kata Masri
Salah satu hambatan katanya, lambatnya peningkatan dan kemajuan pertanian di Aceh Timur karena adanya dualisme yang menangani masalah sektor pertanian, meskipun kedua instansi yang memiliki tupoksi masing-masing.
Langkah efektif Bupati Rocky sebaiknya membubarkan Dinas Ketahanan pangan, dimana Penyuluh sebagai tenaga fungsional berada dibawah Dinas Pertanian.
“Satu-satunya di Kabupaten Aceh Timur di Provinsi Aceh yang masih mempertahankan Penyuluh Pertanian bekerja terpisah dengan Dinas Pertanian”, sebut Masri.
Disamping membubarkan Dinas Ketahanan Pangan, selanjut Kantor BPP di Kecamatan menjadi UPT (Unit Pelaksana Teknis) Pertanian.
“Sebab selama ini kita menilai kedua instansi ini baik dalam tataran Kebijakan, Pelaksanaan program dan tekhnis dilapangan tidak sejalan, sulit terbangun sinergisitas, disamping itu juga munculnya ego sektoral masing-masing instansi, serta menimbulkan kesenjangan sosial,” lanjut Masri
Padahal, kata Masri ujung tombak kemajuan petani adalah Penyuluh Pertanian sebagai pendamping dan pembina kelompok, karena kelompok petani berada dibawah kendali Dinas Ketahanan Pangan, bila dalam penentuan CPCL (Calon Petani, Calon Lokasi) , terkendalannya dalam kordinasi antara mantri tani dengan penyuluh akan berdampak pada bantuan yang diterima petani tidak akan efektif dan tidak mencapai target.
“Bupati Aceh Timur sejak tahun 2016 telah mencanangkan swasembada kedelai, beras dan jagung tapi tak tercapai target, begitu juga Aceh Timur kehilangan lahan produksi petani ribuan hektar pertanian dari 34 ribu yang diakui BPN hanya seluas 19 ribu Ha.” tegas Masri
Selain itu, kata Masri persoalan banyaknya kelompok tani yang diduga fiktif, dimana jumlah kelompok Tani di Aceh Timur capai 2000 lebih, ini tidak logis bila dilihat dari ketersediaan lahan hanya 19,000 Ha.
Masri juga menambahkan persoalan penurunan jumlah quota pupuk subsidi mencapai 3000 ton lebih, ini juga salah satu masalah, yang berdampak krisis pupuk subsidi.