Opini  

Nyamuk Utusan Tuhan?

Oleh: Fauzan Azima

Ketika dulu bergerilya di hutan, sebenarnya nyamuk adalah masalah, tetapi saya berusaha untuk menjadikannya bukan sebagai masalah. Saya tidak pernah membunuhnya walaupun di banyak kesempatan, saya bisa saja menghabisi nyawanya.

Dalam benak saya, semoga dengan tidak membunuhnya, saya diselamatkan oleh Penciptanya dalam hal mengarungi perjuangan dengan bergerilya sampai ke batas.

Harus dimaklumi, kita seperti orang hanyut ketika sedang bergerilya. Harapan kita bukan saja kapal besar yang datang sebagai penyelamat, tetapi benda apa pun yang melintas akan kita raih agar selamat dalam detik itu.

Begitupun do’a selamat, bukan saja kita harap dari ulama besar, tetapi dari satwa yang paling rendah sekali pun, seperti nyamuk, juga kita harapkan dengan doanya agar nyawa kita tidak segera dicabut.

Kalau pun nyamuk terlanjur menggigit, saya berusaha mengusirnya dengan lembut. Kadang saya tiup sambil mengukur kekuarannya menghisap darah saya sampai dia terbang. Kadang saya tersenyum melihat tingkah lakunya. Nyamuk telah menjadi hiburan yang membahagiakan bagi saya ketika bergerilya.

Kita tidak tahu, ketika kita sedang bergrilya, apakah nyamuk itu kiriman Tuhan Yang Maha Agung, yang menugaskannya mengganggu kita agar tidak terlalu nyenyak tidur, dengan tujuan agar musuh tidak mudah menangkap gerilyawan. Sekali lagi kita tidak tahu rahasia Tuhan mengirim utusannya berupa nyamuk kepada kita.

Benar yang dikatakan orang; kecuali di Antartika, kemanapun Anda pergi di dunia ini pasti ada nyamuk. Artinya semakin dingin suatu daerah atau dataran tinggi semakin sedikit nyamuk dibandingkan dengan dataran rendah. Tidak saja jumlah nyamuknya yang banyak, tapi jenisnya juga beragam pada dataran rendah.

Terbukti saat kami turun ke daerah rendah; Wilayah Bateilek, Pase dan Peureulak, banyak nyamuk di bawah pohon pinang, coklat dan sawit. Apalagi di pinggiran perumahan penduduk yang banyak terdapat banyak sampah dan genangan air tentu nyamuknya semakin merajalela.

Mewaspadai nyamuk tidak saja di dataran rendah, tetapi juga pada hutan belantara pun tidak boleh sembarangan meminum air yang tergenang, bukan saja khawatir menjalarnya akar-akar yang beracun ke dalam genangan air, tetapi juga harus hati-hati terhadap telur nyamuk yang bisa terkena sakit malaria bagi peminumnya.

Perkara nyamuk sangat serius, sampai Allah berfirman dalam Qur’an Surat Albaqarah ayat 26, “Sesungguhnya Allah tidak segan membuat perumpamaan seekor nyamuk atau yang lebih kecil dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, mereka tahu bahwa itu kebenaran dari Tuhan. Tetapi mereka yang kafir berkata, “Apa maksud Allah dengan perumpamaan ini?” Dengan (perumpamaan) itu banyak orang yang dibiarkan-Nya sesat, dan dengan itu banyak (pula) orang yang diberi-Nya petunjuk. Tetapi tidak ada yang Dia sesatkan dengan (perumpamaan) itu selain orang-orang fasik.”

Kadang saya sering tidak tahan juga dengan gigitan nyamuk-nyamuk itu. Sampai hampir kesabaran saya hilang. Saya pun mengadu kepada Tuhan Maha Pencipta, dengan berdo’a, “Ya Rabbal ‘alamin, berilah saya pengetahuan untuk terhindar dari godaan nyamuk.”

Percayalah, tidak ada do’a yang ditolak. Hanya saja terdapat tiga opsi dalam terkabulnya do’a; pertama, segera dikabulkan, kedua ditunda, ketiga diganti dengan kebaikan yang lain.

Disamping do’a, saya pun belajar lebih dalam tentang perilaku nyamuk-nyamuk itu. Ternyata nyamuk akan mendatangi kita kalau posisi tidur rebahan. Sehingga saya memilih tidur sambil duduk daripada berbaring. Belum cukup pengetahuan saya mengapa kalau duduk mereka tidak begitu mau dekat, dibandingkan kalau posisi kita berbaring.

Saya perhatikan, kalau pakaian basah oleh keringat, mereka juga dengan cepat memburunya. Dalam fikiran saya, inilah petunjuk Tuhan untuk menghindari nyamuk.

Satu malam saya mengakali mereka, saya mengalihkan perhatiannya dengan menggantung baju saya di samping yang penuh keringat yang sudah direndam dengan air. Benar, pada malam itu, nyamuk itu mengabaikan saya, mereka menyerang baju yang saya gantung itu.

Paginya saya lihat mereka sudah gemuk-gemuk dan tidak bisa lagi terbang. Mereka berbaris seperti prajurit yang kalah perang. Biasanya setiap saya bangun tidur, kondisi saya agak kurang nyaman karena harus menggaruk bentolan pada muka dan tangan yang gatal akibat gigitan nyamuk.

Hanya saja saya heran melihat pasukan Bateilek, Pasee dan Peureulak, justru membuka bajunya saat banyak nyamuk. Mereka membiarkan badannya digigit nyamuk. Saya tanyakan kepada mereka, jawabnya bukan mempermasalahkan gigitannya, tapi suaranya itu yang sangat mengganggu pendengaran dan fikirannya, katanya lagi, jadi lebih baik digigit daripada harus mendengar suaranya yang tidak enak itu.

Memang serba salah berurusan dengan nyamuk. Semakin kita tutup dengan kain semakin beramai-ramai nyamuk itu mengeluarkan hawa “pemanas” membuat kita tidak betah dan kita terpaksa keluar dari kain sarung untuk berhadapan dengan nyamuk itu lagi.

Satu saat kami bertemu dengan masyarakat, katanya, cara yang paling efektif untuk mengusir nyamuk adalah mengolesi diri dengan minyak sere wangi. Kebetulan sere wangi banyak tumbuh di kebun-kebun masyarakat dan di hutan yang tumbuh liar.

Baru selanjutnya untuk bisa tidur nyenyak, kami perlu mengambil dua atau tiga batang serei wangi agar terhindar dari gangguan nyamuk. Namun demikian, kami juga berusaha untuk tidur tidak terlalu nyenyak agar jangan gerilyawan tertembak dalam keadaan tidur.

Penulis merupakan Eks Panglima GAM Wilayah Linge