LINTAS NASIONAL – BANDA ACEH, Ketua Serikat Buruh Seluruh Indonesia (SBSI) Tgk. H. Ishak Yusuf meminta Plt. Gubernur Nova Iriansyah berkaca atas pernyataannya terkait kemiskinan di Aceh yang turun signifikan.
Dalam pers rilisnnya kepada Media pada Selasa 18 Agustus 2020 Pria yang akrab disebut Ayah Ishak mengatakan pernyataan Nova Iriansyah merupakan pembohongan publik.
“Seharusnya Nova lihat dulu bagaimana kondisi masyarakat Aceh saat ini, apakah rakyat sudah merasakan nikmat setelah 15 tahun Perdamaian Aceh, yang ada hanya terjadi gejolak sosial di tengah masyarakat,” kata Ayah Ishak
Lanjutnya, Nova tidak perlu membandingkan kemiskinan saat masa konflik dengan setelah perdamaian, rakyat Aceh dulu melakukan perlawanan salah satu sebabnya karena ingin mencapai kesejahteraan.
“Namun setelah Perdamaian, Aceh diberi keistimewaan dengan anggaran yang berlimpah, yang jadi pertanyaannya apakah sudah sesuai dengan kondisi masyarakat Aceh saat ini?.” tanya mantan Staf Ahli Ketua DPR Aceh tersebut
Sebelumnya pada 15 Juli lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh melansir Penduduk miskin di Aceh mengalami penurunan sebesar 0,02 persen, namun jumlah penduduk miskin terjadi pebambahan sebanyak 5,1 ribu.
“Persentase penduduk miskin Aceh pada Agustus 2020 yaitu 14,99 persen atau turun 0,02 persen dibandingkan September 2019. Enam bulan lalu, persentase penduduk miskin yaitu 15,01 persen, dibandingkan Maret 2019 turun 0,33 persen, persentase menunjukkan penurunan, namun jumlah penduduk miskin di Aceh mengalami penambahan sebesar 5,1 ribu orang. Pada Agustus 2020 jumlah warga miskin di Aceh sebanyak 814,91 ribu orang atau bertambah dibandingkan September 2019 yang sebesar 809,76 ribu orang,” jelasnya
Ia juga mengatakan, dengan uang Aceh yang melimpah tapi Nova Iriansyah tidak bisa memaksimalkan hasil alam yang ada, Plt Gubernur sangat gagah dalam berbicara kesejahteraaan Masyarakat Aceh, hari ini ia berani mengaku bahwa Aceh keluar dari zona miskin.
Sebaiknya kata ayah Ishak, Nova segera mengevaluasi diri jangan sampai rakyat Aceh mengamuk besar-besaran hingga turun kejalan atas hasil yang dikerjakan selama 3.5 tahun ini tanpa ada gebrakan apapun.
Ayah Ishak menambahkan kalau dibandingkan angka kemiskinan dari masa konflik Aceh hingga 15 tahun damai hanya terlihat dari banyaknya persawahan yang ditimbun untuk pembangunan toko, SPBU, maupun perkantoran sementara Pemerintah tidak membuka lahan persawahan baru sehingga lapangan kerja untuk petani semakin sempit.
“Pemerintah jangan ukur turunnya kemiskinan dengan banyaknya bangunan, tapi lahan para petani semakin sempit, Kalau kita liat kondisi ekonomi masyarakat sabun mandi merex Lux cuma bisa untuk mandi 10 hari aja selanjutnya harus lanjut dengan sabun cuci cap sampan atau sabun cuci lainnya, berbicara kesejahteraan maka jangan bicara di atas meja, lihatlah realita sebelum rakyat menuntut pernyataan Plt Nova Iriansyah tersebut,” pungkas Ayah Ishak
Ia juga meminta Plt dan orang-orang di sekelilingnya untuk turun ke masyarakat sekali-kali melihat kondisi rakyat Aceh saat ini, bagaimana para petani, nelayan dan penjual bertahan hidup, perputaran uang tidak ada, daya beli sangat rendah pengangguran kian hari makin bertambah
“15 Tahun perdamaian dengan dana Otsus berlimpah, satu pabrik pun belum berdiri di Aceh yang bisa menampung tenaga kerja lokal, padahal banyak potensi alam Aceh yang bisa dimanfaatkan namun pemimpin tidak pernah peduli,” lanjutnya lagi
Katanya lebih lanjut, di Akhir masa jabatan Zaini-Mualem berdirinya Pabrik Semen di Laweung, itu satu-satunya harapan untuk meminimalisir pengangguran, namun Nova juga juga tidak sanggup menyelesaikan persoalan yeng terjadi yang hingga saat ini belum beroperasi.
“Jangankan berbicara Perusahaan-Perusahaan yang berdiri sebelum konflik, yang berdiri setelah konflik saja seperti PT Medco tapi Pemerintah tidak bisa melakukan apa-apa, penyaluran Dana CSR saja tidak jelas, masyarakat di sekitar perusahaan minyak tersebut masih hidup dibawah garis kemiskinan,” pungkas Ayah Ishak yang juga menjabat sebagai Anggota Dewan Pengawas DPP Gerakan Nasional Komunitas Pancasila (GNKP) tersebut (Red)