Iklan Lintas Nasional

Terkait Penundaan Pilkada, GeMPAR Nilai Pilkada Tak Lagi Menarik di Mata Masyarakat

Auzir Fahlevi

LINTAS NASIONAL – BANDA ACEH, Penundaan pelaksanaan tahapan Pilkada Aceh pada tahun 2022 oleh pihak KIP Aceh bukanlah hal yang perlu disikapi secara berlebihan karena KIP Aceh sebelumnya terlalu latah dalam melakukan tahapan Pilkada 2022 di Aceh.

Hal tersebut diutarakan oleh Ketua GeMPAR Aceh, Auzir Fahlevi SH dalam rilisnya kepada awak media pada Sabtu 3 April 2021.

Menurut Auzir, keputusan KIP Aceh untuk melaksanakan tahapan Pilkada merupakan tindakan sepihak dan terlalu maju.padahal proses komunikasi dan koordinasi dengan Pemerintah Aceh terkait anggaran pilkada belum terwujud dalam bentuk naskah perjanjian hibah daerah (NPHD).

“Proses eksekutorial anggaran kan ada ditangan Pemerintah Aceh,semestinya KIP Aceh tidak terlalu gegabah dalam mengeluarkan Surat Keputusan pelaksanaan tahapan Pilkada beberapa waktu lalu,ini kecolongan dan terkesan KIP Aceh berada dalam pusaran kepentingan politik pihak-pihak tertentu, independensi KIP Aceh patut dipertanyakan,” ujar Pengacara Asal Aceh Timur itu.

Auzir mengutarakan bahwa isu Pilkada 2022 di Aceh tidak begitu menarik bagi masyarakat walau pelaksanaan pilkada 2022 itu bagian dari amanah UU Nomor 11 Tahun 2006/Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA) yang berlaku secara khusus (Lex Specialis).

*Penyebabnya tidak lain adalah karena faktor inkonsistensi para pasangan calon yang dulu terpilih itu dan sekarang menjabat sebagai Gubernur/Wakil Gubernur,Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota tidak mampu menjalankan visi misi dan agenda kampanye yang pernah diobral ke masyarakat pada saat Pilkada terdahulu.inilah muncul sikap apatisme dari masyarakat sehingga isu Pilkada tidak lagi “seksi,” jelas Auzir.

Auzir melanjutkan bahwa pola pikir masyarakat sekarang sudah berubah karena menganggap pilkada hanya menjadi kepentingan elit politik semata.jadi tidak mengherankan jika saat ini animo masyarakat untuk merespon soal pilkada sudah berkurang.

“Ini menunjukkan bahwa Pilkada tidak lagi dianggap sebagai kran demokrasi untuk proses regenerasi kepemimpinan baru untuk menggantikan kepemimpinan pemerintahan saat ini yang dinilai tidak amanah dan konsisten untuk mensejahterakan masyarakat, makanya kami berharap agar sisa pemerintahan periode 2017 – 2022 hendaknya bisa dimanfaaatkan oleh yang masih “berkuasa” agar memperbaiki tata kelola pemerintahan ke arah yang lebih baik dan menunaikan janji politiknya dengan masyarakat, untuk apa bicarakan Pilkada baru jika yang sudah terpilih pada pilkada sebelumnya justeru ingkar terhadap komitmen dengan masyarakat,” demikian Auzir Fahlevi. (Red)