Sosok  

Teuku Hamid Azwar, Tokoh Aceh Penyumbang Pesawat RI-003 Avro Anson

Sangat menarik untuk membahas sosok yang satu ini. Tokoh pejuang yang dengan hartanya menyumbang kan pesawat untuk Angkatan Udara Republik Indonesia yang baru dibentuk. Dialah Teuku Hamid Azwar, pejuang kemerdekaan asal Tanah Rencong, Atjeh.

Sejarah tentang pembelian pesawat oleh Teuku Hamid Azwar itu bisa dibaca dalam buku Atjeh Dalam Perang Mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan 1945-1949 dan Peranan Teuku Hamid Azwar Sebagai Pejuang. Buku ini ditulis oleh Teungku AK Jakobi.

Pada halaman 369 buku itu dijelaskan bahwa, akibat agresi militer kedua Belanda, untuk memperkuat pertahanan udara di Sumatera, diperlukan sebuah pesawat. Teuku Hamid Azwar kala itu bertugas di Sumatera Barat sebagai Direktur Cetral Trading Company Ltd di Bukit Tinggi, sebagai pejuang kemerdekaan yang ditugaskan dari Atjeh ke Sumatera Barat, ia terpanggil untuk membantu pengadaan pesawat untuk angkatan udara tersebut.

Saat itu ia menilai, tidak mungkin mengumpulkan dana dari rakyat untuk membeli pesawat itu sebagaimana dilakukan di Atjeh yang mampu membeli dua pesawat terbang untuk Republik Indonesia, karena rakyat di Sumatera Barat masih dalam himpinan ekonomi akibat perang.

Teuku Hamid Azwar kemudian berinisiatif menyumbangkan hartanya untuk membeli pesawat bagi Angkatan Udara Republik Indonsia, pesawat jenis AVRO ANSON dibeli di Thailand, pembayarannya dilakukan dengan emas yang beraal dari Cut Nyak Manyak yang tak lain adalah istri Teuku Hamid Azwar, serta emas dari Teuku Muhammad Daod yang juga dari Atjeh.

Pesawat AVRO ANSON ini kemudian diberi nomor registrasi RI 003, sementara dua pesawat hadiah rakyat Atjeh diberi nama Seulawah RI 001 dan Seulawah RI 002. Nama Seulawah pada pesawat cikal bakal Indonesia Airways itu diambil dari nama sebuah gunung di Atjeh. Pesawat RI 003 inilah yang kemudian dipiloti oleh Halim Perdanakusuma, yang namanya diabadikan pada Pangkalan Udara TNI AU.

pada bulan Dsember 1947pesawat Avro Anson RI-003 yang di piloti A halim perdanakusuma dengan penerbang Iswahyudi dengan seorang penumpang bernama Keegan berkebangsaan Australia yang telah menjual pesawat tersebut,
terbang ke bangkok Dalam usaha mencari bantuan ke luar negeri. Selain mengantarkan Keegan pulang, misinya adalah untuk melakukan penjajakan lebih jauh tentang kemungkinan pembelian senjata dan pesawat serta melakukan inspeksi terhadap perwakilan RI dalam mengatur penukaran dan penjualan barang-barang yang berhasil dikirim dari dalam negeri dan berhasil memasukan barang-barang dari Singapore ke daerah RI menembus blokade Belanda.

Sesudah menyelesaikan tugas di Bangkok, RI-003 kembali berangkat menuju Singapore. Dalam perjalanan kembali inilah pesawat terjebak dalam cuaca buruk di daerah Perak Malaysia, yang disertai dengan kabut tebal yang menghalangi pandangan sang pilot sehingga pesawat jatuh di pantai. Malapetaka itu tepatnya terjadi di Labuhan Bilik Besar, antara Tanjung Hantu dan Teluk Senangin di Pantai Lumut. Laporan pertama tentang kecelakaan diterima oleh polisi Lumut dari 2 orang warga China penebang kayu bernama Wong Fatt dan Wong Kwang pada sekitar pukul 16.30 pada tanggal 14 Desember 1947.

Berita jatuhnya pesawat RI-003 ini mendapat perhatian luar biasa dan disiarkan oleh surat kabar berbahasa Inggris The Times dan Malay Tribune yang terbit pada tanggal 16 Desember 1947. Di Indonesia, peristiwa tersebut diumumkan secara resmi oleh Ka Staf Angkatan Udara R. Soerjadi Soerjadarma di Markas Besar AURI di Jalan Terban Taman No. 1 Yogyakarta.

Dikarenakan di daerah Lumut belum ada makam untuk orang-orang Islam, maka pemakaman dilaksanakan di Teluk Murok, yang jauhnya lebih kurang 30 km dari Lumut. pemakaman baru dilaksanakan menurut tata cara agama Islam pada tanggal 19 Dsember 1947.Jenazah disemayam kan di Mesjid Adki. Di atas makam itu, oleh Cik Gu Zaenal Abidin Bin H. Ibrahim dipancangkan nisan yang bertuliskan jenazah Komodor Muda Udara A. Halim yang gugur di Tanjung Hantu tanggal 14 Desember 1947.

Dikutip dari laman Alan All Atjeh