LINTAS NASIONAL – BANDA ACEH, Tim Satgas Akselarasi MoU Helsinki dari Yayasan Advokasi Rakyat (YARA) memaparkan hasil kerja terkait implementasi Butir MoU Helsinki di hadapan Ketua dan sejumlah Anggota DPR Aceh pada Selasa 31 Agustus 2021 di Gedung serbaguna DPR Aceh.
Dalam pemaparannya, Ketua Tim Satgas, Safaruddin SH, mengatakan
mereka memfokuskan kerja pada 4 Butir yakni butir 1.1.4, butir 1.3.5, butir 2.2 dan butir 3.2.5,
Menurutnya, pemilihan butir ini berdasarkan kajian kebutuhan setelah mendapatkan dua buku kajian dan advokasi MoU Helsinki dan UUPA yang disusun oleh Tim kajian bentukan DPRA.
“Untuk Butir 1.1.4. Kami telah menyurati Kementerian Hukum dan HAM, Sekretarian Negara, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional, Kementarian Dalam Negeri, DPRA, Partai Aceh dan PPID Utama Provinsi Aceh, dalam surat tersebut kami meminta salinan Peta Perbatasan Aceh merujuk pada tanggal 1 Juli 1956 sebagaimana di sebut dalam MoU Helsinki butir 1.1.4,” ungkap Safaruddin
Hasil yang didapatkan Tim Satgas di butir tersebut Kata Safar, Kementerian Sekretariat Negara, DPR Aceh, Kemenkumham Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Utama Provinsi Aceh, Partai Aceh tidak tersedia.
Sementara itu, Kementerian Dalam Negeri Terkait batas disampaikan Provinsi Aceh berbatasan dengan Provinsi Sumatera Utara, saat ini batas Aceh sudah polygon tertutup (defintive) berdasarkan Permendagri tentang batas Aceh.
“Sedangkan untuk batas antar Kab/Kota di Aceh terdapat 39 segmen. Dari 39 segmen batas dimaksud, sampai saat ini telah ditetapkan 15 Permendagri untuk 16 segmen batas antar daerah Kab/Kota. Sisa segmen yang lain sudah terdapat kesepakatan antar kepala daerah dan sedang dalam proses permendagri.
Terkait penyampaian infomasi Data IKM berdasarkan Tugas Pokok dan Fungsi Ditjen Bina Adwil Kemendagri pada Tahun 2021, secara progres sampai dengan Bulan Juli 2021 masih dalam tahap Penyusunan Indeks Trantibumlinmas dan kepuasan masyarakat pada tahap penyusunan indikator, penentuan bobot setiap indikator, dan mekanisme perhitungan.
“Pada Bulan Juli – Agustus akan fokus pada pengembangan Sistem Informasi dan akan dilakukan proses perhitungan pada triwulan ke-4 TA 2021,” lanjutnya
Sementara Kementerian Agraria dan Tata Ruang /Badan Pertananhan Nasional menyampaikan bukan merupakan produk dan kewenangan Kementerian Agraria dan Tata Ruang /Badan Pertananahan Nasional.
“Terhadap jawaban ini kami telah mengajukan keberatan dan bila jawaban diberikan atau tidak ditanggapi keberatan tersebut maka kami akan mengajukan Permohonan Sengketa Informasi terhadap Partai Aceh kepada Komisi Informasi Aceh,” imbuhnya
Selanjutnya, untuk Butir 2.2, Satgas telah menyurati Kementerian Sekretariat Negara, Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian dalam Negeri, DPRA, Pemerintah Aceh, Wali Nanggroe.
Dengan meminta alasan belum diimplementasikan butir 2.2 MoU Helsinki yang menyepakati bawa sebuah Pengadilan HAM akan dibentuk di Aceh.
Dalam hal ini, Kementerian Sekretariat Negara, Dalam suratnya menyampaikan bahwa subtansi informasi yang kami minta berada dibawah lingkup Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan,”kata safar.
Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan belum mendapat tanggapan dan telah diajukan keberatan.
Kementerian dalam Negeri, Dalam surat balasan menyampaikan dengan subtansi bahwa berdasarkan pasal 42 UU Nomor 26 tahun 2000, untuk perkara pelanggaran HAM berat sebelum UU Nomor 26 tahun 2000, perkaranya diperiksa dan diputus oleh Pengadilan HAM yang dibentuk dengan Keputusan Presiden atas usul dari DPR RI.
“Untuk perkara pelanggaran HAM yang berat di Aceh setelah adanya UU No 26 tahun 2000 maka prosesnya dapat diperiksa dan diputus pada Pengadilan HAM yang ada di Pengadilan Negeri Medan,” imbuhnya
Sebelumnya, YARA telah menyurati DPRA, Pemerintah Aceh, Wali Nanggroe dan Partai Aceh meminta permohonan informasi hingga kini belum mendapat jawaban.
Untuk Butir 3.2.5 Safar menjelaskan, dia juga telah menyurati para pejabat lainnya meminta jumlah alokasi tanah pertanian dalam rangka memperlancar reintegrasi mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Informasi yang didapatkan
Kementerian Sekretariat Negara, Kemenkumham Kemendagri dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional, menyampaikan bahwa informasi bukan lagi kewenangan pihaknya melainkan kewenangan Badan Reintegrasi Aceh (BRA) Lembaga resmi Pemerintah yang mengurus masalah reintegrasi dalam proses perdamaian di Aceh.
Sementara DPRA dan Pemerintah Aceh dan Wali Nanggroe, BPN, Dinas Pertanian menyampaikan bahwa informasi yang diminta tidak dikuasai sementara Badan Reintegrasi Aceh (BRA) dan Partai Aceh tidak memberikan jawaban
Tim Stagas dari YARA meminta DPRA agar mendorong Pemerintah Aceh dan BRA untuk mempersiapkan data dan informasi terkait beberapa butir MoU yang berkaitan dengan kompensasi bari kombatan Gerakan Aceh Merdeka, Tahanan Politik dan Masyarakat Sipil yang terdampak konfik Aceh.
Pada pertemuan itu, forum menyepakati untuk menindaklanjuti rekomendasi pertemuan kepada pimpinan DPRA, untuk dilakukan tindak lanjutnya, rekomendasi dari YARA agar DPRA membentuk Tim Advokasi untuk mengeksekusi beberapa butir MoU yang belum di laksanakan sesuai dengan hasil dari Tim Kajian dan Advokasi MoU dan UUPA yang di bentuk oleh DPRA tahun 2019.
Hadir dalam kegiatan tersebut, Ketua DPRA, Dahlan Jamaluddin, Ketua Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (Banleg-DPR) Aceh, Azhar Abdurrahman, Ketua Komisi I DPRA Tgk Muhammad Yunus serta beberapa anggota DPR Aceh lainnya. (Red)