Opini  

Air Mata Presiden Soekarno Meluluhkan Tgk. Daud Beureu’eh

Oleh: Nab Bahany As

Ketika Presiden Soekarno pertama kali datang ke Aceh 1948 (M.Nur El Ibrahimy menyebut 1947), kala itu terjadi sebuah pertemuan khusus dengan Tgk. Daud Beereueh.

Dalam pertemuan itu, Presiden Soekarno meminta pada Tgk. Daud Beureueh agar rakyat Aceh dapat membatu mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

“Saya minta bantuan kakak (Presiden Sukarno menyebut kakak pada Tgk. Daud Beureueh), agar rakyat Aceh turut mengambil bagian dalam perjuangan bersenjata, yang sekarang sedang berkobar antara Indonesia dengan Belanda, untuk mempertahankan kemerdekaan yang telah kita proklamirkan pada 27 Agustus 1945”, pinta Presiden Soekarno pada Daud Beureueh.

Saat itu Tgk. Daud Beureueh menjawab: “Saudara Presiden, kami rakyat Aceh dengan segala senang hati dapat memenuhi permintaan Presiden, asal saja perang yang kami kobarkan itu adalah perang Sabil ‘fi sabilillah’, perang untuk menegakkan agama Allah. Sehingga kalau ada diantara kami rakyat Aceh yang terbunuh dalam perang itu, maka kami akan mati syahid”, kata Abu Beureueh pada presiden Soekarno.

Lalu Soekarno mengatakan: “Kakak, memang yang saya maksud adalah perang seperti yang telah dikobarkan oleh pahlawan-pahlawan Aceh sebelumnya, seperti Tgk. Chik di Tiro dan lain-lain, yaitu perang yang tidak kenal mundur, perang yang bersemboyankan “merdeka atau syahid”, kata Soekarno.

Lantas dalam pertemuan empat mata itu, Tgk. Daud Beureueh mengatakan: “Kalau begitu, pendapat kita telah bertemu saudara Presiden. Dengan demikian bolehlah saya mohon kepada saudara Presiden, bahwa apa bila perang telah usai nanti, kepada rakyat Aceh diberikan kebebasan untuk menjalankan Syariat Islam di dalam daerahnya”, kata Daud Beureueh lagi.

Saat itu Presiden Sukarno menjawab: “Hal itu tak usah kakak khawatir, sebab 90% rakyat Indonesia beragama Islam”, kata presiden Soekarno.

Kala itu Abu Daud Beureueh mengatakan: “Maafkan saya saudara Presiden, kalau saya terpaksa harus mengatakan, bahwa hal itu tidak menjadi jaminan bagi kami. Kami menginginkan satu ketentuan dari pada saudara Presiden”, Tgk. Daud Beureueh meminta kepastian dari Presiden Sukarno soal status daerah Aceh untuk menjadi daerah otonom Syariat Islam.

Mendengar permintaan Tgk. Daud Beureueh itu, Presiden Sukarno pun mengatakan: “Kalau demikian, baiklah, saya setujui permintaan kakak itu”, sahut presiden Soekarno.

Atas persetujuan presiden Soekarno itu, Abu Daud Beureueh dalam pertemuan itu dengan spontan mengucapkan: “Alhamdulillah. Atas nama rakyat Aceh saya mengucapkan terimakasih banyak, atas kebaikan hati saudara Presiden. Untuk itu kami mohon Tgk. Daud Beureueh menyodorkan secarik kertas kepada presiden, sudilah kiranya saudara Presiden menulis sedikit di atas kertas ini apa yang telah menjadi kesepakatan kita bersama”, kata Tgk. Daud Beureueh sambil menyodorkan selembar kertas pd presiden Sukarno.

Mendengar permintaan Abu Daud Beureueh itu, presiden Sukarno langsung menangis terisak-isak. Sampai air mata presiden Sukarno mengalir membasahi kedua pipinya.

Dalam keadaan tetisak-isak itu presiden Sukarno pun mengatakan pada Tgk. Daud Beureueh: “Kakak, kalau begitu tidak ada gunanya aku menjadi Presiden. Apa gunanya jadi presiden kalau kakak tidak percaya”, kata presiden Sukarno pada Daud Beureueh.

Saat itu langsung saja Tgk. Daud Beureueh menjawab: “Bukan kami tidak percaya saudara Presiden. Akan tetapi ini semua hanya sekadar menjadi tanda yang akan kami perlihatkan pada rakyat Aceh, yang akan kami ajak utk berperang mempertahankan kemerdekaan negeri ini”, kata Abu Daud Beureueh.

Lantas presiden Sukarno sambil menyeka air matanya, berkata pada Tgk. Daud Beureueh: “Wallah Billah, kepada daerah Aceh nanti akan diberi hak untuk menyusun rumah tangganya sendiri, sesuai dgn Syariat Islam.

Dan Wallah, saya akan pergunakan pengaruh saya, agar rakyat Aceh benar-benat nanti dapat melaksanakan Syariat Islam di dalam daerahnya. Nah, apakah kakak masih ragu-ragu juga?”, tanya presiden Sukarno pada Abu Beureueh.

Tgk. Daud Bereueh saat itu menjawab: “Saya tidak ragu lagi saudara Presiden. Sekali lagi atas nama rakyat Aceh, saya mengucapkan banyak terimakasih atas kebaikan hati saudara Presiden”, kata Tgk. Daud Beureueh.

Kenapa Tgk. Daud Beureueh saat itu tidak terus tegas meminta hitam di atas putih, sebagai jaminan tertulis atas janji-janji presiden Soekarno untuk Aceh. Karena menurut Tgk. Daud Beureueh, seperti dikutip M. Nur El Ibrahimy, saat itu Daud Beureueh iba hatinya melihat Soekarno menangis terisak-isak. Sehingga Abu Daud Beureueh tak sampai hati lagi meminta jaminan hitam di atas putih terhadap janji presiden Sukarno untuk memastikan status daerah Aceh.

Namun apa yang terjadi kemudian, tak lama setelah presiden Sukarno berjanji dengan Tgk. Daud Beureueh, Presiden Sukarno sendiri dalam sebuah pidatonya di Amuntai Kalimantan, membantahnya apa yang telah dijanjikan dengan Daud Beureueh di Aceh.

Dalam pidato di Amuntai itu, presiden Sukarno mengatakan bahwa pemerintah tidak akan mentolerir kehadiran negara Islam di daerah mana pun di Indonesia. Dengan demikian apa yang dijanjikan presiden Sukarno dgn Tgk. Daud Beureueh di Aceh menjadi terbatalkan dengan pidato presiden Sukarno di Amuntai itu.

Penulis Merupakan budayawan dan Pemerhati Sejarah