LINTAS NASIONAL – BIREUEN, Ketua Umum Forum Daerah Aliran Sungai (DAS) Peusangan, Suhaimi Hamid meminta Pemerintah Aceh agar mengelola DAS Jambo Aye dan Keureuto secara terpadu dari hulu ke hilir, guna meminimalisir banjir di Aceh Utara yang kerap terjadi.
“Jika ingin mengatasi banjir di Aceh Utara, maka Pemerintah Aceh dan Pemerintah Daerah serta pihak swasta harus ikut mengelola DAS Jambo Aye dan Keureuto,” pinta Ketua Umum FDKP, Suhaimi Hamid dalam keterangannya pada Rabu 12 Januari 2022
Kata Suhaimi, banjir yang melanda Aceh Utara pada 1 Januari 2022 merupakan dampak buruk pengelolaan DAS Jambo Aye dan Keureuto, ia menyebutkan, luas kedua DAS tersebut juga cukup besar sekitar 1.201.131 hektar.
“Luas DAS Jambo Aye sendiri mencapai 941.677 hektar yang tersebar di Aceh Tengah, Aceh Timur, Aceh Utara, Bener Meriah dan Gayo Lues,” sebut Suhaimi.
Kata Suhaimi, luas DAS Keureuto sendiri sebesar 259.454 hektar yang tersebar di Aceh Utara dan Bener Meriah.
“Jika kita melihat data DAS Jambo Aye dan Keureuto, maka hulu kedua DAS ini juga berada di Bener Meriah dan Aceh Tengah serta Gayo Lues untuk DAS Jambo Aye, artinya hulu DAS Jambo Aye, Keureuto dan Peusangan sama-sama di dataran tinggi Gayo,” jelas Suhaimi.
Untuk itu, Suhaimi meminta Pemerintah Aceh dan pemerintah daerah agar dapat menyusun langkah-langkah pengelolaan DAS Jambo Aye dan Keureuto secara terpadu dari hulu ke hilir, guna menyelesaikan persoalan banjir yang terjadi secara berulang-ulang di Aceh Utara.
“Pemerintah Aceh dan pemerintah daerah serta pihak swasta harus berkontribusi pada pengelolaan kedua DAS itu, baik melalui skema Imbal Jasa Lingkungan (IJL) maupun rehabilitasi hutan dan lahan di hulu,” saran Suhaimi.
Suhaimi yang juga Wakil Ketua DPRK Bireuen itu menyebutkan, berdasarkan data Forest Watch Indonesia (FWI), deforestasi yang terjadi di DAS Jambo Aye dan Keureuto sepanjang 2013-2017 seluas 8.271.
“Jika kita melihat kondisi tutupan hutan dan lahan di kedua DAS ini secara langsung, laju deferostasi meningkat tajam dari tahun ke tahun, karena adanya pembukaan lahan perkebunan secara besar-besaran,” tuding Suhaimi.
Suhaimi juga mengkritik kebijakan moratorium sawit di Aceh Utara, dimana kebijakan yang dianggap pro lingkungan itu hanya sekedar formalitas, sementara pembukaan lahan sawit di pedalam Kecamatan Sawang dan sekitar terus terjadi.
“Jika kondisi ini terus dibiarkan, maka intensitas banjir Aceh Utara akan terus meningkat, mari kita menyelesaikan persoalan banjir di Aceh Utara secara kaloborasi,” tutup Suhaimi Hamid. (Red)