LINTAS NASIONAL – BANDA ACEH, Praktisi Hukum dan Advokat Auzir Fahlevi SH, menyebutkan pencabutan Hak Politik Irwandi Tidak Pengaruhi Statusnya Sebagai Ketua Partai Nanggroe Aceh (PNA).
“Kedudukan Irwandi Yusuf sebagai Ketua Umum PNA dan diperkuat kembali dalam Surat Keputusan yang diserahkan oleh Kakanwil Kemenkumham Aceh Meurah Budiman pada 31 Desember 2021 membuktikan secara hukum bahwa tidak ada kesalahan atau pelanggaran terkait posisi maupun status Irwandi sebagai narapidana yang tengah menjalani hukuman,” demikian disampaikan Auzir Fahlevi dalam keterangan tertulisnya pada Sabtu 29 Januari 2022
Auzir menilai, banyak pihak yang terlalu tendensius dalam mengartikulasikan soal pencabutan hak politik Irwandi Yusuf yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim, baik ditingkat Pertama, Banding dan Kasasi.
Berdasarkan putusan terakhir yaitu Kasasi, Mahkamah Agung melalui putusannya bernomor 444K/Pid.Sus/2020 pada 13 Februari 2020 akhirnya menjatuhkan pidana penjara selama 7 tahun kepada Irwandi dan juga pencabutan hak politik selama 5 Tahun.
“Yang harus dipahami oleh semua pihak bahwa pencabutan hak politik irwandi selama 5 Tahun adalah pidana tambahan diluar pidana pokok (7 Tahun) sebagaimana diatur didalam pasal 10 KUHP dan secara spesifik diatur didalam pasal 35 KUHP,” ungkap Auzir Fahlevi
Auzir menjelaskan dalam pasal 35 KUHP sudah dengan jelas dirincikan soal hak yang dapat dicabut berdasarkan putusan hakim yaitu hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan tertentu, hak memasuki Angkatan Bersenjata, hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum, hak menjadi penasihat hukum atau pengurus/penetapan pengadilan, hak menjadi wali, wali pengawas, pengampu atau pengampu pengawas, atas orang yang bukan anak sendiri, hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian atau pengampuan atas anak sendiri atau hak menjalankan mata pencarian tertentu.
“Jadi dalam konteks kasus Irwandi Yusuf, tidak ada korelasi ataupun soal causalitas hukumnya terkait status narapidana yang disandang Irwandi dengan jabatan Ketua Umum PNA,” imbuh alumni Fakultas Hukum Unsyiah itu
Sebagi praktisi hukum Auzir menilai bahwa Pencabutan hak politik Irwandi dapat diartikulasikan dalam aspek hak tidak boleh memilih dan dipilih yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum seperti dalam Pemilu dan Pilkada sebagaimana penjabaran pasal 35 KUHP kecuali didetilkan rinci dalam putusan majelis hakim.
“Bila kemudian ada opini liar yang menyatakan Irwandi Yusuf tidak sah sebagai Ketua Umum PNA karena berstatus Napi maka itu merupakan dogma politis, bukan dogma hukum,” tandasnya
Menurutnya, penyerahan SK kepengurusan PNA pada 31 Desember 2021 lalu oleh Kakanwil Kemenkumham Aceh sudah jelas bahwa negara atau Pemerintah Republik Indonesia secara defacto dan dejure telah mengakui legalitas kedudukan Ketua Umum PNA adalah Irwandi Yusuf.
“Kalau ada pihak-pihak yang menolak SK kepengurusan PNA yang dikeluarkan oleh Kementerian Hukum dan HAM maka alangkah baiknya menempuh jalur hukum melalui PTUN,” tandasnya (AN)