Iklan DPRK Aceh Utara untuk JMSI

Iklan Lintas Nasional

Opini  

Beda Putusan Bebas dan Lepas dalam Perkara Pidana

Oleh : Dr. H. Taqwaddin, S.H., S.E., M.S.

Memulai catatan ini, perlu saya tegaskan bahwa kewenangan mengadili dan menjatuhkan hukuman kepada seseorang terdakwa hanya pada Hakim, bukan oleh pihak lain.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), ada tiga bentuk putusan dalam perkara pidana pada pengadilan tingkat pertama (Pengadilan Negeri), yaitu : Putusan Bebas, Putusan Lepas, atau Putusan Pidana.

Pertama. Putusan Bebas diatur dalam Pasal 191 ayat (1) KUHAP, “Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas”.

Dari ketentuan di atas dapat dipahami bahwa Putusan Bebas dijatuhkan oleh Hakim dalam hal kesalahan yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum tidak terbukti secara sah dan meyakinkan Hakim dalam sidang pengadilan. Harus ada hubungan siknifikan antara niat berbuat jahat (mens rea), perbuatan melawan hukum (actus rius) dengan pembuktian. Intinya, tak ada hukuman tanpa kesalahan.

Kedua. Putusan Lepas diatur dalam Pasal 191 ayat (2), “Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum”.

Hakim menjatuhkan Putusan Lepas dalam hal-hal yang sekalipun terdakwa telah terbukti melakukan perbuatan pidana. Tetapi, kepada terdakwa terpenuhi alasan pemaaf dan alasan pembenar sehingga tidak dapat dimintai pertanggungjawaban hukum.

Adapun apa saja alasan pemaaf dan alasan pembenar telah pernah saya jelaskan pada FB saya terdahulu (20/4/2022), yaitu : Orang dengan gangguan jiwa (Pasal 44 KUHP). Melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa (Pasal 48 KUHP). Melakukan pembelaan diri terpaksa (Pasal 49 KUHP). Melaksanakan perintah undang-undang (Pasal 50 KUHP), dan Melaksanakan perintah jabatan (Pasal 51 KUHP). Sehingga, terhadap orang-orang yang terpenuhi ketentuan ini maka Hakim menjatuhkan Putusan Lepas.

Selain itu, Putusan Lepas juga harus dijatuhkan dalam perbuatan yg didakwakan ternyata bukan perbuatan pidana. Tetapi, misalnya masuk dalam ranah hukum perdata, hukum adat, hukum dagang, atau hukum tata usaha negara.

Ketiga. Mengenai Putusan Pidana diatur dalam Pasal 193 ayat (1) KUHAP, yaitu “Jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana”.

Merujuk pada Pasal 10 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), Pidana terdiri atas pidana pokok dan pidana tambahan. Pidana pokok dapat berupa : 1. Pidana mati, 2. Pidana penjara, 3.Pidana kurungan, 4. Pidana denda, dan 5. Pidana tutupan. Sedangkan Pidana Tambahan, dapat berupa : 1. Pencabutan hak-hak tertentu. 2. Perampasan barang-barang tertentu, dan 3. Pengumuman Putusan Hakim.

Selain hukuman tambahan sebagaimana disebutkan di atas, masih ada bentuk hukuman tambahan lainnya yang diatur tersendiri dalam masing-masing ketentuan pidana khusus (Lihat FB Takwaddin Husin, 8/4/2022).

Penulis merupakan Hakim Tinggi Ad Hoc Tipikor pada Pengadilan Tinggi Banda Aceh