LINTAS NASIONAL – JAKARTA, Sejarah telah membuktikan peran perempuan dalam merebut dan mengisi kemerdekaan tidak dapat dipandang sebelah mata. Salah satunya melalui Kongres Perempuan Indonesia Pertama di Yogyakarta pada 22 Desember 1928.
Perempuan Indonesia sanggup menyatukan gagasan, pendapat, dan pemikirannya mengenai peran perempuan dalam perjuangan meraih kemerdekaan. Momentum ini kemudian diperingati sebagai Hari Ibu Nasional.
Dimasa penjajahan Belanda juga lahir sederet wanita yang bermental baja yang berperan mengusir para penjajah seperti Cut Nyak Dhien, Laksamana Malahayati, Cut Meutia serta RA. Kartini yang memperjuangkan emansipasi wanita serta banyak wanita-wanita tangguh lainnya.
Di era Reformasi Indonesia juga tidak kekurangan perempuan-perempuan inspiratif yang mempunyai peran penting dalam memajukan bangsa ini, salah satunya wanita Asal Aceh, Hj. Rizayati.
Dr. (Cn) Hj. Rizayati, SH.MM, merupakan tokoh perempuan asal Aceh yang juga seorang pengusaha nasional yang sukses dan telah ikut berpartisipasi dalam pembangunan, membangun rumah dan sarana penerangan yang tersebar di seluruh pelosok daerah Nusantara. Jiwa sosialnya pun telah menjamah warga yang membutuhkan tanpa memandang suku, agama, ras dan golongan.
Menjelang Hari Ibu Nasional 22 Desember yang akan diperingati tahun ini (2020), Hj. Rizayati mencoba berbagi pengalamannya kepada generasi perempuan milenial untuk terus berusaha menata hidup dan membangun keluarga, bangsa dan negara yang dicintainya.
“Makna Hari Ibu bagi saya adalah mengenang betapa sejarah panjang perjuangan kaum perempuan sejak era kolonial hingga dasawarsa ini. Dimana perempuan ingin mewujudkan peranan, kedudukan, dan kesetaraan gender dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” kata Hj. Rizayati di Jakarta pada Senin 7 Desember 2020.
Ia mengingatkan, kaum perempuan harus sadar dan bangkit dari keterpurukan, keterbelakangan maupun mitos yang membelenggu kehidupannya.
“Kaum perempuan harus sejajar dengan kaum lelaki dalam hal pendidikan, pergaulan, kedudukan dan karier dalam kehidupan dengan tetap memperhatikan ketentuan maupun batas-batasan Sunnatullah yang disyari’atkan kepadanya,” ajak Hj.Rizayati kepada generasi perempuan menyongsong peringatan Hari Ibu Nasional 22 Desember yang tahun ini genap 92 tahun itu.
Perempuan 36 Tahun ini mencontohkan, sebagaimana Qudratullah seorang ibu yang melahirkan, mendidik anak, atau menghormati suaminya. Akan tetapi Qadarullah tersebut tidak membatasi pergerakan perempuan untuk tampil dan meraih sesuatu di ruang publik.
Terkait fenomena instan yang sering terjadi misalnya kasus-kasus pergaulan bebas yang berujung perbuatan melawan hukum seperti prostitusi dan lainnya, Hj.Rizayati mengaku hal itu sangatlah miris dan menyayat hati kaum perempuan.
“Bila yang dimaksudkan jalan pintas itu cenderung kepada sesuatu yang sifat dan hasilnya instan seperti ‘prostitusi’ misalkan, tentunya fenomena ini sangat miris bagi saya sebagai kaum hawa. Disamping bertentangan dengan hukum negara maupun hukum Ilahi, hal ini juga merendahkan harkat, martabat, dan kedudukan kaum perempuan dari berbagai sisi maupun manifestasi,” ujarnya.
Oleh karena itu, menurutnya, perempuan harus memiliki kesadaran dan kepercayaan diri yang tinggi untuk tampil di ruang publik. Selanjutnya ia harus melahirkan sesuatu yang bermanfaat buat kreativitas sosial kaum perempuan.
“Soal kemampuan nalar, logika, maupun analisa, saya pikir perempuan tidak kalah dengan lelaki. Demikian juga, atas realita yang ada, tentunya ini tidak bisa diselesaikan oleh sekelompok perempuan saja melainkan harus terlibat banyak pihak mulai dari legislatif, eksekutif maupun yudikatif untuk membuat, sosialisasi, dan tindak lanjut regulasi yang bisa memutus mata rantai human trafficking baik secara sadar atau tidak,” imbuhnya mengingatkan.
Selain itu, perempuan yang bergelar Cut Nyak Cahaya Jeumpa tersebut juga menyoroti masalah eksploitasi, ia blak-blakan menyebut ekspolitasi terhadap kaum perempuan masih saja terus dilakukan oleh pihak-pihak yang tak bertanggung jawab.
“Eksploitasi tetap masih ada dari masa ke masa. Nah, dalam perspektif saya, pemerintah sudah berupaya ke arah itu antara lain seperti hadirnya instansi pemerintah yang khusus membidangi perempuan. Akan tetapi realisasi amanah konstitusi terhadap instasi yang dirasakan masih jauh dari harapan, sehingga kekerasan terhadap kaum hawa terus terjadi.” lanjut penggagas Indonesia terang tersebut.
“Karena itu, sikap dan harapan saya adalah, stakeholders pengambil keputusan harus bertindak tegas tanpa pandang bulu dalam menegakkan supremasi hukum (law enforcement) di bidang perempuan. Dengan itu sehingga efek jera harus betul-betul memiliki pengaruh bagi pelaku. Selanjutnya, dari sisi perempuan sendiri untuk tidak mau dijadikan inferior atas superior kaum lelaki dan ini bisa diwujudkan dengan perwujudan prestasi sejati kaum perempuan diruang publik,” Rizayati mengingatkan.
Terkait kekerasan terhadap kaum perempuan baik di ruang domestik maupun ruang publik harus dihentikan dalam berbagai manifestasi.
“Pemerintah, pemangku kepentingan, dan institusi Polri harus bersikap tegas atas hal ini. Perempuan juga baik secara sengaja ataupun tidak, jangan mau dirinya dijadikan komoditas yang bisa dieksploitasi dalam berbagai sisi. Oleh karena itu, seperti yang saya sampaikan di atas, bahwa dalam konteks ini perempuan harus memiliki kesadaran tinggi dalam mengisi kehidupan berbangsa dan bernegara. Perempuan harus tunjuk kepada dunia akan kemampuan dirinya sehingga segala stigma, mitos teks suci, dan pembenaran kekerasan terhadap perempuan dalam mitos dan budaya lokal tertentu bisa dihentikan secara permanen,” ujarnya.
Kepada pemerintah, ia berharap semua pemangku kepentingan, stakeholders, pembuat kebijakan, dan pengambil keputusan di semua jajaran dan tingkatan diseluruh Indonesia agar segera bersikap tegas lagi keras terhadap pelaku perdagangan manusia tanpa pandang bulu.Hal demikian agar praktik human trafficking ini betul-betul dapat ditiadakan dari bumi pertiwi.
‘Saya berada di garda terdepan untuk kebangkitan perempuan era milenial ini. Sebagai pengusaha, hal tersebut telah saya lakukan pemberdayaan kaum perempuan dengan apa yang bisa Saya lakukan. Misalnya, lewat pembinaan kelompok usaha, koperasi, bantuan sosial dan lain-lain yang tentunya itu menyentuh aspek esensial dari persoalan perempuan. Akan tetapi bila regulasi ditangan saya tentunya ada tindakan penting komprehensif yang bisa saya wujudkan dan itu menyentuh akar persoalan yang memberangus praktik perdagangan orang di Indonesia,” tegas Dr (CN) Hj. Rizayati, S.H.,M.M yang juga Owner serta Presiden Direktur PT. Imza Rizky Jaya Group itu.
“Pesan mendalam dari saya di Hari Ibu Nasional 22 Desember adalah perempuan harus bangkit, berbuat, dan berikan bukti nyata kepada dunia bahwa perempuan bisa berbuat banyak seperti halnya kaum laki-laki. Bangkit dan jangan termangu, gerak berbuat dan jangan menunggu!”
“Torehkan sejarah emas bagi generasi perempuan setelah kita, bahwa kita adalah perempuan emas bagi bangsa dan negara tercinta, Republik Indonesia yang ide, gagasan, pemikiran maupun pergerakannya dibutuhkan bangsa ini dalam mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender. Mari, bangkit dan lawan semua bentuk ‘perbudakan’ dan mitos yang membatasi gerakan perempuan hanya ada di ruang domestik,” tutup Hj.Rizayati. SH, MM. (Red)