Oleh: Dr. Teuku Zulkhairi MA
Dinas Pendidikan Dayah Aceh menyelenggarakan kegiatan 𝘉𝘢𝘩𝘵𝘴𝘶𝘭 𝘔𝘢𝘴𝘢𝘢𝘪𝘭 ulama dayah tentang legalitas transaksi jual beli dengan skema 𝘋𝘳𝘰𝘱𝘴𝘩𝘪𝘱 menurut Fikh Islam. Acara ini diikuti 45 orang peserta yang berasal dari ulama kharismatik dayah di Aceh dan para intelektual dayah.
Setelah tiga hari melakukan 𝘮𝘶𝘣𝘢𝘩𝘢𝘴𝘢𝘩 secara intens dan serius, dengan mengkaji berbagai literatur fikh, dikeluarkan hasil 𝘉𝘢𝘩𝘵𝘴𝘶𝘭 𝘔𝘢𝘴𝘢𝘢𝘪𝘭 yang menetapkan bahwa skema jual beli 𝘋𝘳𝘰𝘱𝘴𝘩𝘪𝘱 dan transaksi jual beli online lainnya harus dihindari dari bentuk jual beli 𝘣𝘢𝘪’ 𝘥𝘢𝘪𝘯 𝘣𝘪𝘥 𝘥𝘢𝘪𝘯 (jual beli hutang dengan hutang). Sebab, jual beli 𝘣𝘢𝘪’ 𝘥𝘢𝘪𝘯 𝘣𝘪𝘥 𝘥𝘢𝘪𝘯 termasuk dalam kategori akad yang fasid.
Namun demikian, para 𝘮𝘶𝘣𝘢𝘩𝘪𝘴 menyepakati bahwa skema jual beli 𝘋𝘳𝘰𝘱𝘴𝘩𝘪𝘱 ini dibolehkan dengan ketentuan bahwa customer (pembeli) ini harus tetap melakukan ijab kabul dengan 𝘥𝘳𝘰𝘱𝘴𝘩𝘪𝘱𝘦𝘳 (penjual) secara lisan atau tulisan setelah barang tersebut diterima dan dilihat secara langsung oleh customer (pembeli).
Hasil 𝘮𝘶𝘣𝘢𝘩𝘢𝘴𝘢𝘩 ini ditetapkan oleh para 𝘮𝘶𝘴𝘩𝘢𝘩𝘩𝘪𝘩 (pentashih) setelah melewati kajian yang mendalam, pemaparan makalah dan pandangan dari para narasumber dan tim kajian sumber, serta pendapat yang berkembang dalam forum 𝘉𝘢𝘩𝘵𝘴𝘶𝘭 𝘔𝘢𝘴𝘢𝘢𝘪𝘭 ini yang berlangsung pada tanggal 16-19 maret 2022.
Para 𝘮𝘶𝘴𝘩𝘢𝘩𝘩𝘪𝘩 atau pentashih 𝘮𝘶𝘣𝘢𝘩𝘢𝘴𝘢𝘩 ini yaitu Tgk H. Muhammad Amin Daud (Ayah Cot Trueng), Tgk. H. Alizar Usman, Tgk. Helmi Imran, MA dan Tgk Abu Yazid Al Yusufi.
Pada awalnya, para 𝘮𝘶𝘣𝘢𝘩𝘪𝘴 (peserta 𝘮𝘶𝘣𝘢𝘩𝘢𝘴𝘢𝘩 ) ini mencari dalil fikih Islam atas jual beli skema 𝘋𝘳𝘰𝘱𝘴𝘩𝘪𝘱 yang dewasa ini kian popular di masyarakat Indonesia dan bahkan juga dunia.
𝘋𝘳𝘰𝘱𝘴𝘩𝘪𝘱 ini adalah sistem penjualan dimana 𝘥𝘳𝘰𝘱𝘴𝘩𝘪𝘱𝘦𝘳 (penjual) hanya perlu memasarkan dan menjual barang milik pihak lain tanpa perlu membelinya terlebih dahulu (menyetok barang).
Jadi sistem jual beli online skema 𝘋𝘳𝘰𝘱𝘴𝘩𝘪𝘱 ini oleh para mubahis dibedah dan dicarikan referensinya dalam kitab fikih-fikih Islam.
Pada awalnya, jual beli skema 𝘋𝘳𝘰𝘱𝘴𝘩𝘪𝘱 ini dicarikan kecocokannya dengan akad jual beli 𝘧𝘶𝘥𝘩𝘶𝘭𝘪 yang memang dilarang dalam fikih muamalah, yaitu jual beli barang tanpa izin dan bukan miliknya.
Namun akad jual beli 𝘧𝘶𝘥𝘩𝘶𝘭𝘪 tidak cocok dengan skema 𝘋𝘳𝘰𝘱𝘴𝘩𝘪𝘱 ini karena skema 𝘋𝘳𝘰𝘱𝘴𝘩𝘪𝘱 adalah penjualan sesuatu dalam tanggungan penjual.
Sementara itu, jual beli dengan akad 𝘧𝘶𝘥𝘩𝘶𝘭𝘪 menjual benda nyata yang tidak ada kewenangan si penjual. Namun, kendala tentang akad 𝘧𝘶𝘥𝘩𝘶𝘭𝘪 ini bisa diselesaikan secara fikih karena sistem penjualan 𝘥𝘳𝘰𝘱𝘴𝘩𝘪𝘱𝘦𝘳 ini adalah sistem penjualan sesuatu di dalam tanggungan penjual.
Begitu juga tatkala jual beli skema 𝘋𝘳𝘰𝘱𝘴𝘩𝘪𝘱 ini hendak disesuaikan dengan akad jual beli “𝘚𝘢𝘭𝘢𝘮” dan “𝘸𝘢𝘬𝘢𝘭𝘢𝘩”. Jual beli akad 𝘚𝘢𝘭𝘢𝘮 dan akad 𝘸𝘢𝘬𝘢𝘭𝘢𝘩 ini juga tidak cocok dengan skema 𝘋𝘳𝘰𝘱𝘴𝘩𝘪𝘱.
Oleh sebab itu, berdasarkan literatur fikih, ditemukanlah kecocokan akad jual beli 𝘋𝘳𝘰𝘱𝘴𝘩𝘪𝘱 dengan 𝘣𝘢’𝘪 𝘮𝘢𝘴𝘩𝘶𝘧 f𝘪 𝘻𝘪𝘮𝘮𝘢𝘩 (jual beli sesuatu yang disifatkan dalam tanggungan si penjual).
Namun masalahnya kemudian, kecocokan akad jual beli 𝘋𝘳𝘰𝘱𝘴𝘩𝘪𝘱 dengan 𝘣𝘢’𝘪 𝘮𝘢𝘴𝘩𝘶𝘧 𝘥𝘪 𝘻𝘪𝘮𝘮𝘢𝘩 ini juga masih terdapat permasalahan yaitu dari sisi penjualan hutang dengan hutang (𝘣𝘢’𝘪 𝘥𝘢𝘪𝘯 𝘣𝘪𝘥𝘥𝘢𝘪𝘯).
Berdasarkan hal ini, untuk menghindari aspek penjualan hutang dengan hutang yang disepakati keharamannya oleh para ulama, maka dicarikanlah solusi agar skema 𝘋𝘳𝘰𝘱𝘴𝘩𝘪𝘱 ini mendapatkan legalitas fikih Islam.
Solusi yang ditemukan adalah skema jual beli 𝘋𝘳𝘰𝘱𝘴𝘩𝘪𝘱 ini baru dibolehkan dengan ketentuan 𝘤𝘶𝘴𝘵𝘰𝘮𝘦𝘳 (pembeli) melakukan ijab kabul dengan 𝘥𝘳𝘰𝘱𝘴𝘩𝘪𝘱𝘦𝘳 (penjual) secara lisan atau tulisan setelah barang tersebut diterima dan dilihat secara langsung oleh 𝘤𝘶𝘴𝘵𝘰𝘮𝘦𝘳 (pembeli).
Oleh sebab itu, pihak 𝘥𝘳𝘰𝘱𝘴𝘩𝘪𝘱𝘦𝘳 dalam hal ini harus menjalankan prinsip jual beli yang sesuai dengan fikih Islam yang mengharuskan adanya proses ijab kabul.
Misalnya dengan menambahkan fitur akad jual beli sehingga antara penjual atau 𝘥𝘳𝘰𝘱𝘴𝘩𝘪𝘱𝘦𝘳 tetap melakukan ijab kabul dalam proses jual beli.
Dikutip dari Facebook Aktivis santri Aceh Teuku Zulkhairi