LINTAS NASIONAL – JAKARTA, Mahkamah Agung (MA) menyunat hukuman mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dari 9 tahun penjara menjadi 5 tahun penjara dalam kasus suap izin ekspor benur atau benih lobster. Pemotongan masa pidana ini diketuk karena dia dianggap telah bekerja baik selama menjabat.
Putusan tersebut diketuk oleh majelis yang terdiri dari Sofyan Sitompul, Gazalba Saleh, dan Sinintha Yuliansih Sibarani pada 7 Maret lalu.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Edhy Prabowo dengan penjara selama 5 tahun dan pidana denda sebesar Rp400 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan,” demikian dikutip dari putusan MA pada Rabu, 9 Maret.
Selain itu, majelis juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik selama 2 tahun terhitung sejak Edhy selesai menjalani masa hukumannya.
Dalam pertimbangan majelis kasasi disebutkan putusan itu diperbaiki karena kurang mempertimbangkan keadaan yang meringankan terdakwa. Adapun keadaaan tersebut adalah Edhy telah bekerja dengan baik selama menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan.
Hal tersebut terbukti karena Edhy telah mencabut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56/PERMEN-KP/2016 tanggal 23 Desember 2016 dan menggantinya dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12/PERMEN-KP/2020 yang bertujuan untuk pemanfaatan benih lobster.
“Yaitu ingin memberdayakan nelayan dan juga untuk dibudidayakan karena lobster di Indonesia sangat besar. Lebih lajut dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12/PERMEN-KP/2020 tersebut eskportir disyaratkan untuk memperoleh benih bening lobster (BBL) dari nelayan kecil penangkap BBL,” tulis pertimbangan itu.
“Sehingga jelas perbuatan terhdakwa tersebut untuk menyejahterakan masyarakat, khsususnya nelayan kecil,” imbuh pertimbangan majelis kasasi tersebut.
Diberitakan sebelumnya, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat vonis mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menjadi 9 tahun penjara. Sebelumnya, Edhy divonis 5 tahun penjara di tingkat pertama atau pada Pengadilan Tipikor Jakarta.
Majelis Hakim PT DKI memperberat vonis Edhy karena dia tak menerima putusan pada tingkat pertama. Dalam memori banding Edhy, tidak ada dalih baru yang bisa membuat hukuman diringankan.
Selain itu, jabatannya sebagai menteri juga menjadi faktor yang memberatkan. Hakim berpendapat, Edhy harusnya menjadi contoh bagi anak buahnya.
Berikutnya, hakim juga mewajibkan mantan politikus Partai Gerindra tersebut membayar uang pengganti sejumlah Rp 9.687.447.219 dan 77 ribu dolar Amerika Serikat dengan memperhitungkan uang yang telah dikembalikan oleh Edhy Prabowo.
Uang tersebut harus dibayar Edhy dalam jangka waktu satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. Jika tidak dibayarkan, harta benda miliknya akan disita untuk kemudian dilelang sebagi penutup kekurangan pembayaran.
Nantinya, bila uang hasil lelang juga masih kurang untuk membayar uang pengganti maka hukuman Edhy akan ditambah selama 3 tahun.
Selanjutnya, hakim juga menjatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik selama tiga tahun. Hukuman ini berlaku setelah Edhy selesai menjalani masa tahanannya. (Voi.id)