Daerah  

Ikadin Aceh Uji Materiil Qanun LKS

LINTAS NASIONAL – BANDA ACEH, Ketua DPD Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) Provinsi Aceh, Safaruddin SH mengajukan permohonan uji meteriil terhadap Qanun Nomor 11 tahun 2018 Tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS) pada Selasa 19 Oktober 2021.

Safaruddin menguji pasal 2 ayat (1) dan pasal 65 Qanun LKS ke Mahkamah Agung karena kedua pasal tersebut menurutnya telah merugikan hak konstitusionalnya sebagai Warga Negara.

Safaruddin menjelaskan, dirinya mengalami disrkiminasi dan ketidakadilan ketika Pemerintah Aceh dan DPRA menggunakan kedua pasal tersebut untuk menutup seluruh Bank konvensional di Aceh termasuk perbankan konvensional yang saat ini telah tutup seluruhnya di Aceh dan seluruh nasabahnya di konversikan ke Bank Syariah Indonesia dan yang masih bertahan di bank konvensional maka rekeningnya dipindahkan ke Provinsi Sumatera Utara.

Proses ini kata Safar dianggap bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) dan Undang-Undang Nomor 15 tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, khususnya pasal 6 ayat (1) huruf g dan huruf h.

“Saya mengalami diskriminasi dan ketidak adilan atas tindakan Pemerintah Aceh dan DPRA yang menutup semua perbankan konvensional dan lembaga keuangan konvensional lainnya di Aceh, rekening saya di Mandiri, BCA dan BRI sudah dipindahkan ke kantor Sumatera Utara, dan ini menyulitkan saya untuk melakukan urusan perbankan selain yang elektronik seperti pergantian buku rekening, kartu ATM, print out rekening dan urusan lainnya yang perlu langsung ke Bank nya tentu ini diskriminatif menurut dan jika kita melihat pasal 6 pada UU 15/2019 materi muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan asas keadilan dan kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan,” jelas Safar.

Bunyi pasal yang di uji materil tersebut, pasal 2 ayat (1) “ Lembaga keuangan yang beroperasi di Aceh berdasarkan Prinsip Syari’ah” dan pasal 65 “Pada saat Qanun ini mulai berlaku, lembaga keuangan yang beroperasi di Aceh wajib menyesuaikan dengan Qanun ini paling lama 3 (tiga) tahun sejak Qanun ini diundangkan.

Menurut Safar, Pemerintah Aceh dan DPRA salah menafsirkan norma “Lembaga Keuangan” dalam dua pasal tersebut, menurutnya norma tersebut adalah “Lembaga Keuangan Syariah”, sehingga jika di maknai seperti itu maka sudah tepat sebagaimana payung hukumnya Qanun LKS yaitu pasal 21 Qanun Nomor 8 tahun 2014 tentang Pokok-Pokok Syariat Islam yang pada ayat (2) berbunyi “ Lembaga Keuangan Konvensional yang sudah beroperasional di Aceh harus membuka unit usaha syariah”, dan Qanun LKS hanya dalam ruang lingkup LKS saja tidak masuk ke dalam ranah konvensional.

“Timbulnya diskriminasi terhadap saya dan nasabah bank konvensional lainnya karena Pemerintah Aceh dan DPRA menafsirkan pasal 2 ayat (1) dan pasal 65 pada norma “Lembaga Keaungan” seakan akan semua lembaga keuangan di Aceh, padalah norma “lembaga keuangan”sendiri tidak dikenal dalam Qanun LKS, karena yang ada pada penjelasan pasal 1 Qanun LKS adalah Lembaga Keuangan Syariah, Lembaga Keuangan Non Bank Syariah Lembaga Keungan Syariah, Lembaga Keuangan lainnya, sedang kan Lembaga Keaungan itu tidak ada dalam penjelasan apa yang di maksud dengan lembaga keuangan itu, dan saya juga sudah telusuri dalam naskah akademiknya juga tidak adam yang ada hanyalah Qanun LKS akan di lahirkan karena perintah dari pasal 21 Qanun Nomor 8 tahun 2014,” tambah Safar.

Dalam permohonannya Safar meminta, Ketua Mahkamah Agung (MA) untuk membatalkan kedua norma pasal tersebut atau setidaknya di berikan penegasan bahwa kedua norma tersebut tidak berkekuatan hukum jika norma “Lembaga Keuangan” tidak di maknai sebagai ‘Lembaga Keaungan Syariah.

Permohonan ini diajukan melalui Pengadilan Negeri Banda Aceh dan telah di register dalam perkara nomor 1.P/HUM/2021//PN Bna.

“Kita minta Ketua Mahkamah Agung (MA) norma Lembaga Keuangan dihapuskan saja atau setidaknya diberikan tafsiran tidak berkekuatan hukum jika tidak dimaknai dengan lembaga keuangan syariah”, tutup Safar setelah menerima register perkara permohonan pada pukul 14.30 di Pengadilan Negeri Banda Aceh. (Red)