Iklan DPRK Aceh Utara untuk JMSI

Iklan Lintas Nasional

Kejagung Selesaikan 821 Kasus dengan Restorative Justice

LINTAS NASIONAL – JAKARTA, Kejaksaan Agung (Kejagung) sudah menyelesaikan 821 perkara di seluruh Indonesia melalui keadilan restoratif (restorative justice).

Hal ini dikatakan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum), Fadil Zumhana.

Pelaksanaan keadilan restoratif ini berdasarkan Peraturan Jaksa Agung RI Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

“Untuk menghadirkan keadilan di tengah masyarakat, maka perlu kiranya dibuatkan ruang atau tempat penyelesaian masalah dengan konsep perdamaian melalui musyawarah mufakat sebelum perkaranya masuk ke ranah penegak hukum,” kata Fadil Zumhana dalam Launching Rumah Restorative Justice (Rumah RJ) secara serentak di 9 wilayah Kejaksaan Tinggi, Kamis 17 Maret 2022

Fadil menyampaikan, tujuan dibentuknya Rumah Restorative Justice, yaitu pertama sebagai tempat dalam menyelesaiakan segala permasalahan di masyarakat. Kedua, kehadiran Rumah Restorative Justice mampu menggali kearifan lokal dalam mengimplementasikan nilai-nilai yang hidup masyarakat.

“Ketiga, Rumah Restorative Justice adalah sebagai tempat musyawarah mufakat telah membuka harapan untuk menciptakan keharmonisan dan kedamaian dalam masyarakat,” ucap Fadil

Sementara, Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan bahwa konsep restoratif justice itu membuat para penegak hukum dapat tidak menintikberatkan pemberian sanksi pidana kepada para pelaku kejahatan.

“Harus lebih mengutamakan perdamaian dan pemulihan pada keadaan semula, bukan lagi menintikberatkan pada pemberian sanksi pidana berupa perampasan kemerdekaan seseorang,” ucap Burhanuddin.

Jaksa Agung ST Burhanuddin sebelumnya menerbitkan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Aturan tersebut memungkinkan penuntutan kasus pidana yang ringan tak dilanjutkan apabila memenuhi sejumlah persyaratan.

Dalam Pasal 5 aturan itu, disebutkan bahwa perkara dapat dihentikan apabila tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, dan hanya diancam dengan pidana denda atau pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun.

Kemudian, nilai barang bukti atau kerugian yang ditimbulkan akibat tindak pidana tidak lebih dari dua juta lima ratus ribu rupiah. (CNN)