Iklan Penutupan Jembatan Peudada

Daerah  

Minimnya Keterlibatan Pemuda dalam Pembangunan Bireuen jadi Sorotan Publik

LINTAS NASIONAL – BIREUEN, Suasana terbuka dan kritis mewarnai kegiatan Temu Rembuk Masyarakat dan Pengambil Kebijakan yang digelar di Kabupaten Bireuen, Rabu 28 Mei 2025

Kegiatan ini diinisiasi oleh masyarakat sipil dan didukung oleh LSM Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh, dengan tujuan utama menciptakan ruang dialog yang jujur antara warga dan pemerintah daerah.

Dalam pertemuan tersebut, masyarakat dari berbagai latar belakang menyampaikan pandangan, kritik, dan harapan terhadap proses pembangunan di Bireuen. Kritik yang disampaikan bukan bentuk perlawanan, melainkan cermin kepedulian yang tulus agar arah pembangunan ke depan lebih berpihak kepada rakyat.

“Kami dari GeRAK berharap ruang seperti ini tidak hanya menjadi ajang dengar pendapat, tetapi benar-benar diakomodir dalam kebijakan dan program daerah. Temu rembuk ini bagian dari tanggung jawab sosial kami untuk mendorong demokrasi yang lebih partisipatif dan bersih,” ujar Murni M. Nasir, Koordinator GeRAK Bireuen.

Murni juga menegaskan bahwa kegiatan ini bukan semata seremonial, tetapi dorongan nyata agar partisipasi masyarakat tidak dipinggirkan.

Salah satu materi penting disampaikan oleh Achdan Tharis, yang mempresentasikan hasil advokasi terkait minimnya keterlibatan pemuda, perempuan, dan penyandang disabilitas dalam proses pembangunan di Bireuen.

“Kelompok rentan ini sering hanya disebut dalam dokumen perencanaan, tapi tidak benar-benar dilibatkan secara bermakna dalam implementasi. Padahal merekalah yang paling terdampak oleh kebijakan,” tegas Achdan dalam pemaparannya.

Isu lingkungan juga menjadi perhatian. Nazariani, dari organisasi Aceh Green Conservation (AGC), menyoroti berbagai persoalan ekologis di Bireuen, mulai dari degradasi hutan, pencemaran sungai, hingga lemahnya penegakan hukum lingkungan.

“Kami menekankan pentingnya pembangunan berkelanjutan yang berbasis perlindungan lingkungan. Tanpa itu, kita sedang membangun di atas kehancuran,” ujar Nazariani.

Sementara itu, dari perspektif media, Ariadi B. Jangka, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Bireuen, menekankan agar kegiatan serupa bisa dilakukan secara berkala dan difasilitasi langsung oleh pemerintah daerah sebagai bagian dari mekanisme check and balance.

“Temu rembuk ini jangan hanya jadi milik LSM atau proyek-proyek sementara. Pemerintah daerah harus ambil bagian aktif dan menjadikannya agenda rutin,” ungkap Ariadi.

Temu Rembuk ini diakhiri dengan rekomendasi bersama untuk membangun Bireuen yang inklusif, berkelanjutan, dan bebas dari praktik pembangunan semu. Harapannya, kritik yang disampaikan hari ini bukan berakhir di ruang diskusi, tapi menjadi bahan koreksi dan aksi nyata dari pemerintah.

“Kami tidak membenci. Kami mengkritik karena kami peduli. Jangan abaikan suara rakyat jika ingin pembangunan benar-benar menyentuh keadilan,” tutup Murni M. Nasir. (AN)