LINTAS NASIONAL – BIREUEN, Koordinator Masyarakat Pengawal Otsus (MPO) Aceh, Syakya Meirizal angkat bicara perihal Seminar Nasional “The Power of Teaching” yang dilaksanakan Cabang Dinas Pendidikan (Cabdin) Wilayah Bireuen, melalui lembaga GRAPENSI, Sabtu 31 Mei 2025 di aula Universitas Islam Aceh (UIA), Paya Lipah Peusangan.
Dalam pandangannya, Syakya mengatakan bila pihak Dinas Pendidikan Aceh ingin menggelar seminar atau berbagai bentuk pelatihan bagi para guru, sejatinya dapat dilaksanakan sendiri secara internal oleh Dinas.
“Jika ingin melibatkan pihak ketiga atau lembaga pelatihan, pihak dinas harus menunjuk lembaga yang kredibel dan memiliki track record yang jelas” demikian disampaikan Syakya dalam keterangannya melalui pesan WhatsApp, Minggu malam, 1 Mei 2025.
Namun, kata Syakya, pada seminar nasional “The Power Of Teaching” di Bireuen ini ada beberapa hal yang patut dikritisi bersama. Dimana surat undangan atau surat imbauan untuk sekolah atau peserta dikeluarkan oleh Cabdin hanya berdasarkan surat dari pihak Lembaga Pelatihan, tanpa rekomendasi dari Kepala Dinas Pendidikan Aceh.
“Jika dilihat dari pesertanya yang mencapai ratusan orang, apakah benar materi pelatihan tersebut dapat diserap secara mendalam dan berjalan efektif sesuai harapan. Kami mempertanyakan ini karena berkaitan dengan tema acara,” ujar Syakya.
Selain itu, Syakya juga menyesalkan besaran biaya yang harus dikeluarkan peserta senilai 250 ribu per orang, karena menurutnya tidak sesuai dengan fasilitas yang didapatkan oleh para peserta, sebab acara pelatihan dilaksanakan dalam dua versi, luring dan daring (via zoom).
“Walaupun seminar dilaksanakan dalam dua versi, tapi biaya pendaftarannya tetap sama. Ini juga hal-hal yang patut kita pertanyakan. Seharusnya dari pertama dilakukan secara zoom saja. Supaya biaya pendaftaran yang dibebankan kepada para guru bisa lebih kecil lagi” terangnya.
Ia juga menuntut pihak Cabdin untuk memberikan informasi yang transparan terkait uang pendaftaran yang telah dikumpulkan dari para peserta. “Uang tersebut didistribusikan atau dibelanjakan ke mana saja dan untuk apa saja,” tandasnya.
Lebih lanjut tambah Syakya, jika tidak transparan terhadap penggunaan dana biaya pendaftaran seminar tersebut, patut diduga ada potensi atau upaya meraup keuntungan oleh pihak tertentu dalam kegiatan itu. Karena itu, masalah ini harus menjadi atensi Kepala Dinas Pendidikan Aceh.
“Kami meminta Kepala Dinas Pendidikan Aceh untuk melakukan evaluasi. Bila perlu lakukan investigasi. Apakah seminar ini sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Atau ada modus-modus tertentu yang justru merugikan para guru,” paparnya.
Syakya mengingatkan, jangan sampai modus seminar pendidikan berkedok seperti modus Bimbingan teknik (Bimtek) Dana Desa yang telah merugikan masyarakat Bireuen menular ke sektor pendidikan dengan pelatihan-pelatihan yang sama sekali tidak bermanfaat, namun diklaim seolah-olah memberikan manfaat yang sangat besar dalam peningkatan kapasitas para guru.
“Sekali lagi kami minta kepada Kepala Dinas Pendidikan Aceh untuk melakukan evaluasi. Jika memang kegiatan ini sekadar modus mengeruk keuntungan, agar kegiatan atau pelatihan sejenis dapat dihentikan di seluruh Aceh,” tekan Syakya.
Evaluasi itu, sebut Syakya, agar pelatihan-pelatihan sejenis tidak membudaya di Aceh. Karena, bila kegiatan serupa ini masih dilanjutkan dengan jumlah guru belasan ribu orang, ditakutkan akan manjadi ladang bisnis yang kemungkinan besar nantinya akan ada titipan-titipan pihak-pihak tertentu dari luar dinas pendidikan.
“Pada prinsipnya kami mengapresiasi dan mendukung penuh setiap ikhtiar untuk peningkatan kualitas dan kapasitas para guru. Tapi harus benar-benar berbasis pada pendekatan scientific evidence. Bukan sekedar klaim untuk menjustifikasi serta modus mengeruk keuntungan oleh pihak tertentu yang justru merugikan para guru itu sendiri,” pungkas Syakya. (AZ)