
LINTAS NASIONAL – JAKARTA, Kebijakan pemerintah mengenai adanya pelarangan mudik, tapi objek wisata tetap buka menuai kritik dari para epidemiolog di Indonesia.
Epidemiolog Universitas Indonesia (UI) Tri Yunis Miko Wahyono menilai kebijakan pemerintah tersebut tidak konsisten. Seharusnya kebijakan pembukaan destinasi pariwisata harus diikuti dengan kebijakan zona daerah di mana tempat pariwisata itu berada.
“Jadi, menurut saya memang kebijakan pemerintah tidak konsisten. Mall dibuka sampai jam 9 malam, tak ada pembatasan sosial. WFH kemudian hanya himbauan dan tidak disertai surat tugas,” ujar Tri Yunis Minggu 18 April 2021
“Dilarang mudik itu kan pembatasan sosial sedang, dicampur dengan buka wisata, itu malah pembebasan sosial. Negara ini tidak pernah konsisten. Karena mungkin pertimbangannya ekonomi,” ujarnya lagi.
Oleh karena itu, menurut Tri Yunis sebaiknya pembukaan tempat pariwisata dibarengi dengan kebijakan zona masing-masing daerah dimana tempat pariwisata itu berada.
Misalnya tempat pariwisata itu berada di wilayah zona merah, maka otomatis tidak diperbolehkan buka.
Sementara kalau tempat pariwisata itu berada di zona orange, kuning, dan hijau diperbolehkan buka, tapi pengunjungnya harus benar-benar dibatasi dan dipastikan disiplin protokol kesehatan dan tidak membuat adanya kerumunan.
“Harus benar-benar diterapkan di setiap daerah, kabupaten, kota, memetakan itu semua. Tapi lebih ideal lagi seharusnya daerah atau kawasan wisata (para pengunjung) wajib melakukan PCR antigen,” tuturnya.
Senada dengan Tri Yunis, Epidemiolog dari Universitas Airlangga Laura Navika Yamani mengatakan kondisi pandemi saat ini memang harus diwaspadai adalah menghindari kerumunan.
Dikhawatirkan jika pariwisata dibuka pada saat libur lebaran, maka akan terjadi kerumunan. Hal ini tentu akan membahayakan adanya risiko penyebaran Covid-19.
“Jika dipastikan tidak terjadi kerumunan, kemudian masyarakat di tempat wisata menjalankan protokol kesehatan, (bisa) mengurangi risiko penularan,” tuturnya. (cnbc)