LINTAS NASIONAL – BANDA ACEH, Kegagalan pembangunan yang terus terjadi meski didukung oleh sumber daya alam dan anggaran yang melimpah telah menempatkan Aceh sebagai Provinsi yang terus tertinggal dalam segala aspek, bahkan menduduki peringkat pertama daerah termiskin, itu mengindikasikan betapa lemahnya kualitas kepemimpinan politik yang selama ini berkuasa.
Hal itu disampaikan oleh Peneliti Lembaga Emirates Development Research (EDR), Usman Lamreung, ia berpendapat tidak ada agenda yang lebih krusial dan penting bagi Aceh saat ini selain mendorong transformasi kepemimpinan politik yang kuat dan visioner; yang mampu membangun pondasi kemajuan dan kesejahteraan bagi rakyat Aceh.
Untuk kepemimpinan politik di tingkat Propinsi sesuai cermatan di beberapa titik lemah kepemimpinan Gubernur Aceh selama beberapa periode ini Lembaga EDR menawarkan kriteria ideal Gubernur Aceh ke depan, dengan karakter dan kualitas.
Pertama, Memahami persoalan sekaligus memiliki tawaran solusi untuk pembangunan Aceh ke depan. Kedua, sosok visioner yang memiliki visi perubahan; memiliki konsep dan arah yang jelas kemana dan bagaimana ia memimpin dan memajukan Aceh ke depan.
Ketiga, memiliki tekad dan komitmen kuat untuk mewujudkan visi perubahan tersebut, bukan hanya sekadar beretorika dengan ragam janji politik yang tak pernah diwujudkan. Keempat, Out of the box, Inovatif dengan terobosan-terobosan baru. Kreatif dan berani berpikir serta bertindak dengan cara berbeda dalam sebuah visi pembangunan Aceh yang berkemajuan.
Kelima, berani dan tegas dalam fungsi kepemimpinannya menghadapi tekanan dan gangguan baik internal maupun eksternal, dalam rangka mewujudkan perubahan dan kemajuan yang lebih baik bagi Aceh. Keenam, memiliki kemampuan komunikasi yang baik untuk merangkul para bupati dan walikota di Aceh dalam satu semangat dan komitmen membangun Aceh.
Ketujuh, mampu menerapkan manajemen berpikir dan bertindak konkrit, tidak lagi gemar bermain dengan peran-peran normatif-simbolik. Kedelapan, memiliki komitemen anti korupsi yang kuat. Kesembilan, mampu mengelola birokrasi untuk bekerja dengan semangat reformis, taat azas dan anti korupsi, bukan malah memanfaatkan birokrasi sebagai saluran pemenuhan kepentingan pribadi dan kelompok, dan Kesepuluh, secara keseluruhan ia mampu hadir sebagai anti-tesa dari kelemahan dan kegagalan pemimpin-pemimpin Aceh sebelumnya.
Sepuluh kriteria ideal Gubernur Aceh ini menurut hemat kami perlu didorong dan dikawal bersama untuk menjadi rujukan bagi rakyat Aceh dalam menilai dan mempertimbangkan pilihan pada para kandidat Gubernur Aceh yang akan berkontestasi pada Pilkada yang diwacanakan akan berlangsung pada 2024 mendatang.
Hal itu kata Usman mengingat pentingnya agenda transformasi kepemimpinan politik bagi rakyat Aceh untuk cerdas dalam memilih. Dengan berkaca pada kondisi Aceh terkini, lebih dari sekedar aksi simpatik dan jualan sentimen serta primordialisme kedaerahan.
“Kita sesungguhnya sangat membutuhkan calon-calon pemimpin Aceh yang visioner, yang memilki kejelasan konsep bagaimana Aceh ini akan dibangun serta komit untuk membangun Aceh atas prinsip-prinsip good governance and clean goverment semata-mata untuk kemajuan dan kesejahteraan rakyat Aceh, bukan sebaliknya untuk kepentigan pribadi, kelompok dan oligarkhi,” kata Usman Lamreung pada Sabtu 2 Oktober 2021
Menurutnya aksi simpatik tidaklah cukup, karena lebih dari itu untuk membangun sebuah daerah juga sangat dibutuhkan knowledge, pengetahuan dan wawasan, serta kemampuan manajerial. Kita juga telah belajar bagaimana sentimen kedaerahan sering berakhir dengan “PHP”. Ketika sudah berkuasa, jangankan membangun satu Aceh, membangun “daerah asal” saja mereka sudah tak mau dan mampu.
“Bagi calon atau kandidat yang berniat dan berminat untuk tampil dalam kontestasi pilkada Gubernur Aceh tahun 2024 mendatang, dalam dua tahun setengah ke depan silakan menunjuk serta buktikan kualitas masing-masing ke rakyat Aceh berdasarkan 10 kriteria ideal tersebut,” pungkas Peneliti EDR itu (Red)