LINTAS NASIONAL – JAKARTA, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Indah Anggoro Putri mengungkap perusahaan yang memberikan upah di bawah upah minimum 2022 akan diberikan sanksi pidana.
“Bagi perusahaan yang membayar upah di bawah upah minimum akan dikenakan sanksi pidana. Maka tadi saya bilang hati-hati. Harus taat hukum!” katanya dalam Seminar Terbuka Proses Penetapan Upah Minimum 2022 secara virtual, Senin 15 November 2021 kemarin
Perusahaan juga tidak diperbolehkan menunda pelaksanaan upah minimum tahun 2022. Putri mengungkapkan pandemi COVID-19 jangan dijadikan alasan bahwa perusahaan tidak bisa membayar upah minimum sesuai ketetapan masing-masing provinsi.
“Perusahaan harus betul-betul menerapkan! Jangan beralasan atau berdalih karena masih di masa kebangkitan atau pemulihan pandemi COVID-19 lalu jadi tidak taat penetapan upah minimum,” lanjutnya.
Kemudian, peralihan ketetapan upah minum tahun 2021 berdasarkan PP 36 tahun 2021 dijelaskan bahwa upah minum sektoral yang telah ditetapkan sebelum tanggal 2 November 2020 tetap berlaku sampai dengan surat keputusan mengenai penetapan upah minum sektoral berakhir.
“Atau upah minum Provinsi dan Kabupaten/ Kota di daerah tersebut ditetapkan lebih tinggi dari upah minum sektoral sebelum 2 November 2020,” katanya.
Nanti, jika ada penetapan upah minimum 2022 ditetapkan nilainya lebih tinggi dari sebelum 2 November 2020, maka angka yang dipakai yakni angka yang lebih tinggi.
“Misal upah untuk pekerja sektor pariwisata tetapkan 2 November 2020, katakan 2019 itu sebesar Rp 2,8 juta di suatu daerah. Nanti pada 21 November Provinsi menetapkan 3 juta, itu yang berlaku yang mana? Maka akan yang lebih tinggi. Intinya jangan sampai lebih rendah,” ungkapnya.
Kemudian, sebagai informasi, upah minum baik UMP dan UMK akan ditetapkan masing-masing pada 21 November 2021 dan 30 November 2021. Upah itu untuk pekerja dengan masa kerja kurang dari 12 bulan dan lajang.
Lalu, dijelaskan juga bahwa upah minimum nanti akan ditetapkan oleh Gubernur. Penghitungannya sesuai dengan penghitungan formula PP 36/2021.
“Mungkin bukan Gubernur yang utak-atik, tetapi akan ada Dewan Pengupahan Daerah, Dinas Tenaga Kerja, bekerjasama untuk menghitung dengan formula yang ada, lalu dilaporkan kepada Gubernur untuk menjadi ketetapan UMP atau UMK,” pungkasnya. (Red)