LINTAS NASIONAL – BANDA ACEH, Melihat dinamika politik di Aceh saat ini sangat dinamis dan tidak menentu maka posisi Wagub sangat penting dalam membantu pemerintahan Gubernur Nova Iriansyah.
Demikian disampaikan oleh pengamat kebijakan publik dan poltik Aceh Usman Lamreung menanggapi kondisi perpolitikan Aceh dan masih kosongnya posisi Wakil Gubernur, nenurutnya posisi Wagub sangat penting untuk berjalannya pemerintahan.
“Sangat penting, karena posisi Wagub dalam konteks kepentingan pembangunan Aceh adalah kebutuhan rakyat, pengisian dan penguatan perdamaian, sosial politik, sosial budaya dan agama serta hukum,” kata Usman saat ditemui lintasnaaional.com di Banda Aceh pada Selasa 26 Januari 2020.
Terkait sosok yang akan mengisi posisi Wagub Usman berpendapat, harus diisi oleh figur yang memiliki kemampuan dan pengalaman memimpin Aceh tingkat Provinsi, memiliki legitimasi dan harapan sosial politik kuat dari masyarakat.
“Paling penting Figur Wagub memahami penanganan pontensi konflik dan bencana, memilik jaringan dan pengalaman komunikasi intens ke tingkat nasional dan antar komponen pemerintahan daerah di Aceh termasuk Muspida, ulama dan tokoh-tokoh berpengaruh terutama yang pernah terlibat dalam konflik dan perdamaian Aceh,” ungkap Akademisi Universitas Abulyatama tersebut
Secara demografis, lanjut Usman, idealnya posisi Wagub pengganti adalah dari kalangan etnik Aceh pesisir yang memiliki legitimasi sosial politik yang kuat. Dan jika dari kalangan partai maka idealnya dari kalangan partai lokal atau pimpinan partai lokal yang memiliki pengalaman dan kemampuan memimpin tingkat Provinsi, tidak mesti dari partai pengusung.
“Sejauh ini, dari kalangan partai pengusung, baik partai lokal PNA-PDA maupun parnas PDIP, PKB dan Demokrat tidak ada satupun yang ideal dan yang layak mengisi posisi jabatan Wagub dilihat dari sisi kemampuan, pengalaman dan legitimasi sosial politik dari masyarakat. Selain Irwandi dari PNA dan Nova Iriansyah dari Demokrat memang belum ada tokoh lain yang layak dari partai pengusung untuk posisi Gubernur maupun Wagub,” nilai Penagamat asal Aceh Besar tersebut.
Secara undang-undang, Usman menilai, partai pengusung memiliki hak penuh untuk mengajukan calon tetapi hak diusung dimiliki oleh setiap warga negara. Sesuai dengan prinsip politik demokrasi dan tujuannya, undang-undang di Indonesia sudah ideal dalam mengatur hak memilih dan dipilih, agar demokrasi politik bermanfaat untuk pembangunan dan rakyat, dari rakyat untuk rakyat.
Dalam praktiknya juga secara dominan, mulai dari presiden hingga bupati/walikota, dan para wakil, partai-partai politik tidak memaksakan kader atau pengurus partai untuk menjadi capres/cawapres, cagub/cawagub, Cabup/Cawabup dan seterusnya. Tetapi lebih mencari tokoh partai dari partai lain atau bahkan dari tokoh rakyat yang tidak memiliki partai untuk dicalonkan.
Kemampuan dan pengalaman menjadi variabel paling penting yang harus dilihat untuk kepemimpinan. Partai politik juga akan terus hebat dan besar jika melakukan hal itu dan dapat mencerminkan politik dari rakyat untuk rakyat untuk pembangunan. Dan partai politik dan demokrasi memang dilahirkan untuk meniadakan warisan, monopoli dan pembatasan kekuasaan kepada keluarga tertentu dan orang tertentu.
“Maka dalam konteks pengisian Wagub Aceh, Gubernur Nova tidak boleh bermanuver di luar prinsip politik demokrasi dan aturan main, ia tidak boleh memaksakan diri yang harus menjadi Wagub siapa yang di suka dan diterima, yang harus dilakukan adalah siapa yang diinginkan rakyat, punya pengalaman, mumpuni, cakap dalam komunikasi politik dan kemampuan lainnya dalam pembangunan. Dan sekali lagi tidak wajib dari partai pengusung. Jika dipaksakan kriterianya harus dari partai pengusung maka rakyat Aceh akan menjadi korban lagi, karena sejauh ini tidak ada cukup syarat untuk posisi Wagub dari partai pengusung. Secara konstitusional, jika dibatasi harus dari partai pengusung maka jika ada warga negara yang menggugat ke Makamah Konstitusi akan gugur sebab hak diusung dan dipilih merupakan hak setiap warga negara,” jelas Usman panjang lebar
Walaupun semuanya sudah diatur dalam Undang-undang namun lanjut Usman dalam perjalanannya tetap memiliki Hambatan dan tantangan sehingga berlarut-larutnya pengisian posisi Wagub Aceh bisa saja terjadi kenakalan dan tidak ihklasnya Nova Iriansyah dan beberapa kader partai pengusung yang ingin maju sendiri, padahal sama sekali belum pantas secara personal dan secara Partai.
“Juga diakibatkan oleh beberapa pembisik dari luar partai dan pemegang modal ikut bermain dan menghindar agar posisi Wagub kosong, padahal posisi wagub sangat berperan dalam membantu Gubernur, diantaranya salah satu tugas Wagub paling penting termasuk pengawasan melekat pembangunan, adalah mulai pempograman hingga pelaksanaan di lapangan. Maka secara otomatis dapat menghalau terjadinya penyimpangan-penyimpangan dan tidak dapat dimonopoli bila posisi Wagub ada,” pungkas Usman Lamreung (Red)