Iklan DPRK Aceh Utara untuk JMSI

Iklan Lintas Nasional

Tak Terima Pilkada 2024, Anggota DPRK ini Tantang Seluruh Politisi PA Mundur Serentak

Politisi Partai Aceh Irwanda Muhammad Hamzah

LINTAS NASIONAL – ACEH TIMUR, Akhirnya Pemerintah Pusat mengambil keputusan terkait pelaksanaan Pilkada, dalam surat yang ditujukan kepada Gubernur Aceh, Mendagri Menegaskan Pilkada Aceh akan digelar pada Tahun 2024.

Keputusan itu tentunya menuai protes dan akan menjadi polemik baru di Aceh, karena Rakyat Aceh anggota DPR sebagian besar meninginkan Pilkada Aceh pada Tahun 2022 dan sesuai dengan Undang-Undang nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.

Menanggapi keputusan Mendagri, salah satu anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Kabupaten Aceh Timur Irwanda Muhammad Hamzah mengajak seluruh Politisi dari Partai Aceh (PA) untuk mengundurkan diri secara serentak sebagai bentuk protes.

“Saya mengajak seluruh kader Partai Aceh di seluruh Aceh baik yang menjabat sebagai Bipati/Wakil Bupati, Walikota/Wakil, DPR seluruh Aceh baik DPRA & DPRK untuk mengundurkan diri bersama-sama secara serentak sebagai bentuk protes & perlawanan terhadap keputusan tersebut,” ajak Irwanda pada Kamis 22 April 2021.

Menurut Irwanda, hal itu dilakukan untuk menunjukkan dan membuktikan kepada seluruh masyarakat Aceh bahwa Partai Aceh masih sangat konsisten untuk menjaga kekhususan dan marwah Aceh sesuai yang disampaikan saat orasi-orasi politik ketika Pilkada & Pileg.

“Saat ini adalah kesempatan kepada seluruh politisi Partai Aceh untuk menunjukkan komitmennya dalam menjaga perdamaian dan menjaga kekhususan Aceh, seperti yang kita sampaikan pada panggung orasi 100% politisi partai Aceh berbicara MoU Helsinki dan UUPA,” lanjut Irwanda

Ia juga berharap akan ada pergerakan khusus dari Politisi Partai Aceh, “Secara pribadi sangat siap untuk mundur menunjukkan komitmen PARTAI ACEH untuk menjaga marwah dan kekhususan Aceh,” tegas Anggota DPRK Aceh Timur dua periode tersebut

Irwanda berpendapat surat yang dikeluarkan Mendagri melalui Direktur Jendral Otonomi Daerah terkait pelaksanaan Pilkada Aceh hanya mengacu pada undang-undang No 10 tahun 2016, surat tersebut sama sekali tidak menyentuh kekhususan Aceh.

“Surat tersebut sudah mengabaikan kekhususan Aceh, yang termaktub dalam undang-undang Rai sama seperti undang-undang no 10 tahun 2016 tentang pemilu serentak secara nasional, yaitu undang-undang 11 tahun 2006, maknanya jika UU tersebut dikesampingkan berarti MoU Helsinki juga dikesampingkan karena UUPA merupakan turunan MoU Helsinki,” jelas Irwanda

Selain itu ia juga mempertanyakan upaya Pemerintah Aceh dan pihak lainnya untuk melakukan upaya hukum dalam membela kekhususan Aceh.

“Dalam hal ini adakah upaya Pemerintah Aceh dan pihak-pihak yang bertanggung jawab di Aceh untuk melakukan upaya hukum membela kekhususan Aceh melawan keputusan tersebut, akankah lahir perlawanan terhadap kekhususan tersebut atau hanya diam saja dengan makna Aceh sudah menerima keputusan tersebut,” pungkas Irwanda Muhammad Hamzah (Red)