Iklan Lintas Nasional
Daerah  

Terkait Qanun LKS, Pengamat Minta Gubernur Aceh Tidak Hanya Pikirkan Keluhan KADIN

LINTAS NASIONAL – BANDA ACEH, Polemik Bank konvensional tahun 2021 sesuai perintah Qanun Lembaga Keuangan Syariah (LKS) No.11 Tahun 2018 yang tidak lagi beroperasi di Aceh menuai soroton publik dalam beberapa hari ini sehingga membuat Gubernur Aceh Nova Iriansyah berencana mengajukan Perubahan Qanun tersebut pada Dewan Perwakilan Rakyat Aceh.

Pemerintah Aceh bakal mengajukan izin operasional bank konvensional sampai tahun 2026, gagasan tersebut adalah hasil rapat pelaku perbankan dan pengusaha, dihadiri oleh Gubernur, Bank Indonesia dan OJK.

Dalam pertemuan tersebut pelaku usaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) mengeluh dan terkendala dengan transaksi ekspor komuniti Aceh ke pembeli, khusus negara-negara yang tidak menggunakan transaksi bank Syariah, dan beberapa masalah lain seperti masih banyak bank konvensional belum melakukan konversi ke Syariah, Penyaluran Kredit Rakyat (KUR), Program Keluarga Harapan (PKH), dan dana desa yang masih menggunakan bank konvenisonal.

Terkait wacana tersebut Pengamat kebijakan publik Aceh Usman Lemreung mempertanyakan rujukan masalah dan kendala hanya dari Kamar Dagang dan Industri Indonesia, (KADIN) Bagaimana dengan pelaku usaha lainnya, apakah juga memiliki masalah yang sama.

“Sudah sepatutnya pemerintah Aceh sebelum mewacanakan perpanjangan operasional bank konvensional sampai 2026, juga harus mendengarkan saran dan pendapat dari pelaku usaha sektor lainnya,” kata Usman yang juga merupakan Akademisi Universitas Abulyatama tersebut pada Senin 28 Desember 2020.

Terkait berbagai kendala dan masalah tersebut, Usman menilai memang perlu dilakukan kajian akademik secara obyektif dampak secara luas konversi dari Bank konvensional ke Bank Syariah, karena Qanun Lembaga Keuangan Syariah pasal 6 dan 65 menyebutkan lembaga keuangan yang beroperasi di seluruh Aceh harus berbentuk Syariah dengan masa transisi selama tiga tahun atau dimulai pada tahun 2021.

“Maka sudah sepatutnya Pemerintah Aceh dan DPRA mencari jalan tengah dan solusi secepatnya, dengan melakukan kajian akademis, agar dampak secara sosial ekonomi yang selama ini dikeluhkan para pelaku usaha terjawab,” pinta Usman

Selain itu ia juga menilai, meskipun pembuatan Qanun LKS melibatkan eksekutif-legislatif, akademisi dan ulama, namun masih kurang kajian filosofis tentang berbagai dampak konsekuensial lintas sektor hingga terasa masih belum cukup memadai, ketika mau diimplementasi baru muncul tentang berbagai hal yang luput pengkajian baru dirasakan.

“Sementara amanah Qanun LKS sudah di jalankan oleh perbankan di Aceh, sebagian bank konvensional sudah bermutasi ke Syariah dan sudah siap menjalankan perintah qanun, karena penerapan perbankan/lembaga keuangan syariah adalah turunan dari penerapan ekonomi Islam,” sebut Usman

Usman melanjutkan, penerapan ekonomi Islam adalah bagian dari implementasi syariat Islam secara kaffah, artinya implementasi qanun LKS harus terus berjalan, sambil melakukan sosialisasi dan pemahaman pada masyarakat, karena saat ini masyarakat bingung dan beranggapan pelaksanaan praktek bank konvensional dan bank Syariah sama.

“Perlu ada upaya memberikan pemahaman pada lapisan masyarakat terkait dengan pelaksanaan bank syariah, seharusnya dilakukan sosialisasi qanun LKS dan pemahaman perbankan syariah dan konvensional agar dapat dibedakan oleh semua elemen masyarakat, bukan saja pengusaha, pemerintah dan mereka yang berinteraksi dalam dunia perbankan,” lanjut Usman

Lulusan Magister Ilmu Politik UGM tersebut juga meminta regulasi yang disusun Pemerintah Aceh dan DPRA, belum tuntas kajian filosofis dampak yang luas saat implementasi, agar dilakukan kajian lebih konferehensif secara akademik.

“Saat diberlakukan seharusnya dilakukan secara bertahap dan evaluasi, setelah tersosialisasi, dan masyarakat paham, baru diberlakukan permanen,” pungkas Usman Lamreung (LN)