Iklan DPRK Aceh Utara untuk JMSI

Iklan Lintas Nasional

Daerah  

YARA Pertanyakan Keseriusan Pemerintah Aceh Menyelesaikan Isu Gereja di Singkil

LINTAS NASIONAL – BANDA ACEH, Isu dan perselisihan gereja di Kabupaten Aceh Singkil kerap terangkat ke permukaan, baru-baru ini beredar surat Kementerian Hukum dan HAM RI yang mempertanyakan komitmen pemerintah Aceh dalam menangani masalah itu melalui Kesbangpol, Kakankemenag dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Aceh Singkil.

“Kami mendapat laporan bahwa Kemenkumham memberi perhatian serius agar Aceh mau menangani masalah yang ada di Aceh Singkil dengan sungguh-sungguh dan sesuai perundang-udangan yang ada,” demikian disampaikan oleh Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA), Safaruddin SH, kepada wartawan di Banda Aceh, Senin 13 September 2021

“Buktinya, pada akhir Juli lalu, Kemenkumham mengirim surat khusus kepada para pejabat di Aceh untuk menjelaskan penanganan gereja yang belum mendapat izin di Aceh Singkil. Dari informasi yang kami peroleh, surat itu, belum diberikan jawaban oleh para pejabat di Aceh,” lanjutnya

Menurut Safaruddin, pada satu sisi Pemerintah Aceh terlihat serius dalam penanganan isu gereja ilegal di Singkil. Ini terbukti dari sikap Gubernur Aceh yang membentuk Tim Pembinaan dan Pengawasan Penanganan Perselisihan Tempat Ibadah di Aceh Singkil pada 18 November 2021.

“Tapi di lain sisi, kami melihat Pemerintah Aceh tak serius dalam menangani rumah ibadah di Singkil sehingga isunya terus berlarut. SK Tim Penanganan Perselisihan Tempat Ibadah di Singkil itu diteken Gubernur Aceh pada tahun 2020 tapi tak ada informasi adanya aksi nyata dari tim itu,” gugat Safar yang juga Ketua Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) Aceh ini.

“Ini kan main-main namanya. Dalam SK itu, koordinator tim adalah Asisten Pemerintahan dan Keistimewaan Aceh yang dalam hal ini Dr Jafar. Ketua tim adalah Kepala Kesbangpol Aceh atau Drs Mahdi Efendi dengan pengarah adalah Sekda Aceh. Total ada 46 nama dalam tim itu, gemuk sekali tapi kerjanya tak jelas,” tambah Safar.

Dia menyarankan, agar Gubernur Aceh dan juga DPRA untuk memanggil orang-orang yang dalam tim gemuk itu, terutama Koordinator, Ketua dan Sekretaris Tim.

“Gubernur Aceh selaku pihak yang mengeluarkan SK, perlu memanggil ketua dan koordinator tim, lalu tanyakan apa yang sudah dikerjakan selama setahun ini dan bagaimana konsep penyelesaian perselisihan yang dapat diterima umat Islam dan Nasrani dengan tetap mengacu pada regulasi yang ada,” saran Safar.

“Saya kira, bukan hanya Gubernur, tapi DPRA juga harus memanggil ketua dan koordinator tim. Jangan sampai tim ini hanya duduk manis di kantor sementara anggaran habis secara percuma,” ungkap ketua Tim Pengacara Muslim (TPM) Aceh ini.

Safaruddin menyarankan, kalau ada dari unsur pimpinan tim yang tidak mampu bekerja untuk diganti agar tak menjadi beban bagi yang lain. Menurutnya, kerja tim penyelesaian perselisihan antar umat beragama itu berat.

“Dimana-dimana kita lihat, tim penyelesaian perselihan itu mempunyai wawasan tentang Advokasi dan mediasi. Koordinator dan ketua tim harus memainkan peran sebagai mediator sehingga diterima semua pihak,” urai dia.

“Pekerjaan tim mediasi ini tentu tidak ringan. Mereka harus bekerja mulai penyusunan konsep, memetakan keadaan lapangan hingga melakukan dialog-dialog dan merumuskannya. Makanya kalau ada yang tak mampu, ya diganti saja agar tidak rusak citra Aceh yang istimewa di bidang agama. Citra toleransi beragama di Aceh selalu terusik oleh kasus Singkil,” ujar Safar yang konsen pada advokasi rakyat ini. (Red)