LINTAS NASIONAL – BIREUEN, Tidak banyak yang kenal dengan Pria ini Namanya Ismail Aiyub, lelaki berumur 65 Tahun, dialah sang Maestro pencipta Logo Kabupaten Bireuen pada Tahun 2000 silam yang karyanya patut dikenang sepanjang masa.
Kisahnya bermula ketika Kabupaten Bireuen baru saja berdiri pada Tahun 2000, yang kala itu dipimpin oleh Drs. Hamdani Raden, saat diadakan sanyembara pembuatan Logo oleh Pemkab dengan membentuk Tim panitia dan siapa saja bisa mengikutinya.
Pada saat itu ada 23 peserta yang mengikuti sanyembara, salah satunya Ismail Aiyub yang waktu itu berstatus PNS dibawah dinas Pendidikan Kabulaten Bireuen, meskipun tidak diumumkan seberapa besar hadiah bagi pemenang lomba, namun Ismail tidak memikirkan hal itu, karena sejak awal tertarik mengikuti sanyembara karena dari kecil Ismail mempunyai bakat melukis.
Pria kelahiran 1 Februari 1955 tersebut meskipun sudah sakit-sakitan tapi ingatannya masih sangat kuat, Ismail menceritakan sejarah pembuatan logo Bireuen yang masih dipakai hingga saat ini dengan penuh semangat ketika Tim Lintasnasional.com menyambangi gubuk sederhananya pada Minggu 5 Juli 2020 di Gampong Tanjong Bungong Kecamatan Jeunib Kabupaten Bireuen Provinsi Aceh.
Dari 23 peserta, kemudian Diumumkan nama-nama yang masuk 10 Besar, tahap selanjutnya, Ismail masuk 5 Besar sampai akhirnya diumumkan 3 peserta yang masuk Tahap Final, Sehingga Ketiganya diminta melakukan presentasi di depan Tim Juri yang dihadiri oleh Forkopimda di Pendopo Bupati Bireuen saat itu, Ismail dengan penuh semangat dan hati-hati saat itu menjelaskan satu persatu makna dari setiap gambar dan warna logo dihadapan dewan Juri.
“Saat itu konflik Aceh sedang berkecamuk, panitia meminta saya supaya berhati-hati dalam menjelaskan makna di setiap gambar dan warna karena jangan sampai memicu amarah dari pihak yang sedang bertikai baik GAM dan TNI/Polri, Hingga saat itu saya tidak menyebutkan Bendera Merah Putih tapi hanya menjelaskan artinya,” kenang Ismail
Setelah tiga finalis selesai mempresentasikan logo yang dibuat masing-masing akhirnya juri setelah beberapa saat berembuk memutuskan Logo milik Ismail Aiyub keluar sebagai pemenang karena ia mampu menjelaskan di setiap gambar dan warna yang dibuat Ismail dengan arti yang sesuai dengan karakter dan adat istiadat masyarakat Bireuen.
Setelah diumumkan sebagai pemenang Ismail Aiyub diberikan hadiah sebesar 750.000 dan selembar piagam penghargaan yang di tandatangani oleh Bupati Bireuen saat itu Drs. Hamdani Raden pada Tanggal 26 Mei 2000 dan sebuah Trophy yang bertuliskan Juara satu Bentuk Lambang Daerah Kabupaten Bireuen.
Namun setelah Logonya dipakai dan di sahkan Ismail Aiyub seperti dilupakan, banyak janji manis yang diucapkan oleh Pmerintah saat itu yang akan diberikan untuk Ismail diantaranya, Tiket Naik Haji dan Umroh termasuk bonus 50 Juta Rupiah untuk Ismail dan Istrinya.
Ismail Ayub saat itu mengajar di Salah satu SD di Kecamatan Pandrah tidak terlalu memikirkan janji yang diucapkan Pemerintah, dirinya hanya punya satu permintaan yaitu bisa melanjutkan pendidikan ke Fakultas Seni rupa Yogjakarta supaya bisa mengambangkan bakat dan karirnya di bidang seni lukis dan bisa menurunkan ke generasi berikutnya di Kabupaten Bireuen.
Saat itu dirinya bolak balik ke Pusat Kota Bireuen untuk memohon ke Pemerintah supaya proposalnya diterima agar bisa bersekolah di Fakultas seni rupa Yogjakarta karena di Aceh pada saat itu belum ada Jurusan seni rupa.
Saat itu Ismail menjumpai Kabag Kepegawaian Kabupaten Bireuen Muzakkar A. Gani yang saat ini menjabat Bupati Bireuen namun keinginannya ditolak mentah-mentah dengan alasan tidak ada Anggaran, Ismail pun pulang dengan penuh kekecewaan karena keinginannya untuk untuk melanjutkan sekolah sangat tinggi.
Meskipun begitu, Ismail tidak patah semangat, ia tetap mengajar anak-anak seperti biasa di sekolahnya, setahun kemudian berkat ide dari teman-temannya ia mengusulkan sekali lagi proposal untuk mengungkapkan keinginannya untuk melanjutkan sekolah, namun lagi-lagi tidak diterima, kali ini dengan alasan yang berbeda, selain tidak ada anggaran Pemkab juga mengatakan, kalau nanti Ismail selesai Kuliah mau ditempatkan dimana? sedangkan Kampus yang ada di Bireuen tidak ada Jurusan Seni Rupa.
Menurut Ismail itu jawaban yang sangat menyakitkan bagi dirinya, karena keinginan dirinya bersekolah bukan untuk menjadi dosen, melainkan untuk mengembangkan bakatnya.
Akhirnya Ismail tidak berharap apapun lagi dengan Pemerintah ia hanya menggeluti profesinya dengan mengajar anak-anak, ia hanya berharap Logo dan makna yang terkandung didalamnya dijalankan oleh Pemerintah untuk memakmurkan Masyarakat Bireuen.
Bersambung….