Oleh: M. Dewantara
Jika dilihat kondisi Aceh saat ini sejarah hanya akan menjadi penghibur diri dari keterpurukan, disaat media, publik dan hukum international hanya sebatas membahas terhadap pelanggaran HAM bukan Kedaulatan; contoh delegasi Aceh di UNPO hal demikian tak ubah dari film action yang berefisode.
Pasalnua Orang Aceh sendiri tidak paham dari sejarah dan kelangsungan sejarah, karena arah perjuangan yang dilakukan tidak pernah jelas tujuan dan endingnya.
Kalau kita hanya sebatas mengingat sejarah untuk membangkitkan rasa emosional sama seperti penetrasi yang ujungnya ejakulasi dini, jika para pelaku sejarah hanya bertujuan mengumpulkan pundi-pundi rupiah, mari kita lupakan sejarah Aceh dan menguburnya dalam-dalam, pasalnya mengumpulkan recehan coin sangat kental mewarnai setiap pergerakan Aceh yang dilakukan oleh oknum sejarah dangan mengorbankan individu2 yg tulus dan ikhlas, kondisi hari ini membuktikan Aceh telah kalah walaupun kita malu mengakuinya.
Sehingga tetap bersatu dengan NKRI adalah takdir dan takdir adalah rahasia Allah, Allah punya rencana kenapa kita harus dijadikan bangsa yang hilang dari peta politik dunia setelah sebelumnya bangsa yang besar yang punya hak hukum international, seperti teritorial, diplomatik dan politik, budaya, ekonomi serta sumber daya manusia (pengakuan kemerdekaan Kedaulatan kerajaan Nedherland).
Memang sejarah telah membuktikan: akan kegigihan Aceh mempertahan tanah airnya, membela saudara seiman dan bangsa melayu yg diserang dan dijajah oleh bangsa Eropa, membela RI dari agresi Belanda beserta sekutunya. Tapi semua itu telah membuat Aceh kalah dalam semua lini walaupun merasa menang dalam cerita sejarah.
Perjuangan demi perjuangan Aceh lakukan untuk mengembalikan masa ke emasan namun berakhir dengan kelemahan di akhirnya.
Mungkin Aceh terlalu banyak membuang energi untuk masa perang sehingga kita lemah diwaktu berakhirnya perang.
Hari ini Aceh senantiasa dalam perang damai karena kedikjayaan sejarahnya, tapi kita lupa sejarah kegemilangan dan kedikjayaan telah membuai generasi kita dari kenyataan dan tujuan. Dimana Aceh hari ini tidak siap dan mempersiapkan diri secara intelektualitas, profesional,
dan cerdas dalam berjuang di masa damai.
Mengenang sejarah hanya untuk menghibur diri dari keterpurukan atau membuat sejarah baru untuk kesuksesan dan kegemilangan masa depan; itu pililihan generasi Aceh hari ini.
Penulis merupakan Pamantau Kebijakan Publik dan Penikmat Kopi Espresso asal Bireuen