LINTAS NASiONAL – CHINA, Kabar menghebohkan kembali datang dari China.
Pejabat setempat di Daerah Otonomi Uyghur Xinjiang (XUAR) mengungkapkan bahwa pemerintah telah merobohkan satu bangunan masjid di kota Atush.
Kini, lokasi bekas masjid itu dibangun menjadi toilet umum.
Dilansir dari situs resmi RFA, Sabtu 15 Agustus 2020, sebagian pengamat menilai bahwa pembangunan toilet di bekas masjid tersebut merupakan bagian dari upaya pemerintah China menghancurkan semangat kaum Muslim Uighur.
Pembangunan toilet itu dilakukan selang beberapa hari pasca masjid bernama Tokul itu dihancurkan.
Tak hanya Masjid Tokul, pemerintah setempat juga mengancurkan satu masjdi lainnya di daerah itu.
Tindakan ini dilakukan sesuai program pemerintah untuk menghancurkan tempat ibadah kaum Muslim secara massal. Mereka menyebutnya “Perbaikan Masjid”.
Upaya ini merupakan bagian dari serangkaian kebijakan garis keras di bawah pemimpin tertinggi Xi Jinping.
Sebelumnya, mereka melakukan penahanan massal sebanyak 1,8 juta orang Etis Uighur dan minoritas Muslim lainnya di jaringan luas kamp interniran XUAR sejak April 2017.
RFA juga melakukan wawancara telepon dengan Ketua Komite Lingkungan Uyghur dari desa Suntagh di Atush baru-baru ini.
Dalam wawancara tersebut, ketua komite meminta agar namanya dirahasiakan demi keamanan.
“Ini toilet umum … mereka belum membukanya, tapi sudah dibangun,” katanya.
Sumber tersebut mengatakan bahwa sebenarnya publik tidak punya masalah dengan tempat buang air. Sebab, setiap rumah mempunyai toilet masing-masing.
Menurutnya, Suntagh terletak sekitar tiga kilometer di luar pusat Atush. Area ini pun bukan bagian dari destinasi wisatawan, sehingga pembangunan toilet umum di lokasi bekas masjid itu dianggap absurd.
Oleh karena itu, ketua komite menduga pembangunan toilet hanya untuk menutupi reruntuhan Masjid Tokul yang telah dihancurkan.
Kepala desa setempat juga mengatakan hal serupa. Menurutnya, bangunan Masjid Tokul kini telah dirobohkan dan diganti menjadi toilet umum.
“Itu masih tutup, jadi aku bahkan belum masuk,” katanya.
Warga Suntagh yang juga menolak disebutkan namanya, mengatakan bahwa satu masjid lain yang telah dirobohkan kini telah diubah menjadi toko.
Masjid itu bernama Masjid Azna. Bangunannya dirobohkan pemerintah China pada 2019 silam.
Mirisnya, toko pengganti masjid itu justru menjual alkohol serta rokok. Seperti diketahui, umat Muslim dilarang mengonsumsi minuman memabukan.
Petugas keamanan publik di Suntagh, mengungkapkan satu lagi masjid yang telah dirobohkan, yakni Masjid Bastaggam.
Kini hanya ada satu masjid di daerah itu, Masjid Teres. Sayangnya, masjid ini mempunyai ukuran sangat kecil dan kondisinya paling buruk.
Dinasti Tang Tiongkok pertama kali mengenal Islam pada abad ketujuh.
China sekarang menjadi rumah bagi lebih dari 22 juta Muslim, termasuk sekitar 11 juta orang Etnis Uyghur.
Masjid dan situs keagamaan lainnya di Xinjiang rusak parah selama pergolakan politik pada Revolusi Kebudayaan 1966-1976 China.
Melalui penyelidikan awal terhadap kampanye Perbaikan Masjid, RFA menemukan pihak berwenang telah menghancurkan sekitar 70 persen masjid di seluruh XUAR.
Pada saat itu, pihak berwenang menyebut “keamanan sosial” sebagai alasan.
Tampaknya hal itu berlanjut hingga 2016 dan terjadi intensifikasi penindasan komprehensif pihak berwenang terhadap Etnis Uighur.
Dalam satu laporan di tahun 2016, seorang pejabat lokal di daerah Lop (Luopu) prefektur Hotan (Hetian) melaporkan, pihak berwenang berencana menggunakan situs bekas masjid untuk membuka “pusat kegiatan” yang berfungsi sebagai tempat hiburan.
Pejabat lain di kotapraja Ilchi kota Hotan mengatakan, bekas situs masjid di sana dijadwalkan untuk diubah menjadi pabrik.
Nantinya, pabrik akan memproduksi pakaian dalam untuk perusahaan yang berbasis di Sichuan.
Selain masjid, pihak berwenang Tiongkok secara sistematis telah menghancurkan kuburan Muslim dan bangunan serta situs keagamaan lainnya di seluruh XUAR sejak 2016.
Investigasi yang dilakukan Agence France-Presse mengungkapkan, setidaknya 45 kuburan di XUAR telah dihancurkan dari 2014 hingga Oktober lalu, dan 30 kuburan diratakan sejak 2017.
Situs tersebut diubah menjadi taman, tempat parkir, atau tetap menjadi lahan kosong.
Tahun lalu, Proyek Hak Asasi Manusia Uyghur (UHRP) yang berbasis di Washington, menerbitkan sebuah laporan yang merinci kampanye ini.
Laporan tersebut diberi judul
“Menghancurkan Iman: Penghancuran dan Penodaan Masjid dan Kuil Uyghur”.
Laporan itu menggunakan geolokasi dan teknik lain untuk menunjukkan di mana saja antara 10 ribu hingga 15 ribu masjid, tempat suci, dan situs keagamaan lainnya di wilayah tersebut yang dihancurkan antara 2016 dan 2019.
Seorang sejarawan Uyghur, Qahar Barat, baru-baru ini mengatakan penodaan rumah ibadah oleh pihak berwenang di XUAR merupakan semacam usaha untuk memecah semangat umat Muslim.
Dia mendesak pemerintah dan organisasi di dunia Muslim untuk mengambil tindakan terhadap China atas penodaan tersebut. Ia menyebut tindakan tersebut sebagai deklarasi perang terhadap Islam. (indozone)