LINTAS NASIONAL – BIREUEN, Kejaksaan Negeri (Kejari) Bireuen sejak dipimpin oleh Moh. Farid Rumdana SH, MH telah berhasil menerapkan Restoratif Justice (RJ) atau Keadilan Restoratif bagi warga yang bermasalah dengan hukum sebanyak 16 kasus.
Hingga Bulan Oktober 2022 Kejaksaan Negeri Bireuen menjadi Kejaksaan terbanyak di seluruh Aceh menggelar RJ dan urutan Ketiga diantara Kejaksaan di seluruh Indonesia.
Kejaksaan Agung Republik Indonesia (RI) memberikan piagam penghargaan kepada Kejaksaan Negeri Bireuen, Provinsi Aceh, sebagai peringkat Ketiga terbanyak penyelesaian perkara berdasarkan keadilan restoratif atau Restoratif Justice (RJ).
Menurut catatan media ini, Kejari Bireuen sejak dipimpin oleh Moh. Farid Rumdana SH, telah menyelesaikan 16 kasus melalui jalur RJ selama tahun 2022, tanpa harus dilanjutkan ke meja hijau atau ke penjara.
Selain itu, Kejari Bireuen juga sudah meresmikan dua Balai Perdamaian yang diberi nama ‘Balee Dame’, sebagai pilot project Gampong Restorative di Kota Juang dan Gampong Blang Dalam Jeumpa. Balee Dame tersebut dipergunakan untuk melakukan komunikasi dan diskusi dengan masyarakat.
Kepala Kejaksaan (Kajari) Bireuen Moh. Farid Rumdana menjelaskan Restoratif Justice (RJ) atau Keadilan Restoratif merupakan alternatif penyelesaian perkara tindak pidana yang dalam mekanisme tata cara peradilan pidana berfokus pada pemidanaan yang diubah menjadi proses dialog dan mediasi.
“Proses RJ melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait, tentunya dilakukan tanpa pemaksaan dan sukarela dengan persetujuan kedua pihak,” kata Moh. Farid saat berbincang dengan media ini pada Rabu 26 Oktober 2022
Kata Moh. Farid antara korban dan pelaku bersama-sama menciptakan kesepakatan atas penyelesaian perkara pidana yang adil dan seimbang, dengan mengedepankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan mengembalikan pola baik masyarakat.
“Prinsip dasar Restorative Justice adalah adanya pemulihan kepada korban yang menderita akibat kejahatan dengan memberikan ganti rugi kepada korban, perdamaian, pelaku melakukan kerja sosial, maupun kesepakatan-kesepakatan lainnya,” jelas eks Koordinator Intelijen Kejati Aceh itu
Kata Moh. Farid dalam melakukan proses RJ tentunya tidak semudah membalikkan telapak tangan, banyak rintangan dan kendala ketika korban dan pelaku di hadapkan dan dikonfrontasi.
“Kita berbicara dari hati ke hati secara profesional dan memberikan penjelasan akan efek yang ditimbulkan jika kasus dilanjutkan ke meja hijau, tentunya akan menimbulkan dendam di kemudian hari,” imbuhnya
Saat ditanya tentang bagaimana cara mendamaikan antara dua pihak yang bertikai, Moh. Farid menceritakan setelah menerima pelimpahan dari pihak kepolisian, ia memanggil korban dan pelaku secara terpisah menanyakan perihal kasus yang dihadapi.
“Saya langsung menjumpai mereka melakukan pendekatan persuasif dengan menjelaskan tujuan dilakukan perdamaian, setelah ada kesepakatan, kemudian kita mempertemukan korban dan pelaku, mereka kita beri kesempatan untuk berbicara satu sama lain, sangat tidak mudah mendamaikan pihak yang sedang bertikai, yang kita damaikan suami Istri dalam kasus KDRT, perangkat Desa dengan warga dan sejumlah pihak yang sedang bertikai dan menghadapi masalah hukum,”
Dari 16 kasus yang berhasil didamaikan lanjut Moh. Farid, paling banyak kasus penganiayaan ringan, kasus KDRT selanjutnya kasus pencurian, utang piutang dan beberapa kasus lainnya yang dilimpahkan oleh pihak kepolisian.
“Saya sangat mengapresiasi kinerja para Kasi, yakni Kasi Intelijen, Kasi Pidum, Pidsus, dan seluruh pegawai yang telah bekerja keras dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, tentunya sangat berterimakasih kepada Pemkab Bireuen, Tokoh Agama, tokoh masyarakat dan awak media yang telah mendukung penerapan RJ di wilayah hukum Kejaksaan Bireuen,” pungkas pria asal Bandung itu (AN)