Ucapan Bela Sungkawa Perkim Bireuen untuk Tusop

GeMPAR Minta Kapolda Tuntaskan PR Kasus Korupsi Beasiswa Mahasiswa Aceh

LINTAS NASIONAL – BANDA ACEH, Kasus bantuan beasiwa pendidikan APBA Tahun 2017 kepada 800 an Mahasiswa Aceh yang bersumber dari dana aspirasi anggota DPRA Periode 2014-2019 lalu senilai 17,8 Milyar sampai kini masih menjadi “PR” Polda Aceh yang belum dituntaskan.

Proses hukum terhadap kasus ini dinilai lamban dan belum menemui titik terang sehingga patut dipertanyakan apalagi kasus dana beasiswa ini adalah salah satu kasus dugaan tindak pidana korupsi yang menjadi sorotan publik di Aceh.

Kasus itu sudah di lidik sejak Dirkrimsus Polda Aceh masih dijabat oleh Kombes Erwin Zadma dan sampai berakhir masa jabatan Kapolda Aceh Irjen Rio S Djambak, kasus itu tak kunjung selesai, padahal Kapolda Aceh Irjen Rio sangat atensi terhadap kasus tersebut.

Hal itu disampaikan oleh Ketua LSM GeMPAR Aceh, Auzir Fahlevi SH, dalam rilis yang dikirimkan ke redaksi Lintasnasional.com pada Selasa 2 Juni 2020, menurutnya, dengan kepemimpinan Irjen Wahyu Widada sebagai Kapolda Aceh yang baru, besar harapan agar kasus itu dapat segera dituntaskan.

Sepengetahuannya, pihak Ditkrimsus Polda Aceh sudah pernah memanggil dan memeriksa saksi mahasiswa penerima sebanyak 100 orang dari 800an penerima termasuk dari kalangan pejabat LPSDM dan Inspektorat.

“Kami mengapresiasi kinerja penyidik Ditkrimsus Polda Aceh sekiranya kasus ini masuk tahapan penyidikan dan ditemukan unsur kerugian negara melalui audit pihak BPKP atau BPK RI”, kata Alumni Fakultas Hukum Unsyiah itu

Lebih lanjut Auzir mengatakan bahwa penanganan kasus ini mesti diperjelas status hukumnya supaya kasus ini tidak menjadi liar dan ditarik-tarik ke arah politis.

“Yang berkembang diluaran kan tidak etis, kabarnya oknum anggota DPRA Fulan dan fulen yang terlibat dan menyunat dana beasiswa.ini kan jadi simpang siur,makanya dibutuhkan suatu kepastian hukum,apakah kasus ini berpotensi melanggar hukum dengan dugaan tindak pidana korupsi atau tidak”, ungkap Auzir.

Supaya tidak menjadi preseden buruk dalam proses penegakan hukum, GeMPAR meminta agar Kapolda Aceh Irjen Wahyu Widada memberikan atensi terhadap kasus ini dan pihaknya akan menyurati KPK agar kasus ini mendapat supervisi dari KPK.

“Untuk menghindari bola panas dan liar,sebaiknya proses hukum terhadap kasus dana beasiswa mahasiswa itu mesti dituntaskan.jika memang proses penyelidikannya tidak berlanjut ke penyidikan karena tidak memenuhi unsur tindak pidana,maka pihak Polda Aceh mau tidak mau,tentunya harus berani menerbitkan Surat Penghentian Penyelidikan Perkara atau SP3”, demikian Auzir Fahlevi.

Dirangkum dari berbagai sumber, berdasarkan data dari Inspektorat Aceh,disebutkan bahwa mahasiswa yang menerima beasiswa tersebut berasal dari usulan 24 Anggota DPRA dan ada yang mengajukan permohonan secara mandiri. Jumlah yang diusulkan dewan dan permohonan mandiri mencapi 938 orang, terdiri 852 usulan dewan dan 86 secara mandiri.

Berikut nama-nama 24 anggota DPRA yang mengalokasikan dana beasiswa dari dana aspirasinya yaitu Iskandar Usman Al Farlaky sebesar Rp 7,930 miliar dengan 341 calon pemerima, Dedi Safrizal Rp 4,965 miliar untuk 221 orang, Rusli Rp 1,045 miliar untuk 42 orang, M Saleh Rp 1,470 miliar untuk 54 orang, Adam Mukhlis Rp 180 juta untuk 8 orang, Tgk Saifuddin Rp 500 juta untuk 19 orang, Asib Amin Rp 109 juta untuk 8 orang, T Hardarsyah Rp 222 juta untuk 10 orang, Zulfadhli Rp 100 juta untuk 4 orang, Siti Nahziah Rp 120 juta untuk 9 orang, Muhibbussubri Rp 135 juta untuk 21 orang.

Selanjutnya Jamidin Hamdani Rp 500 juta untuk 16 orang, Hendriyono Rp 204,7 juta untuk 25 orang, Yahdi Hasan Rp 534,4 juta untuk 18 orang, Zulfikar Lidan Rp 90 juta untuk 3 orang, Amiruddin Rp 58 juta untuk 2 orang, Ummi Kalsum Rp 220 juta untuk 9 orang, Jamaluddin T Muku Rp 490 juta untuk 14 orang, Muhibbussabri Rp 440 juta untuk 13 orang, Sulaiman Abda Rp 375 juta untuk 6 orang, Muharuddin Rp 50 juta untuk 2 orang, Asrizal H Asnawi Rp 80 juta untuk 2 orang, Azhari Rp 130 juta untuk 4 orang, Musannif Rp 30 juta untuk 1 orang dan terakhir Non Aspirator Rp 2,317 miliar untuk 86 orang. (Red)